ANALIS MARKET (20/9/2019) : Pasar Obligasi Diproyeksi Bergerak Variatif dengan Potensi Menguat
Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pasar obligasi bereaksi bervariatif kemarin (19/9), ditengah pengumuman penurunan tingkat suku bunga kemarin.
Sebuah respon yang tidak kami duga sebelumnya, karena seharusnya implikasi tersebut merupakan sesuatu yang positif.
Namun pasar obligasi sepertinya masih lebih khawatir daripada senang, sehingga kami melihat penurunan ini merupakan lebih kepada rasa khawatir akan perekonomian global dan keyakinan investasi terhadap Indonesia untuk saat ini. Apakah harganya sudah price in sebelumnya?
Mungkin saja, tapi kami melihat pergerakan pasar obligasi dalam 1 minggu terakhir, sebelum ada keputusan Bank Indonesia, harga obligasi masih biasa biasa saja.
“Sehingga kami melihat bahwa sentimennya lebih kepada iklim investasi, sentiment perlambatan ekonomi global,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Jumat (20/9/2019).
Lebih lanjut, analis Pilarmas menilai, dipedagangan Jumat (20/9) pagi ini pasar obligasi juga diperkirakan akan bergerak bervariatif dengan potensi menguat.
Mengawali akhir pekan ini, kita mulai dari pertemuan Bank of Japan yang kemarin (19/9), masih belum mengubah tingkat suku bunganya. Bank of Japan mengatakan bahwa resiko perlambatan ekonomi global kian meningkat, bahkan momentum inflasi juga menghilang.
Tapi sisi baiknya adalah, Bank Sentral Japan menegaskan bahwa mereka tidak akan ragu untuk mengambil langkah langkah pelonggaran tambahan jika diperlukan.
Gubernur Kuroda mengatakan kepada pembuat kebijakan bahwa Bank Sentral Japan telah melakukan pelonggaran ketimbang pada bulan July lalu.
Kuroda juga membantah bahwa Bank Sentral Japan tidak memiliki ruang untuk bergerak, justru Bank Sentral Japan memiliki ruang yang lebih banyak daripada Bank Sentral Eropa. Kuroda juga menambahkan bahwa tidak akan ada tindakan untuk saat ini, karena momentum inflasi tampaknya masih belum hilang sepenuhnya.
Bank Sentral Japan akan kembali menguji dan melihat perkembangan ekonomi kedepannya pada October 30 – 31, dimana laporan triwulan telah dirilis. Kuroda mengatakan bahwa tidak ada perubahan besar dalam kerangka kebijakan yang dibutuhkan saat ini.
Dan yang terakhir adalah bahwa Bank sentral Japan tidak akan membiarkan imbal hasil turun untuk waktu yang lama.
Dibawah kendali imbal hasil saat ini, kami akan melakukan penyesuaian yang diperlukan untuk pembelian Obligasi Pemerintah, sehingga kurva imbal hasil akan sesuai.
Kami melihat bahwa Bank Sentral Japan masih dalam posisinya untuk saat ini, karena memang tidak perlu ada pelonggaran lebih lanjut.
Dari dalam negeri, Bank Indonesia akhirnya memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis menjadi 5.25%.
Pertumbuhan kredit yang melambat pada Juli 2019 menjadi salah satu faktor guna melancarkan stimulus dari kebijakan moneter.
Perlambatan kredit pada Juli dipengaruhi dari terbatasnya permintaan kredit korporasi.
Namun BI tetap optimis kredit pada akhir 2019 akan tumbuh 10 – 12%. Selain itu, BI juga sepakat untuk memberikan kelonggaran pada kredit property dan otomotif guna mendorong pertumbuhan permintaan.
LTV kredit property turun dari 20% menjadi 15%, sedangkan untuk kendaraan bermotor roda dua dibagi menjadi dua yaitu bagi yang memenuhi kriteria NPL maka menjadi 15% dari 20%, sedangkan yang tidak memenuhi kriteria NPL menjadi 20% dari sebelumnya 25%.
Sedangkan untuk kendaaraan roda tiga atau lebih juga terjadi penurunan yang dibagi menjadi dua yaitu untuk non produktif maka uang muka menjadi 15% dari sebelumnya 25% jika memenuhi kriteria di bawah 5%, namun jika NPL berada di atas 5% maka uang muka menjadi 25% dari sebelumnya 30%.
Kebijakan tersebut berlaku mulai 2 Desember 2019. Kami melihat upaya tersebut menjadi pendorong daya beli masyarakat yang diharapkan dapat berkontribusi pada pertumbuhan industri dalam negeri.
Penurunan BI 7DRR sendiri sesuai dengan harapan kami ditengah tengah keputusan The Fed sebelumnya yang dimana menurunkan tingkat suku bunganya.
Memang benar, bahwa Bank Indonesia harus terus memberikan stimulus perekonomiannya ditengah tengah potensi perlambatan ekonomi yang saat ini tengah terjadi.
Namun keputusan Bank Indonesia untuk menurunkan sedikit banyak tentu ada efek dari penurunan tingkat suku bunga The Fed juga. Namun ternyata hasilnya tidak sebaik yang kami harapkan.
Pada kenyataannya penurunan tingkat suku bunga Bank Indonesia tidak mengubah optimisme bagi para investor untuk saat ini.
Current Account Deficit yang kian melebar membuat para pelaku pasar dan investor menahan diri, sehingga menyebabkan harga obligasi dan IHSG menjadi loyo.
“Kami merekomendasikan wait and see hari ini,” sebut analis Pilarmas.

