ANALIS MARKET (28/5/2021) : IHSG Memiliki Peluang Bergerak Menguat Terbatas

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pada perdagangan hari Kamis, 27/05/2021 kemarin, IHSG ditutup menguat 25 poin atau 0.45% menjadi 5.841. Sektor industri dasar, aneka industri, perkebunan, infrastruktur, manufakur, pertambangan bergerak positif dan mendominasi penguatan IHSG kali ini. Investor asing membukukan penjualan bersih sebesar 85 miliar rupiah.

“Berdasarkan analisa teknikal, kami melihat saat ini IHSG memiliki peluang bergerak menguat terbatas dan ditradingkan pada level 5.781 – 5.857. Setelah kenaikkan yang begitu gegap gempita kemarin, hati hati pasar masih cukup rapuh untuk terjadinya koreksi,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Jumat (28/5/2021).

Adapun cerita di penghujung minggu ini akan kita awali dari;

1.ANGGARAN BARU!

Presiden Joe Biden akan mengungkapkan anggaran yang dimana akan mendorong kenaikkan pengeluaran pemerintah menjadi $6 triliun pada tahun fiscal mendatang, dengan deficit lebih dari $1.3 triliun selama 10 tahun berikutnya. Proposal tersebut akan di keluarkan hari ini waktu setempat, dimana Biden akan memberikan informasi mengenai rencana pajak baru dalam jumlah triliunan dollar yang dimana akan mendorong pengeluaran pemerintah yang akan mendorong inflasi untuk mengalami kenaikkan, meningkatkan lapangan pekerjaan, dan pertumbuhan ekonomi yang dimana tentu saja akan terjadi ketika anggaran tersebut di realisasikan. Dengan adanya anggaran tersebut, pengeluaran akan mengalami peningkatan menjadi $8.2 triliun pada tahun 2031 dan hutang pemerintah akan meningkat menjadi 117% dari GDP selama 10 tahun berikutnya. Apa yang akan disampaikan Biden tentu saja akan menjadi rencana besar dirinya apabila dirinya menjadi hingga 2x periode. Namun apa yang disampaikan Biden tampaknya tidak bisa semua di adopsi, karena biar bagaimanapun Partai Demokrat memiliki ruang yang begitu sempit di DPR dan Senat, sehingga mungkin tidak semua rencana Biden dapat terlaksana. Tapi yang kita nantikan adalah sebuah gambaran besar dari rencana seorang Biden yang akan memberikan kepada kita informasi sejauh mana Biden memiliki mimpi dan berusaha untuk mewujudkannya. Yang selalu menarik perhatian kami adalah bagaimana cara Biden untuk mampu bangkit dari keterpurukan setelah Covid 19 melanda, yang dimana tentu saja menimbulkan prospek perekonomian global yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pemerintah sejauh ini sudah memperkirakan bahwa perekonomian akan tumbuh di bawah 2% per tahun dalam kurun waktu 10 tahun mendatang setelah memperhitungkan inflasi. Tentu saja, angan angan Biden tidak akan mungkin membuat Partai Republik berdiam diri. Senator Republik dari Indiana mengatakan bahwa rencana anggaran biden dengan total pengeluaran sebesar $ 6 triliun merupakan rencana yang besar namun gila. Pemerintah sejauh ini tidak terlalu memfokuskan terhadap inflasi yang akan bergerak lebih cepat, namun pemerintah selalu menyakini bahwa harga konsumen tidak akan pernah naik lebih cepat dari 2.3% per tahun. Dengan anggaran yang sedemikian besar, tentu saja akan mendorong pasar ketenagakerjaan untuk pulih lebih cepat, dengan demikian anggka pengangguran juga akan mengalami penurunan menjadi 4.1% pada tahun depan, namun akan berada di bawah 4% dalam kurun waktu 10 tahun berikutnya. Sejauh ini kami melihat bahwa anggaran tersebut hanyalah sebuah gambaran besar yang akan dilakukan oleh Biden kedepannya, karena dengan demikian Biden tahu mana prioritas yang akan didahulukannya. Mulai dari mengendalikan Covid 19, mempercepat distirbusi vaksin, dan tentu saja mendorong perekonomian untuk pulih. Anggaran tersebut di buat di atas permintaan dengan tingkat pengeluaran diskresioner senilai $1.52 triliun, yang itu artinya tidak termasuk pengeluaran yang bersifat wajib seperti Jaminan Sosial. Hal ini tentu saja membuat Presiden meminta adanya peningkatan pengeluaran dalam negeri sebesar 15.9%, khususnya untuk mendanai investasi di bidang pendidikan dan kesehatan. Yang akan dinantikan tentu saja proposal Biden terkait dengan pengeluaran yang diharapkan dalam proposal tersebut di rinci permintaan belanja yang akan menjadi prioritas serta proyeksi mengenai pertumbuhan ekonomi dan tingkat suku bunga kedepannya. Dari Kementrian Keuangan sendiri, mereka sudah merilis Green Book yang dimana isinya mengenai rincian proposal pajak yang akan dilakukan oleh Biden kedepannya. Green Book ini akan menjadi sebuah buku yang akan memiliki fungsi sebagai buku pendapatan untuk mendanai rencana tersebut. Beberapa informasi yang kami dapatkan, Biden tetap akan mengenakan pajak yang lebih besar kepada mereka yang berpenghasilan lebih dari $1 juta menjadi 43.4%, angka tersebut mencakup pajak tambahan 3.8% untuk the Affordable Care Act dari 23.8% angka pajak yang dimaksud. Proposal Biden senilai $753 miliar untuk pertahanan dalam rencana fiscal mendatang, juga meningkat sebesar 1.7%. Kenaikkan anggaran pertahanan juga mencuri perhatian karena menimbulkan banyak perdebatan. Namun kami menyakini, dengan jurus sakti kekuatan Partai Demokrat di DPR dan Senat, mereka akan menggunakan cara cepat apabila ternyata tidak ada titik temu terkait dengan proposal tersebut, sehingga memungkinan Partai Demokrat akan menjalankan proposal tersebut, baik untuk pembangunan infrastruktur, rencana pajak, maupun untuk pengeluaran social. Apa yang diperjuangkan oleh Partai Republik sebetulnya sesuatu yang baik pemirsa, karena mereka selalu memperingatkan tentang bahaya utang di masa yang akan datang. Oleh sebab itu kami melihat bahwa hal ini akan menjadi perdebatan yang serius, meskipun Demokrat tahu bahwa mereka unggul tipis terkait dengan diskusi tersebut. Namun pemulihan ekonomi harus tetap berjalan, dan sama seperti yang Powell sampaikan bahwa pemulihan ini tidak hanya bergantung oleh Bank Sentral, namun juga oleh Pemerintah. Total utang pemerintah akan tumbuh dari sebelumnya 102% di tahun ini akan menjadi 107% dari GDP pada anggaran tahun depan. Pelaku pasar dan investor khawatir bahwa ada potensi kenaikkan hutang negara mengalami kenaikkan, justru akan mengurangi minat pelaku pasar dan investor terhadap Amerika untuk menjadi tempat tujuan investasi. Namun ternyata Biden tidak sendirian menghadapi ini semua, karena Menteri Keuangan, Janet Yellen mengatakan bahwa proposal yang di bawa oleh Biden memiliki tanggung jawab secara fiscal yang baik. Yellen mengatakan bahwa memang benar pengeluaran akan meningkat, namun dengan pengeluaran tersebut akan mendatangkan pendapatan sehingga akan nantinya akan membuat deficit menjadi lebih rendah. Well, kita nantikan saja informasi dari Biden hari ini sehingga semua menjadi jelas pemirsa.

