ANALIS MARKET (09/9/2024) : Ada Potensi Peningkatan Demand terhadap SBN Berdenominasi Rupiah

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id - Riset harian fixed income BNI Sekuritas menyebutkan, harga Surat Utang Negara (SUN) kembali mengalami penguatan pada sesi perdagangan terakhir pekan lalu (06/9).

Berdasarkan data dari PHEI, yield SUN Benchmark 5-tahun (FR0101) turun sebesar 5 basis poin ke level 6,46%, dan yield SUN Benchmark 10-tahun (FR0100) turun sebesar 1 basis poin ke level 6,60%.

Sementara data Bloomberg menunjukkan level yield curve SUN 10-tahun (GIDN10YR) turun sebesar 3 basis poin ke level 6,61%.

Sedangkan volume transaksi SBN secara outright traded tercatat sebesar Rp12,0 triliun di hari Jumat, lebih rendah dari volume transaksi di hari sebelumnya yang tercatat sebesar Rp18,7 triliun.

FR0100 dan FR0065 menjadi dua seri teraktif di pasar sekunder, dengan volume transaksi masing - masing sebesar Rp2,4 triliun dan Rp1,4 triliun. Sementara itu, volume transaksi obligasi korporasi secara outright tercatat sebesar Rp1,5 triliun.

Adapun laporan Perkembangan Indikator Stabilitas Nilai Rupiah oleh Bank Indonesia (BI) menunjukkan jual neto oleh investor asing sebesar Rp2,49 triliun berdasarkan data transaksi tanggal 2-5 September 2024.

Jual neto tersebut terdiri dari beli neto sebesar Rp2,65 triliun di pasar SBN, beli neto sebesar Rp2,24 triliun di pasar saham, dan jual neto sebesar Rp7,38 triliun di pasar Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Laporan tersebut juga menunjukkan berdasarkan data setelmen year-to-date per 5 September 2024, nonresiden telah mencatatkan beli neto Rp11,15 triliun di pasar SBN, beli neto Rp28,80 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp186,92 triliun di SRBI.

Di sisi lain, data Bloomberg menunjukkan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS menguat 0,15%, bergerak dari level Rp15.401/US$ di hari Kamis menjadi Rp15.378/US$.

Sementara itu, BI melaporkan bahwa posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Agustus 2024 tercatat sebesar US$150,2 miliar, meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir Juli 2024 sebesar US$145,4 miliar.

Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Indikator global per posisi Jumat menunjukkan sentimen yang cenderung mixed. Yield curve US Treasury (UST) 5-tahun turun sebesar 4bp dari hari sebelumnya menjadi 3,50%, dan yield curve UST 10-tahun turun tipis sebesar 1bp menjadi 3,72%. Sedangkan Credit Default Swap (CDS) 5-tahun Indonesia meningkat tipis sebesar 1bp menjadi 71bp.

Secara week-over-week, yield curve UST 10-tahun mencatatkan penurunan sebesar 19bp dan Rupiah menguat sebesar 0,50% terhadap US$.

Di sisi lain, CDS 5-tahun Indonesia mencatatkan peningkatan mingguan sebesar 4bp. Relatif sejalan dengan indikator-indikator tersebut, yield curve SUN 10-tahun (GIDN10YR) mencatatkan penurunan mingguan sebesar 2bp menjadi 6,61%.

“Dengan mempertimbangkan kondisi pasar yang didiskusikan di atas, kami melihat adanya potensi peningkatan demand terhadap instrumen SBN berdenominasi Rupiah. Untuk periode 9 – 13 September, kami memperkirakan yield curve SUN 10-tahun akan berada di kisaran 6,51-6,71%. Berdasarkan valuasi yield curve, kami memperkirakan bahwa obligasi berikut akan menarik bagi para investor: FR0081, FR0084, FR0086, FR0037, FR0071, FR0087, FR0054, FR0096, FR0065, FR0068,” sebut analis BNI Sekuritas dalam riset Senin (09/9).