ANALIS MARKET (18/5/2020) : Pasar Obligasi Diperkirakan Bergerak Variatif

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pasar obligasi masih mengalami kenaikkan meskipun agak rentan dengan penurunan. Tapi sejauh ini masih berusaha untuk mencatatkan penurunan imbal hasil untuk obligasi 10y hingga ke area 7.50% – 7.75%.

“Sejauh ini, kami melihat bahwa pasar obligasi masih akan terus mencoba untuk mengalami penurunan secara imbal hasil, namun akan terbatas dan sementara. Oleh sebab itu, hati-hati dan cermati setiap sentimen merupakan yang penting saat ini,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Senin (18/5/2020).

Fokus berikutnya, dalam 3 hari kedepan adalah mengikuti lelang yang diadakan hari ini (18/5), dan seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, mungkin kali ini PBS 23 akan menjadi primadona dengan tingkat kupon yang tinggi, ditambah dengan volatilitas yang rendah, mungkin akan menjadi pilihan yang lebih baik untuk mengisi portfolio jangka pendek.

Tentu ini akan menjadi saingan tersendiri bagi obligasi konvensional 10y yang hanya memiliki kupon 7%.

Selain dari sisi kupon yang menarik, obligasi jangka pendek akan menjadi pengurang volatilitas saat ini yang dibutuhkan oleh pelaku pasar dan investor. Lelang kali ini kami melihat ada potensi yang cukup besar bagi total penawaran yang masuk mungkin akan membuat hati sumringah. Pasalnya, selain lelang yang diadakan hari ini, pada hari Rabu nanti, Bank Sentral Indonesia akan mengadakan pertemuan loh.

Ada gossip yang berhembus bahwa tingkat suku bunga Bank Indonesia mungkin akan kembali diturunkan sebesar 25 bps.

Meskipun kami belum melihat ada kepentingan yang mendalam terkait dengan hal ini, sehingga kami berfikir bahwa penurunan yang terlalu cepat juga akan sia sia. Apalagi volatilitas masih cukup tinggi, sehingga hal ini mungkin akan membuat peluang Bank Indonesia 50:50 saat ini.

Namun angin sorga inilah yang akan menggerakan pasar obligasi dalam 3 hari kedepan, khususnya akan menggoyangkan lelang hari ini agar lebih menarik.

Well, dengan adanya pemangkasan tingkat suku bunga sebesar 25 bps, tentu saja harga obligasi akan berpotensi untuk mengalami kenaikkan. Hal ini yang akan dimanfaatkan oleh pasar, oleh sebab itu kami melihat ada potensi yang cukup besar bagi imbal hasil obligasi 10y untuk berada di area 7.50% hingga 7.75%.

Lebih lanjut analis Pilarmas menilai, diperdagangan Senin (18/5) pagi ini, pasar obligasi diperkirakan akan dibuka bervariatif, hingga lelang yang diadakan usai.

Tentu kami mengharapkan total penawaran yang masuk hari ini bisa lebih dari biasanya, sehingga memberikan sentimen positif terhadap pasar obligasi agar dapat melanjutkan penguatan. Dengan target hanya IDR 7T, bukan tidak mungkin akan diserap sesuai dengan jumlahnya.

Adapun cerita di awal minggu ini, akan kita awali dari;

