ANALIS MARKET (04/3/2021) : IHSG Berpeluang Bergerak Menguat Terbatas
Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pada perdagangan hari Rabu, 03/03/2021 kemarin, IHSG ditutup menguat sebesar 17 poin atau sebesar 0.28% menjadi 6.376. Sektor aneka industri, keuangan, pertambangan, infrastruktur bergerak positif dan menjadi kontributor terbesar pada kenaikan IHSG kemarin. Sementara investor asing mencatatkan pembelian bersih sebesar 521 miliar rupiah.
Adapun cerita hari ini akan kita awali dari;
1.KEPOIN OBLIGASI
Lagi lagi, setelah tadinya sudah mulai tenang, US Treasury kembali mengalami kenaikkan kemarin. Meskipun sebelumnya sempat turun, tapi tampaknya pasar obligasi masih mencari perhatian pelaku pasar dan investor. US Treasury kembali mengalami kenaikkan, yang dimana sebagai bagian dari naiknya ekspektasi inflasi 5 tahun melebihi 2.5%. Ketika ekspektasi merebak di pasar, tentu saja para pelaku pasar dan investor khawatir bahwa perekonomian lebih cepat pulih dari yang diperkirakan namun tidak diikuti oleh inflasi dan ketenagakerjaan yang memadai. Sehingga diperkirakan apabila hal tersebut dipaksakan, perekonomian akan rapuh karena fundamental tidak cukup kuat untuk mendukung. US Treasury 10y kembali mengalami kenaikkan, namun tidak banyak, masih dibawah 1.5%. Namun permasalahannya bukan lagi US Treasury, tapi ekspektasi akan inflasi dalam kurun waktu 5 tahun mengalami kenaikan mencapai 2.5%, dan ini merupakan pertama kalinya ekspektasi inflasi mengalami kenaikkan sejak 2008 silam, yang dimana kala itu, juga didorong oleh kenaikkan harga minyak. Pertanyaannya sederhana pemirsa, kenapa sih itu ekspektasi inflasi pakai acara mengalami kenaikkan begitu? Karena nih ya, Joe Biden, Presiden Amerika kemarin memberikan pengumuman bahwa vaksin harus tersedia CUKUP untuk semua masyarakat Amerika yang berusia kategori dewasa pada akhir May nanti. Tentu saja, karena Presiden menginginkan vaksin harus tersedia, berarti itu artinya aktivitas perekonomian akan kembali pulih meskipun belum berada di level sebelum pandemic. Tidak hanya itu saja lho, Biden juga mengatakan akan memoderasi rancangan stimulusnya agar dapat memenangkan hati semua orang supaya dapat mendukung Rancangan Undang Undang tersebut. Nah kedua hal ini yang menjadi alasan bagi US Treasury mengalami kenaikkan pemirsa. Saat ini kami melihat akan akan pertarungan besar abad ini dengan situasi dan kondisi sebagai berikut. Ekspektasi inflasi naik, yang mendorong US Treasury jangka pendek mengalami kenaikkan. Namun inflasi sesungguhnya di dunia nyata belum pulih, dimana pasar ketenagakerjaan belum terbentuk sempurna. Haruskah suku bunga naik untuk menyesuaikan ataukah The Fed akan menjaga pasar tetap stabil, dan memperlambat momentum pemulihan sehingga pemulihan perekonomian dapat pulih sesuai dengan waktunya. Karena apabila perekonomian pulih sebelum waktunya, dengan data inflasi dan ketenagakerjaan tidak mendukung, ini hanya akan menjadi sebuah lagu pemirsa, rapuh. Meskipun tentu kita harus percaya, bahwa The Fed berjanji untuk menjaga imbal hasil untuk tetap rendah karena mereka memiliki semua tools yang dibutuhkan. Pertanyaannya sederhana, kapan dikeluarkan? Selama The Fed menyakini bahwa kenaikkan ini hanya sementara, kenapa harus dikeluarkan? Tapi apabila keterlaluan, mereka pasti akan mengeluarkan jurus sakti. Volatilitas di pasar obligasi masih akan sangat tinggi, oleh sebab itu kehati hatian akan menjadi salah satu yang harus diperhatikan. Apabila penurunan kemarin hanya membuat imbal hasil obligasi naik lebih tinggi, maka kita juga harus bersiap. Namun focus utamanya adalah mengubah trend jangka pendek terlebih dahulu agar dapat terlihat bahwa US Treasury mengalami penurunan. Ditengah kepanikkan yang melanda pasar, para pembuat kebijakan di Bank Sentral Eropa tetap terlihat tenang. Mereka mengatakan bahwa mereka telah mengelola resiko ekonomi di kawasan euro dengan melakukan intervensi verbal termasuk didalamnya berjanji untuk mempercepat pembelian obligasi apabila jika hal tersebut diperlukan. Kami suka yang seperti ini pemirsa, tidak perlu takut, tidak perlu khawatir, karena sebagai Bank Sentral yang memiliki kebijakan moneter tentu mereka memiliki semua tools yang dimiliki untuk mengintervensi obligasi. Anggota Dewan Bank Sentral Eropa mengatakan bahwa tidak perlu untuk melakukan tindakan drastis seperti meningkatkan program pembelian obligasi darurat mereka yang dimana sebelumnya senilai 1.85 triliun euro atau $2.24 triliun. Para pejabat di Bank Sentral Eropa sejauh ini belum akan meningkatkan