ANALIS MARKET (07/01/2021) : Pasar Obligasi Berpotensi Melemah Terbatas
Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pasar obligasi masih mengalami penurunan, meskipun masih dalam rentang yang terbatas.
Pada akhirnya, deficit anggaran mencapai 956.3 triliun pada tahun 2020 atau setara dengan 6.09% dari GDP.
Deficit anggaran tidak begitu jauh dengan proyeksi pemerintah yang sebelumnya berkisar di 6.34%, namun level yang muncul kemarin juga sudah menjadi sebuah bukti merupakan level yang terburuknya sejak 2004 silam.
Sejauh ini, pendapatan negara sebesar Rp 1.63 T pada tahun 2020 dan hal tersebut mengalami penurunan sebesar 16.7%.
Untuk pendapatan dari sisi pajak sebesar Rp 1.07 T, dan itupun turun sebanyak 19.7%. Ibu Sri Mulyani juga mengatkan bahwa belanja negara mencapai Rp 2.58 T pada tahun 2020, atau naik sebanyak 12.2%.
Untuk perhitungan secara persentase, pendapatan negara mencapai 96.1% sedangkan pengeluaran mencapai 94.6% dari target yang ditetapkan.
Sejauh ini pemerintah masih memiliki amunisi sebanyak Rp 234.7 T sebagai dana yang tidak terpakai pada tahun 2020, dan sebagian nilainya yaitu Rp 50.9 T akan dipindahkan untuk anggaran 2021 sebagai pos dana pemulihan kesehatan dan perekonomian.
Turunnya pendapatan pajak, tentu akan menjadi perhatian tersendiri, dan hal tersebut berpotensi untuk kembali terjadi pada tahun 2021.
Meskipun kehadiran vaksin merupakan sesuatu yang sangat di nanti, namun pemulihan ekonomi masih dirasa tidak pasti.
Oleh sebab itu, kami melihat bahwa pemulihan yang sesungguhnya dapat dirasakan pada tahun 2022 mendatang, karena vaksin sendiri memiliki waktu selama 1 tahun untuk diberikan kepada masyarakat Indonesia.
Pemulihan yang tidak pasti inilah yang membuat investor asing masih enggan untuk masuk ke dalam pasar obligasi dalam jumlah yang besar.
Fokus utamanya adalah menjaga sentiment positive untuk tetap hadir di pasar agar investor asing mau berinvestasi kembali dalam surat utang.
Pertanyaannya sederhana, apakah kita siap untuk menatap tahun 2021 tanpa kehadiran investor asing? Tentu kita siap, karena masih ada Bank Indonesia disana yang menjaga asupan kebutuhan hutang Indonesia agar tetap terpenuhi.
Sejauh ini, penerbitan surat hutang dalam bentuk global bond akan mengambil porsi 15% dari total penerbitan hutang pada tahun 2021.
Lebih lanjut analis Pilarmas menilai, diperdagangan Kamis (07/1) pagi ini, pasar obligasi diperkirakan akan dibuka melemah dengan potensi melemah terbatas.
“Kami merekomendasikan wait and see,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Kamis (07/01/2021).
Adapun cerita hari ini akan kita awali dari;
1.PENGETATAN AKTIVITAS PSBB DAN DAMPAKNYA
Pemerintah Kembali melakukan pengetatan aktivitas guna mencegah penyebaran yang lebih massive dari pandemi virus corona di tanah air. Kebijakan ini berlangsung dari 11 Januari hingga 25 Januari 2021 di Jawa dan Bali. Adapun pembatasan yang diperketat antara lain membatasi WFO hanya menjadi 25% dan WFH menjadi 75%. Lalu kegiatan belajar mengajar dengan system online. Sektor esensial khusus kebutuhan pokok masih akan beroperasi 100% namun dengan protokol kesehatan. Pusat perbelanjaan alias mal boleh beroperasi sampai jam 19.00 WIB sementara restoran hanya 25% dan pemesanan makanan harus take away dan delivery. Sektor konstruksi masih tetap berjalan 100% dengan protokol kesehatan ketat. Rumah ibadah dibatasi hingga 50%. Fasilitas umum ditutup sementara dan moda transportasi diatur lebih jauh. Menanggapi sentiment tersebut, kami melihat hal ini berpotensi memberikan tekanan psikologis pada pergerakan harga saham khususnya emiten yang terdampak langsung seperti retail maupun restaurant. Namun melihat kebijakan tersebut tidak memperketat sector industry, kami melihat dampaknya tidak begitu besar mengingat saat ini masyarakat dan pengusaha sudah mulai shifting dari penjualan konvensional ke penjualan online yang dinlai dapat membantu turunnya pengunjung. Namun kebijakan tersebut berpeluang memberikan tekanan pada daya beli yang lebih rendah di bulan Januari dimana pengetatan memaksa masyarakat untuk lebih menahan diri untuk beraktivitas. Skema penurunan terburuk kami saat ini berada pada 5.850 – 5.950. Penurunan yang terjadi dapat dijadikan momentum pembelian dimana saat ini sentiment lebih mengarah ke positif. Membaiknya kinerja sektor manufaktur dinilai ikut menjadi pendorong penguatan IHSG dan juga nilai tukar rupiah. PMI Manufaktur Indonesia berhasil bangkit setelah penurunan terdalam selama 25 tahun terakhir dimana pengetatan aktivitas produksi memberikan tekanan yang cukup besar pada produksi. PMI Manufaktur pada Desember berada pada level 51,3. Angka tersebut meningkat dari angka November 50,6 serta menandai ekspansi selama 2 bulan berturut-turut. Putaran ekspansi dalam aktivitas manufaktur tentu membawa rasa optimis dimana industri manufaktur menyumbang 21% PDB nasional pada 2019. Hal tersebut memposisikan industri manufaktur sebagai industri paling penting di Tanah Air. Dalam beberapa bulan ke depan, stabilitas dari masuknya pesanan baru dan juga tercukupinya bahan baku menjadi faktor penting dalam menjaga pertumbuhan. Kami menilai stabilitas dari bahan baku dapat berpengaruh terhadap harga output dari suatu produk, sehingga apabila bahan baku dapat mengikuti jumlah permintaan, hal ini dinilai akan mampu mengiringi jalannya pertumbuhan industry manufaktur. Selain itu, sentiment positif dari pengembangan dan distribusi vaksin Covid-19 dinilai dapat meningkatkan kepercayaan konsumen, hal ini diharapkan sejalan dengan meningkatnya permintaan pasca vaksin terdistribusi. Efektivitas program vaksinasi di tahun 2021 dinilai dapat menjaga PMI nasional tetap berada di atas 50. Oleh sebab itu kami melihat penurunan yang terjadi saat ini merupakan sebuah salah satu alasan yang tepat untuk melakukan akumulasi beli kembali dengan target investasi jangka panjang. Namun tetap cermati setiap situasi dan kondisi yang terjadi saat ini, karena pasar akan mampu berubah dengan sangat cepat.

