ANALIS MARKET (01/02/2021) : Obligasi Jangka Pendek Direkomendasikan Beli

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pasar obligasi mulai mengalami kenaikkan secara harga yang ditimbulkan akibat penurunan IHSG yang dapat kita katakana dalam kondisi panik.

Sebetulnya, memang penurunan IHSG kali ini didominasi oleh tingginya ekspektasi dan harapan akan pemulihan ekonomi.

Ketika pemerintah dan IMF memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia, tentu saja perekonomian Indonesia menjadi galau yang membuat pelaku pasar dan investor pada akhirnya melepas kepemilikkan sahamnya, dan mulai beralih kepada pasar obligasi.

Tidak hanya tingginya ekspektasi dan harapan, tingginya kenaikkan harga pasar saham membuat harga saham harus kembali ke harga fundamentalnya.

Ini yang membuat pelaku pasar dan investor harus tetap menjaga kinerja portfolionya dengan masuk kedalam pasar obligasi.

Meskipun demikian, memang penurunan harga obligasi sudah sangat dalam juga, sehingga harus mengalami kenaikkan. Momentum ini yang akan dijadikan sebuah tolok ukur baru bagi pelaku pasar dan investor untuk masuk ketika harga obligasi mulai beranjak mengalami kenaikkan.

Apa yang harus dilihat saat ini adalah sejauh mana pelaku pasar dan investor tetap memasukkan portfolio obligasi sebagai sebuah pilihan investasi tatkala saham terus menerus menjanjikan sebuah kenaikkan?

Nah seperti biasa, menjelang lelang kali ini biasanya harga obligasi tidak akan bergerak kemana-mana. Malah justru cenderung mengalami pelemahan untuk mendorong imbal hasil mengalami kenaikkan.

Lebih lanjut analis Pilarmas menilai, diperdagangan Senin (01/02) pagi ini, pasar obligasi diperkirakan akan dibuka bervariatif dengan rentang pergerakan 35 – 55 bps.

Data inflasi akan mencuri perhatian diikuti dengan adanya pertemuan Bank Sentral India pada hari Jumat mendatang. Apabila mereka memangkas tingkat suku bunganya, bukan tidak mungkin kelak Bank  Indonesia juga akan melakukan hal yang sama.

“Kami merekomendasikan beli obligasi jangka pendek hingga prospek perekonomian menjadi lebih jelas pada kuartal ke-2,” jelas analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Senin (01/02/2021).

Adapun cerita di awal pekan ini akan kita awali dari;