pembelian obligasi, dan mereka masih akan sesuai dengan jadwal mereka. Dan Bank Sentral Eropa tidak akan bereaksi apabila ternyata kenaikkan imbal hasil obligasi naik tidak beralasan. Menurut kami sih bukannya tidak beralasan pemirsa, tapi curi curi perhatian. Wakil Presiden Bank Sentral Eropa, Luis De Guindos dan Presiden Bundesbank Jens Weidmann mengatakan bahwa pelaku pasar dan investor tidak perlu khawatir. Toh kata mereka kenaikkan imbal hasil berasal dari Amerika, dimana ada prospek stimulus fiscal besar besaran yang dimana tujuannya untuk memperkuat perekonomian yang memberikan dampak terhadap kenaikkan ekspektasi inflasi. Namun dia lupa pemirsa, imbal hasil obligasi yang naik adalah negara nomor 1 di dunia yang tentu saja memberikan dampak multiplier effect kepada negara negara yang lain yang berada dibawahnya. Tapi yang memberikan ketenangan bagi pelaku pasar dan investor meskipun Bank Sentral Eropa cuek bebek, tapi mereka mengatakan jangan khawatir wahai investor. Bank Sentral Eropa siap kok untuk menyesuaikan kecepatan pembelian obligasi apabila hal tersebut diperlukan karena Bank Sentral Eropa sendiri ingin mempertahankan situasi dan kondisi pembiayaan yang menguntungkan untuk sector non keuangan, tidak hanya cost pembiayaan untuk pemerintah. Meskipun Bank Sentral Eropa tetap tenang dan belaga keren gitu ya, namun beberapa pejabat di Eropa seperti Gubernur Bank of Spain pun cukup khawatir. Dirinya mengatakan bahwa Bank Sentral harus bertindak lebih kuat apabila imbal hasil obligasi mulai mengalami kenaikkan, untuk menghindari kenaikkan tingkat suku bunga yang terlalu dini. Seperti yang kami katakan pemirsa, akan menjadi rapuh apabila ternyata tidak diikuti dengan fundamental yang baik. Untuk dari Bank Sentral Eropa sendiri, Presiden Bank Sentral Eropa Christine Lagarde mengatakan bahwa dirinya akan memantau dengan cermat terkait dengan kenaikkan imbal hasil obligasi tersebut. Meskipun sebetulnya kami berharap Oma Lagarde dapat memberikan pesan yang lebih spesifik kepada pasar akan tindakan Bank Sentral Eropa kedepannya.
2.PRO DAN KONTRA
Rencana pemerintah dalam mengatur pelaku usaha minuman keras di tanah air menuai pro dan kontra dari berbagai pihak. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No.10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Regulasi ini merupakan turunan dari UU No.11/2020 tentang Cipta Kerja. Pemerintah mengatur empat klasifikasi minuman keras yang masuk dalam daftar bidang usaha dengan sejumlah persyaratan. Pertama, industri minuman keras mengandung alkohol. Kedua, minuman keras mengandung alkohol berbahan anggur. Dua kategori untuk penanaman modal baru hanya dapat dilakukan di Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan kearifan lokal. Penaman modal tersebut ditetapkan oleh BPKM berdasarkan usulan gubernur. Ketiga, perdagangan eceran minuman keras dan beralkohol. Keempat, perdagangan eceran kaki lima minuman keras atau beralkohol. Adapun, jaringan distribusi dan tempat penjualan miras harus disediakan secara khusus. Namun kemudian kebijakan itu menuai protes dari berbagai kalangan. Presiden Joko Widodo kemudian mencabut lampiran Perpres No.10/2021 terkait pembukaan investasi baru bagi industri minuman yang mengandung alkohol. Jokowi menyatakan keputusan itu dilakukan setelah pemerintah menerima masukan dari ulama-ulama seperti dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah serta ormas-ormas lainnya serta para tokoh agama. Sementara itu dari sisi konsumsi, ternyata industri minuman alkohol di Indonesia terbilang sangat rendah dan bahkan terkecil di Asia. Berdasarkan data Balitbangkes dari total penduduk Indonesia hanya ada 2% yang menjadi konsumen minuman alkohol. Angka itu setara dengan 1 mililiter per 1 orang penduduk. Plt. Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kementerian Perindustrian Edy Sutopo juga mengatakan bahwa produksi minol pada 2016 sebesar 283,9 juta liter dan hanya meningkat sekitar 9% dalam tiga tahun menjadi 315,41 juta liter pada 2019. Rerata utilisasi pabrikan minuman alkohol pada 2019 pun masih rendah, atau hanya pada level 51%. Artinya, tanpa investasi baru kapasitas industry masih bisa ditingkatkan untuk memenuhi bila ada kenaikan permintaan.
“Berdasarkan analisa teknikal, kami melihat saat ini IHSG memiliki peluang bergerak menguat terbatas dan ditradingkan pada level 6.329 – 6.428. Hati hati ya pemirsa, karena arus masih akan berubah dengan cepat. Apa yang naik, mungkin bisa menjadi penurunan,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Kamis (04/3/2021).