1.THE FED MEMBUNYIKAN LONCENG

Untuk kesekian kalinya, The Fed kembali mengeluarkan sebuah peringatan yang cukup keras pada hari Jumat kemarin. The Fed mengatakan bahwa harga saham dan asset lainnya mungkin akan mengalami penurunan yang cukup signifikan ji ka wabah virus corona semakin lama terjadi, dan tentu menjadi semakin dalam, sehingga membuat sector industry akan terpukul, salah satunya adalah property. The Fed membuat pernyataan mengenai kestabilan keuangannya dalam 2x setahun, dimana dalam laporannya The Fed juga mengatakan bahwa resiko terhadap system perbankan di Amerika dan ekonomi yang lebih luas telah meningkat. Laporan tersebut juga mengatakan bahwa Bank Sentral akan terus melakukan intervensi di pasar. The Fed mengatakan bahwa harga asset tetap rapuh terhadap penurunan harga yang signifikan jika wabah virus corona kembali memunculkan sesuatu yang tidak terduga sehingga membuat ekonomi mengalami kejatuhan, sehingga resiko keuangan kembali mengalami peningkatan. Dan property menjadi salah satu dampak yang terpukul terhadap wabah virus corona ini. Sejauh ini pasar merespon cukup baik apa yang dilakukan The Fed dengan terus memberikan likuiditas dipasar, namun resiko masih sangat besar apabila pembuat kebijakan fiscal dan moneter tidak terus bertindak dan mengimbangi setiap resiko yang muncul. Dukungan fiscal tambahan sangat diperlukan, namun akan menjadi sia sia apabila tingkat kerusakan yang dihasilkan oleh wabah virus corona lebih parah khususnya dalam ekonomi jangka panjang dan akan membuat pemulihan menjadi semakin lama. Sejauh ini usaha yang telah dilakukan oleh The Fed cukup banyak, mulai dari memangkas tingkat suku bunga mendekati nol, membeli hampir sekitar $ 2 triliun surat utang, dan memberikan rencana untuk 9 program pinjaman darurat, dan sejauh ini sudah ada 5 yang berjalan. Tidak hanya itu saja, The Fed juga menjaga likuiditas dollar dengan memberikan swap kepada Bank Sentral Asing dan pembelian surat utang. Kami melihat bahwa sejauh ini apa yang dilakukan oleh The Fed sudah sangat baik dalam hal jangka pendek, kami berharap The Fed juga tengah memperhitungkan resiko solvabilitas. Apabila kedua hal ini dapat terjaga dengan baik, maka menghadapi wabah virus corona pun sudah dapat dipastikan lebih kuat dan lebih tahan terhadap goncangan. The Fed meyakini bahwa proses pemulihan dapat berlangsung hingga akhir tahun depan, dan juga sangat bergantung tentang pengiriman vaksin dalam mempercepat proses kesembuhan. Kami juga sudah lama tidak mendengar kabar dari Gilead Sciences yang mengatakan akan mengirimkan obat obatan tersebut pada hari Jumat 2 minggu yang lalu. Yang menjadi pertanyaan adalah, pernyataan mengenai vaksin tersebut yaitu remsidivir hanyalah sebagai umpan untuk menjaga penurunan harga saham global dikala data pertumbuhan ekonomi Amerika diumumkan, atau memang obatnya sudah tersedia? Well apapun itu, marilah kita berharap yang terbaik bagi Gilead dalam setiap usaha terbaik mereka untuk mengumumkan vaksin terhadap virus tersebut. The Fed mengatakan bahwa apabila kita tidak memasukkan variabel wabah virus corona gelombang kedua, maka The Fed melihat bahwa ekonomi akan pulih pada paruh kedua tahun ini. Dan agar ekonomi dapat pulih sepenuhnya, masyarakat harus percaya diri dan menunggu kedatangan vaksin tersebut. The Fed juga mengatakan bahwa mereka saat ini sedang berhati hati terhadap jangka waktu pemulihan, karena menurut pengamatan mereka, ekonomi belum tentu akan akan pulih dalam waktu yang singkat yang kita kenal dengan sebutan V-Shaped. Ekonomi tentu akan pulih, namun tidak ada seorang pun yang tahu kapan itu akan terjadi. Powell juga menambahkan bahwa saat ini untuk anda semua, jangan terlalu bertaruh terhadap ekonomi Amerika, baik itu jangka menengah atauupun jangka panjang. Kami hanya khawatir bahwa pernyataan pertanyaan seperti ini akan menjadi beban untuk pasar tatkala pasar membutuhkan sentimen positif untuk menopang dari penurunan. Sejauh ini pelaku pasar dan investor akan melihat penguatan, namun kami khawatir itu hanya sementara. Tetap berhati hati terhadap setiap sentiment.

2.SITUASI DALAM NEGERI

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca dagangan Indonesia di April defisit US$ 350 juta. Namun sepanjang Januari-April, neraca dagang masih mencatatkan surplus US$ 2,25 miliar. Kinerja ekspor pada bulan April 2020 lalu benar-benar terpukul oleh wabah corona. Kepala BPS, Suhariyanto, mengatakan kinerja ekspor pada bulan April 2020 sebesar USD12,19 miliar. Jika dibandingkan bulan Maret 2020 (month to month / mtom) mengalami penurunan sebesar 13,33 persen dari USD14,07 miliar menjadi USD12,19 miliar. Sementara jika dibandingkan periode April 2019 (year on year / yoy) mengalami penurunan 7,02 persen dari USD13,11 miliar. Hal itu ditunjukkan dengan turunnya persentase ekspor seluruh sektor. Tercatat sektor migas, pertanian, industri pengolahan dan juga sektor tambang semuanya anjlok jika dibandingkan dengan periode yang sama. Selanjutnya, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengungkapkan penurunan nilai impor pada April 2020 perlu diwaspadai. Sebab, penurunan itu bisa berdampak besar bagi perekonomian nasional. BPS mencatat nilai impor sebesar Rp 12,54 miliar selama April 2020. Angka tersebut turun 6,10% dibandingkan Maret yang mencapai US$ 13,35 miliar, bahkan turun 18,58% jika dibandingkan pada April 2019 yang sebesar US$ 15,40 miliar. Tentunya komposisi penurunan impor perlu diperhatikan dan waspadai, karena dilihat dari penggunaan barangnya lumayan menurun, seperti barang konsumsi yang turun 16,57% dibandingkan April 2019, begitu juga bahan baku penolong maupun barang modal yang masing-masing turun 19,13% dan 17,11% dibandingkan April tahun lalu. Penurunan impor bahan baku dan barang modal ini memiliki kontribusi besar terhadap komponen pembentukan ekonomi nasional, dalam hal ini sektor industri, perdagangan, dan investasi.

“Kami merekomendasikan ikuti lelang hari ini dengan PBS 23 sebagai target utamanya,” sebut analis Pilarmas.