ANALIS MARKET (17/6/2021) : Pasar Obligasi Berpotensi Melemah
Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pasar obligasi bergerak bervariatif kemarin (16/6), menanti pertemuan FOMC meeting yang keluar hari ini.
Kenapa disebut menanti?
Karena kalau kita lihat, pelaku pasar dan investor menaruh perhatian hanya terhadap obligasi jangka pendek. Sedangkan yang lain tidak diperhatikan, hal ini tentu kita anggap wajar, karena pelaku pasar dan investor mengantisipasi apabila gejolak dan volatilitas pasar meningkat hari ini karena keputusan oleh The Fed.
Pada akhirnya, The Fed telah menyampaikan bahwa mereka akan memulai pengurangan pembelian obligasi di pasar, sebagai tanda bahwa pemulihan ekonomi kian terjadi.
Dan seperti yang kita bahas sebelumnya, meskipun sekalipun fase taper tantrum belum dimulai, tapi anginnya akan terasa langsung ke pasar obligasi.
Dan seperti yang sudah kita duga sebelumnya, US Treasury pun mengalami kenaikkan dari sebelumnya 1.42% menjadi 1.59%, yang dimana tentu saja hal tersebut akan mendorong pasar obligasi hari ini mengalami kenaikkan yang akan dikuti dengan penurunan secara harga.
Kenaikkan imbal hasil pasar obligasi tidak bisa kita pungkiri, tapi sebagai sesuatu yang harus kita terima dan nikmati.
“Kami memperkirakan bahwa pembahasan akan lebih lanjut akan terjadi pada bulan Juli, puncaknya pada bulan August nanti, setidaknya kita mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai rencana pengurangan pembelian obligasi tersebut, sembari kita bersiap untuk menghadapinya dengan menyiapkan strategi yang matang. Mengurangi durasi obligasi menjadi salah satu cara untuk mengurangi volatilitas. Cermati setiap situasi dan kondisi yang ada ya! Pagi ini pasar obligasi diperkirakan akan dibuka melemah dengan potensi melemah. Kami merekomendasikan jual,” beber analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Kamis (17/6/2021).
Adapun cerita di hari Kamis ini akan kita awali dari;
1.AKHIRNYA SAAT ITU TIBA!
Pada akhirnya, cepat atau lambat, hari ini atau nanti, saat yang dinanti pasti akan tiba. Pada akhirnya, The Fed melalui Jerome Powell mengatakan bahwa para pejabat The Fed akan memulai diskusi terkait dengan rencana pengurangan pembelian obligasi yang selama ini digunakan untuk memberikan stimulus terhadap pasar. The Fed akan mempercepat langkah pengetatan kebijakan ditengah membuncahnya optimisme terkait dengan pasar tenaga kerja dan inflasi. The Fed juga merilis perkiraan yang menunjukkan bahwa The Fed mengantisipasi 2 kenaikkan tingkat suku bunga pada akhir 2023 atau lebih cepat dari yang diperkirakan banyak orang serta meningkatkan proyeksi inflasi untuk 3 tahun mendatang. Kenyataan harus diterima, data sudah tersedia, apa lagi yang kamu cari? Ini semua jelas bahwa vaksinasi telah berhasil membuat perbedaan. Powell mengatakan bahwa perekonomian telah membuat kemajuan. Dan Powell juga mengatakan, apabila anda mau, anda dapat menganggap pertemuan ini sebagai pertemuan yang berbicara tentang diskusi pengurangan nilai pembelian obligasi di pasar. Bank Sentral The Fed pada akhirnya masih mempertahankan tingkat suku bunganya untuk tidak berubah hingga 0.25% sejak March 2020 silam, dan masih tetap mempertahankan laju pembelian obligasi bulanannya senilai $120 miliar. Keputusan tersebut diambil dengan suara bulat. Keputusan The Fed yang begitu hawkish membuat US Treasury to the moon pemirsa, pasar saham down to earth! Ini merupakan sesuatu yang harus kita terima, karena pada akhirnya cepat atau lambat, kita lebih baik mengetahui kapan saat itu tiba, supaya kita dapat bersiap daripada tidak sama sekali. Proyeksi triwulanan dari The Fed menunjukkan bahwa 13 dari 18 pejabat setuju untuk menaikkan 1x tingkat suku bunga pada akhir tahun 2023 mendatang dan 11 pejabat melihat ada potensi 2x kenaikkan tingkat suku bunga pada tahun 2023 mendatang. 