2.WOW BANGET!

Kementerian Perindustrian berencana memperpanjang masa berlaku kebijakan relaksasi PPnBM hingga 2022. Rencana tersebut hingga saat ini masih menjadi pembahasan secara internal oleh Kementrian Perindustrian dan belum diusulkan ke BKF. Selain itu, studi analisis perlu dilakukan Kemeperin sebelum mengusulkan perpanjangan masa berlaku program insentif PPnBM. Relaksasi PPnBm dijadwalkan berlangsung hingga akhir 2021. Program yang dimulai sejak 1 Maret ini dilakukan secara periodik per tiga bulan. Selama Maret hingga Mei, PPnBM dikenakan tarif 0%. Adapun, Juni–Agustus ditanggung 50%, sedangkan September sampai dengan Desember menjadi 25%. Program relaksasi PPnBM diberikan pada mobil-mobil berkapasitas 1.500 cc hingga 2.500 cc, yang diproduksi di Indonesia, serta memiliki pembelian komponen lokal minimal 60%. Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan ritel pada Januari hingga April 2021 naik 5,9% YoY menjadi 257.953 unit. Adapun, volume penjualan per bulan hampir mendekati level normal atau sekitar 80.000/bulan. Pulihnya penjualan ritel selama dua bulan terakhir dinilai belum cukup untuk menopang volume produksi. Sepanjang Januari hingga April, produksi kendaraan bermotor roda empat dan lebih turun 0,8% YoY menjadi 346.523 unit. Berdasarkan data dari Kementrian Keuangan, Tren penjualan mobil pun mengalami peningkatan sebesar 227% pada April 2021. Hal ini mengindikasikan tingginya antusias masyarakat terhadap fasilitas pajak penjualan barang mewah atau PPnBM. Tentu saja kami melihat bahwa daya beli yang selama ini sunyi, perlahan mulai bangkit kembali. Uang itu ada, tapi bagaimana cara pemerintah mendorong agar uang itu dibelanjakan. Ini yang selalu menjadi pokok persoalan untuk mendorong inflasi kita mengalami kenaikkan. Relaksasi tentu harus ada, tapi untuk memberikan alasan masyarakat untuk konsumsi ditengah situasi dan kondisi saat ini tentu membutuhkan alasan yang tepat. Dan sejauh ini kami melihat program ini mampu menambah daya konsumsi di masyarakat kedepannya.