1.BULAN CINTA

Pekan terakhir bulan Januari cukup menurunkan optimisme pelaku pasar dalam negeri dimana IHSG mencatatkan penurunan sebanyak 6 hari berturut – turut tanpa jeda. Sentimen terhadap perpanjangan PPKM menurunkan kepercayaan diri pelaku pasar terhadap pertumbuhan ekonomi di kuartal I 2021 ini. Selain itu, keputusan Bank Indonesia untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan menurunkan ekspektasi investor dimana ruang dari suku bunga acuan dinilai masih memiliki celah. Hal ini mengacu pada strategi Fed yang masih dovish terhadap perekonomian Amerika. Inflasi yang masih berada di bawah target menahan adanya kenaikan suku bunga acuan. Masih rendahnya inflasi dan proyeksi deficit transaksi neraca berjalan 2021 dinilai akan mendorong Bank Indonesia untuk lebih cenderung menjalankan kebijakan moneter yang akomodatif serta bauran kebijakan makroprudensial. Kami melihat suku bunga rendah saat ini masih dibutuhkan guna mendorong sector riil untuk dapat ekspansi, sehingga pemulihan ekonomi dalam negeri dapat lebih cepat terealisasi. Mengawali pekan pertama Februari kali ini investor akan terfokus pada rilis data manufacturing PMI yang diproyeksikan lebih rendah dari bulan Desember. Tidak hanya itu saja pemirsa, di bulan yang penuh cinta ini, banyak data penting yang harus kita amati, tidak hanya dari Indonesia tapi juga dari berbagai belahan dunia lainnya yang akan menjadi trigger pergerakan pasar kedepannya. Mengetahui ombaknya lebih baik daripada berlayar hanya mengandalkan angin. Yuk kita mulai, dari Indonesia seperti biasa tadi kita sudah menyampaikan data Manufacturing PMI, tidak luput perhatian yang menjadi focus utamanya adalah inflasi dan inflasi inti yang kami melihat secara proyeksi justru ada potensi penurunan pada bulan January lalu. Tentu ini menjadi perhatian bersama, bahwa ternyata kenaikkan pada bulan December tidak diikuti kenaikkan pada bulan January ini. Hal ini memberikan sebuah gambaran bahwa Covid 19 masih memberikan kekhawatiran bagi pelaku pasar dan investor dalam melakukan konsumsi, sehingga masyarakat pada umumnya lebih memilih menunda konsumsi tersebut yang tentunya akan berdampak kepada pertumbuhan ekonomi kedepannya. Dibulan yang penuh cinta ini, yang akan menjadi focus perhatian setelah inflasi adalah data cadangan devisa yang akan diikuti oleh data pertumbuhan ekonomi kuartal ke 4 yang kami perkirakan akan berada di area negative, diikuti dengan tingkat pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020 yang berada di kisaran -1.85% - -2.10%. Tentu ini menjadi sebuah gambaran memang yang tidak bisa pungkiri bahwa ternyata Covid memberikan tekanan yang cukup terasa terhadap perekonomian Indonesia. Tentu harapannya adalah bahwa di tahun 2021, perekonomian dapat mengalami rebound setidaknya berada di kisaran 4% - 4.5%, meskipun target pemerintah berada di kisaran > 4.5%. Bagi kami memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat untuk melakukan konsumsi ditengah masa pandemic merupakan salah satu hal yang seharusnya menjadi perhatian agar dapat mendorong tingkat konsumsi saat ini. Inflasi yang rendah, membuat kami semakin yakin bahwa Bank Indonesia memiliki ruang yang lebih besar untuk menurunkan tingkat suku bunga sebesar 25 – 50 bps disepanjang tahun ini. Setelah jalan jalan dari Indonesia, dari Amerika tidak kalah penting yang harus kita perhatikan adalah, PMI Manufacturing, Composite, dan Services. Ini akan menjadi tolok ukur sejauh mana perekonomian Amerika mengalami kemajuan. Factory Orders dan Durable Goods Orders juga merupakan salah satu yang dinantikan karena memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Amerika ditambah dengan Unemployment Rate. Setelah melihat patung Liberty, kali ini kita mampir ke Eropa yang dimana ada data yang sama yaitu PMI Manufacturing, Services, dan Composite. Namun yang akan menjadi pusat perhatian adalah , Unemployment Rate serta data pertumbuhan ekonomi kuartal ke 4 serta secara tahunan. Karena Covid 19 dan Brexit memberikan tekanan terhadap perekonomian Zona Eropa, kami melihat ada kemungkinan negative yang cukup dalam terkait dengan perekonomian Eropa. Tidak hanya data pertumbuhan ekonomi, tapi data inflasi juga menjadi perhatian. Secara MoM mengalami penurunan namun secara YoY ada potensi kenaikkan. Penjualan Ritel di Eropa juga akan memberikan pengaruh terhadap pasar kedepannya. Setelah puas jalan jalan di China, kita mampir ke negeri Panda. Sama seperti beberapa negara sebelumnya, Caixin China PMI Manufacturing, Composite, dan Services akan mencuri perhatian ditambah dengan adanya data cadangan devisa. Setelah dari China, kita mampir ke Jepang yang dimana ternyata di negeri para samurai, terdapat banyak data yang kita nantikan. Data mengenai PMI juga mencuri perhatian, namun Vehicle Sales juga dapat diperhatikan. Namun yang terpenting adalah adanya informasi mengenai Current Account Deficit yang memberikan kita gambaran sejauh mana perekonomian Jepang dapat bertahan. Yap, kurang lebih kira kira itu yang akan kita nantikan, namun sebelum tour berakhir, ada pertemuan Bank Sentral India yang akan di helat pada tanggal 5 mendatang. Sejauh ini kami yakin tidak akan mengubah tingkat suku bunga yang ada saat ini, namun akan memberikan sebuah harapan.