7 Pejabat mengatakan ada potensi bahwa mereka melihat ada potensi kenaikkan pada kuartal 1 pada tahun 2023 mendatang. Dan 7 pejabat pula yang mengatakan bahwa ada potensi pergerakan tingkat suku bunga bergerak pada awal 2022. The Fed sendiri menaikkan proyeksi mengenai inflasi hingga akhir 2023 mendatang. The Fed melihat bahwa proyeksi inflasi akan berada di kisaran 3.4% pada tahun 2021, naik dari sebelumnya yang hanya berada di 2.4%. Proyeksi inflasi pada tahun 2022 berada di kisaran 2.1% naik dari sebelumnya 2%, dan proyeksi inflasi pada tahun 2023 akan berada di kisaran 2.2% naik dari sebelumnya 2.1%. Perekonomian yang kembali di buka, tentu saja akan mendorong mobilitas bertambah yang mendorong adanya peningkatan aktivitas ekonomi yang akan mendorong permintaan akan bertambah lebih cepat. Oleh sebab itu pasokan harus dapat menyesuaikan terhadap permintaan. Powell mengatakan bahwa inflasi dapat berubah menjadi lebih tinggi dan lebih persisten daripada yang kita harapkan. Namun tingkat penggangguran di Amerika masih berada di kisaran 5.8% pada bulan May, ini yang harus di fokuskan untuk di benahi nantinya. Terkait dengan proyeksi pengangguran tentu saja, The Fed memberikan proyeksi pada Q4 2021 akan berada di kisaran 4.5% dan estimasi secara media untuk kuartal yang sama dalam setahun mengalami penurunan dari sebelumnya 3.9% menjadi 3.8%. Proyeksi pada tahun 2023 mendatang akan berada di 3.5%. Terkait dengan pengangguran, memang The Fed masih agak bimbang dan galau, namun mereka masih menyakini bahwa pasar tenaga kerja akan menjadi lebih kuat. The Fed belajar bahwa selama fase ekspansi ekonomi yang panjang, bahkan yang terpanjang dalam sejarah Amerika, pasokan tenaga kerja selama fase tersebut akan selalu melebihi ekspektasi. Terkait dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi sendiri di Amerika, The Fed melihat pertumbuhan ekonomi di Amerika akan terjadi sebesar 7% pada tahun ini, naik dari sebelumnya yang berada di 6.5%. Untuk tahun 2022 mendatang, proyeksi pertumbuhan ekonomi di perkirakan akan berada di 3.3%, dan proyeksi untuk tahun 2023 mendatang akan berada di 2.4%. Situasi dan kondisi saat ini menunjukkan bahwa The Fed percaya terkait dengan pemulihan ekonomi terjadi, proyeksi perekonomian yang dirubah mengalami kenaikkan memberikan indikasi bahwa pemulihan kian nyata dan terjadi saat ini. Meskipun ada beberapa data yang masih dalam situasi dan kondisi tidak begitu baik seperti tenaga kerja yang masih kurang ekspansif, tapi kami menyakini bahwa hal tersebut hanya tinggal menunggu waktu. Meskipun sebetulnya kebijakan perubahan pengurangan pembelian obligasi masih jauh, mungkin bisa terjadi Q1 2022, namun anginnya akan tetap terasa lebih awal pemirsa seperti yang kami katakan sebelumnya. Proyeksi The Fed yang lebih aggressive tidak menutup kemungkinan bahwa hal hal mengenai dengan pengurangan pembelian obligasi di pasar dan kenaikkan tingkat suku bunga dapat terjadi lebih cepat. US Treasury yang bereaksi lebih dulu naik lebih dari 1% dari sebelumnya 1.4% menjadi 1.59%. Fokusnya saat ini adalah, berarti dalam beberapa pertemuan The Fed mendatang, diskusi terkait dengan pembahasan mengenai rencana pengurangan pembelian obligasi dipasar akan semakin panas. Rencana besar itu tentu akan dibuat dengan memperhatikan dan mempertimbangkan dampak terhadap berbagai hal. Pertemuan The Fed pada bulan July nanti akan menjadi sebuah batu lompatan bagi pertemuan bulan August dimana FOMC meeting akan dihelat di Jackson Hole, Wyoming. Tempat ini merupakan salah satu tempat sacral dimana menjadi tempat The Fed untuk memberikan indikasi adanya perubahan kebijakan Powell bahwa proses tersebut akan terjadi dengan tertib, metodis, dan transparan yang menjadi bahan bagi kita semua bahwa komunikasi yang baik antara The Fed dan Bank Sentral di seluruh dunia akan terjadi dengan baik. Namun tentu gejolak terhadap pasar tidak bisa dihindari. Volatilitas akan kembali meningkat khususnya di pasar obligasi, apalagi setelah US Treasury mengalami kenaikkan hampir 1% lebih. Penyesuaian imbal hasil obligasi kita mungkin akan terjadi lebih awal sama seperti 2013 silam, kita berharap pelaku pasar dan investor harus lebih hati hati. Begitupun dengan pergerakan Rupiah yang berpotensi melemah karena adanya potensi capital outflow di pasar. Pasar saham juga tidak luput dari penurunan kala itu. Kami memperkirakan bahwa penurunan pada titik puncak akan terjadi pada bulan July menuju August, sebelum pada akhirnya mengalami kenaikkan pada bulan October mendatang.
