ANALIS MARKET (17/02/2021) : Pasar Obligasi Berpotensi Melemah Terbatas
Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, yang terburuk akhirnya datang.
Tadinya kami cukup berharap bahwa setelah lelang ada penguatan yang mendorong harga obligasi untuk mengalami kenaikkan. Namun apa daya, pada akhirnya kenyataan selalu lebih pahit dari yang dibayangkan.
Sesuai yang kami sampaikan kemarin, justru hari ini obligasi acuan telah menembus level support-nya, dan berpotensi cukup besar untuk semakin mengalami penurunan.
Total serapan yang di ambil oleh pemerintah juga tidak mampu untuk menopang penurunan tersebut.
Oleh sebab itu, kami memproyeksikan pasar obligasi akan mengalami penurunan. Satu satunya trigger yang dapat diharapkan adalah pertemuan Bank Indonesia pada esok hari, yang konon katanya berdasarkan consensus, Bank Indonesia akan memangkas tingkat suku bunga 25 bps lagi.
Pertanyaannya adalah, efektifkah Bank Indonesia memangkas tingkat suku bunga? Apakah memberikan implikasi yang positive terhadap tingkat suku bunga dasar kredit? Tampaknya tidak, wong yang kemarin dipangkas saja, tingkat suku bunga kredit masih belum kunjung turun, sekarang dipangkas lagi.
Jadi menurut kami, meskipun inflasi rendah, dan kurs Rupiah stabil di kisaran 13.900 – 14.100, Bank Indonesia lebih baik mempertahankan tingkat suku bunganya. Meskipun besar harapan kami Bank Indonesia justru dapat mengeluarkan surat sakti terkait dengan transparansi perhitungan net interest margin. Surat ini bahkan lebih sakti daripada pemangkasan tingkat suku bunga.
Lebih lanjut analis Pilarmas menilai, diperdagangan hari ini, Rabu (17/2), pasar obligasi diperkirakan akan dibuka melemah dengan potensi melemah terbatas.
“Kami merekomendasikan jual hari ini,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Rabu (17/02/2021).
Adapun beberapa hal yang layak dicermati, yaitu;
1.THAILAND JUGA BANGKIT!!
Perekonomian Thailand berusaha untuk bangkit kembali ditengah situasi dan kondisi akibat tekanan yang diberikan oleh virus Corona. Dukungan stimulus dari pemerintah dan Bank Sentral masih belum cukup untuk menopang perekonomian dari dampak yang ditimbulkan oleh virus Corona. Dan memburuknya perekonomian ini membuat Thailand merasakan yang terburuk sejak krisis keuangan Asia tahun 1998 lalu. Berdasarkan data perekonomian yang rilis kemarin keluar, pada akhirnya tingkat pertumbuhan ekonomi Q4 2020 lalu mengalami penurunan, namun lebik baik dari konsensus yang diperkirakan. Data pertumbuhan Q4 2020 mengalami penurunan dari sebelumnya 6.2% menjadi 1.3%. Dan pada akhirnya seperti yang kita ketahui bersama, bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi Thailand pun mengalami penurunan dari sebelumnya 2.3% menjadi -6.1%, meskipun tingkat pertumbuhan ekonomi ini lebih baik dari yang diproyeksikan sebelumnya yang berada di -6.4%. Perekonomian Thailand tampaknya memang mengalami fase yang sangat sulit tahun 2020 lalu, karena perekonomian mereka di topang oleh industry pariwisata, sedangkan seperti yang kita ketahui pembatasan negara menjadi salah satu tekanan terbesar terhadap industry pariwisata Thailand. Tidak hanya itu saja, politik yang terjadi di Thailand juga bagaikan sebuah drama yang tidak kunjung usai, ini bukan lagi drama Korea kawan, ini drama Thailand yang sedang fenomenal. Yang dimana reformasi pro demokrasi bergejolak melawan pemerintah. Council Secretary General, Danucha Pichayanan mengatakan bahwa tahun ini pemerintah akan berusaha untuk menarik lebih banyak investor asing, namun situasi dan kondisi politik harus mendukung untuk mendorong kepercayaan para investor. Saat ini prioritas pemerintah adalah mengatasi dan mengendalikan Covid 19, dan menyediakan vaksin untuk masyarakat Thailand sehingga dapat menyebabkan kekebalan kelompok. Saat ini industry pariwisata dan perdagangan merupakan salah satu sector yang terkena dampak paling parah. Pemerintah terus melakukan stimulus mulai dari insentif pajak, paket stimulus senilai $1.7 miliar pada Q4 2020 lalu, dan pemberian bantuan langsung tunai pada Q1 2021 senilai $7 miliar. Pemulihan diharapkan akan terjadi di Thailand tahun ini. Oleh sebab itu bauran kebijakan baik moneter maupun