2.DUA SISI
Memasuki Semester II tahun 2021, pemulihan ekonomi menjadi perhatian utama para pelaku pasar. Berdasarkan rilis data dari Menteri Perekonomian, hingga 11 Juni realisasi dana PEN telah mencapai Rp 219,65 triliun atau setara 31.4% dari pagu Rp 699.43 triliun. Angka tersebut naik secara kuartalan sebesar 78% dari Rp 123 triliun menjadi Rp 219.65 triliun. Dari total tersebut, dana untuk sector Kesehatan telah terserap sebesar 20.5% dari pagu Rp 172.84 triliun atau sebesar Rp 35 triliun. Angka ini tentu menjadi kekhawatiran dimana tolok pemulihan ekonomi berawal dari pemulihan Kesehatan. Sehingga program vaksinasi yang dipercepat menjadi harapan terhadap Herd Immunity. Melanjutkan dari data tersebut, untuk program perlindungan social, pemerintah telah mendistribusikan sebesar 43.2% dari pagu Rp 148.27 triliun atau sebesar Rp 64.04 triliun. Progres tersebut seiringan dengan program utama Kementrian Sosial yang dilanjutkan pada tahun 2021 yaitu program keluarga harapan atau PKH, bantuan pangan non tunai yaitu bantuan sembako, dan bantuan sosial tunai atau BST. Selanjutnya dari program prioritas telah terealisasi sebesar 29% dari pagu Rp 127.85 triliun atau sebesar Rp 37.10 triliun. Dukungan untuk UMKM telah terealisasi 21.5% dari pagu Rp 193.74 triliun atau sebesar Rp 41.73 triliun. Terakhir insentif usaha, pemerintah yang hingga saat ini telah terserap Rp41,37 triliun atau sebesar 72,9% dari yang dianggarkan Rp56,73 triliun. Upaya untuk mendorong pelaku usaha agar mampu bertahan pasca tekanan dari pandemic dinilai mampu menjadi penopang pertumbuhan ekonomi. Saat ini UMKM memiliki peran yang cukup signifikan pada pertumbuhan ekonomi Indonesia, berdasarkan data dari kementrian koperasi dan ukm yaitu sebesar 64.34%. Dengan bertumbuhnya segmentasi UMKM dinilai dapat menyerap tenaga kerja dimana UMKM berperan dalam penyerapan tenaga kerja terbesar yaitu 89.2%, sehingga hal ini dapat menjadi faktor fundamental yang mendasar apabila pemulihan ekonomi menjadi fokus pemerintah saat ini. Kami menilai porsi kredit UMKM dari perbankan nasional harusnya mencapai 30 hingga 40%, hal tersebut seiringan dengan survey yang dilakukan oleh ILP dimana 90% UMKM mengalami tekanan keuangan selama pandemic dan sebesar 70% UMKM mengharapkan bantuan dalam bentuk kredit modal kerja. Artinya, porsi kredit dan stimulus pemerintah menjadi sangat penting dimana multiplier effect-nya cukup luas. Ditengah pemulihan ekonomi yang terjadi di Indonesia, resiko masih menghantui dengan adanya kenaikkan angka Covid 19 yang signifikan. Apabila kenaikkan ini tidak dikendalikan dengan baik, maka berpotensi untuk menganggu proyeksi pertumbuhan ekonomi kedepannya. Pengendalian yang masih belum maksimal, membuat kenaikkan angka Covid 19 terjadi, sehingga tentu harapannya kedepannya meskipun mobilitas masyarakat bertambah diikuti dengan naiknya aktifitas ekonomi, implementasi dan ketegasan dalam menjalan protocol kesehatan tetap dijalankan oleh pemerintah, jangan dibiarkan begitu saja seperti seolah olah Corona sudah tidak ada. Corona itu ada dan nyata, mau perekonomian berjalan, tentu penegakan terkait dengan protocol kesehatan harus dijalankan bukan dibiarkan. Kalau sudah begini, siapakah yang akan disalahkan?