fiscal menjadi salah satu point yang sangat penting. Sejauh ini tingkat suku bunga Bank Sentral Thailand diperkirakan tidak akan berubah, namun kami melihat bahwa kebijakan non moneter juga dibutuhkan saat ini. Dewan Thailand telah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi di tahun 2021 ini dari sebelumnya 3.5% - 4.5% menjadi 2.5% - 3.5%. Ternyata tidak hanya Indonesia saja yang dikoreksi pemirsa, Thailand pun juga sama lho. Namun proyeksi yang sekarang ini lebih mirip dengan proyeksi Kementrian keuangan yang dimana ada potensi kenaikkan pertumbuhan ekonomi sebesar 2.8%, dan proyeksi dari Bank Sentral Thailand sebesar 3.2%. Sama seperti negara negara sebelumnya, kami melihat bahwa pemulihan tidak akan akan merata di semua sector, pariwisata masih akan menanti bagaimana vaksin akan beraksi. Perdagangan pun harus menanti beberapa mitra dagang Thailand mengalami pemulihan. Namun kami percaya, tahun ini menjadi tahun kebangkitan juga bagi Thailand, dengan dukungan beberapa negara sudah melakukan vaksinasi, pelan tapi pasti pemulihan bukan hanya mimpi. Tapi ingat, sekali lagi kami ingatkan, bauran kebijakan baik fiscal maupun moneter masih menjadi kunci untuk mendukung pemulihan di tahun ini, karena tidak bisa membiarkan kebijakan moneter berjalan dengan sendirinya. Bank Sentral Thailand sejauh ini belum mengubah tingkat suku bunganya setelah 6x pertemuan berturut turut, yang itu artinya saat ini dukungan fiscal masih akan ditunggu. Tapi masalahnya nih pemirsa, ruang bagi Thailand untuk melakukan dukungan fiscal pun semakin sempit, karena utang public mulai mendekati batas maksimum. Sedangkan bantuan langsung tunai pun akan berakhir pada Q1 2021, dan tidak mungkin kan pemerintah Thailand akan berdiam diri saja tanpa melakukan apa apa. Beberapa point yang menjadi perhatian dari pidato Dewan adalah; 1. Dewan mengharapkan akan ada 3.2 juta wisatawan akan hadir pada tahun 2021, angka ini kembali turun dari perkiraan sebelumnya sebesar 5 juta. Pendapatan dari sector pariwisata pun dipotong dari sebelumnya 490 miliar baht menjadi 320 miliar baht. 2. Pemerintah akan mencoba untuk melonggarkan pembatasan perjalanan pada Q4 tahun ini. 3. 50% dari populasi masyarakat Thailand harus dapat di vaksinasi pada akhir tahun ini, dan 25% tambahan pada Q1 2022. Tidak mudah memang bagi Thailand untuk bangkit, namun bukan berarti Thailand akan menyerah begitu saja tanpa berusaha.
2.REVISI GUYS!
Kementrian Keuangan kembali merelokasikan belanja negara untuk tahun 2021 dimana kebijakan ke depannya mengedepankan peran APBN sebagai countercyclical terhadap kondisi perekonomian. Terdapat beberapa perubahan dari anggaran belanja 2021 dimana belanja non-K/L pada rancangan awal Rp922,6 triliun menjadi Rp910 triliun. Hal tersebut seiringan dengan kebutuhan pemerintah guna mendukung pemulihan pandemi. Menteri Keuangan juga menjelaskan transfer ke daerah dan dana desa juga mengalami perubahan dari Rp795,5 triliun turun menjadi Rp780,5 triliun. Pemerintah juga akan gunakan pembiayaan investasi untuk membangun perekonomian dengan alokasi Rp184,5 triliun. Jika dirinci lebih jauh, alokasi untuk kesehatan naik signifikan atau sebesar 50% dari Rp169,7 triliun jadi Rp254 triliun. Sedangkan untuk dana pendidikan tidak mengalami perubahan atau tetap Rp550 triliun. Perlindungan sosial naik dari Rp408,8 triliun jadi Rp449,5 triliun. Kenaikan beberapa pos membuat anggaran infrastruktur turun dari Rp417,4 triliun jadi Rp387,4 triliun. Insentif usaha mengalami penurunan dimana stimulus berupa pengurangan pajak ini dari realisasi sementara Rp56,12 triliun jadi Rp53,86 triliun. Sedangkan dukungan kepada pelaku UMKM serta pembiayaan korporasi naik dari Rp173,17 triliun pada 2020, tahun ini jadi Rp187,17 triliun. Untuk pangan, pariwisata, dan ICT tidak mengalami perubahan. Pemerintah kembali menaikkan anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) menjadi Rp688,3 triliun atau naik 84% dari alokasi awal sebesar Rp372,3 triliun. Percepatan terhadap pemulihan pandemi tentu sangat menjadi harapan bagi pelaku pasar, hal tersebut seiringan dengan potensi pulihnya daya beli dan juga keyakinan pelaku bisnis untuk dapat kembali berekspansi.

