ANALIS MARKET (12/11/2019) : Pasar Obligasi Masih Memiliki Trend Penguatan
Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pasar obligasi kembali mengalami koreksi ditengah hadirnya lelang yang diadakan Pemerintah hari ini.
Beberapa hari terakhir ini tampaknya pergerakan obligasi bagaikan kehidupan, naik dan turun yang tak pernah pasti.
Sejauh ini pasar obligasi masih terlihat memiliki trend penguatan, meskipun demikian, memang dibutuhkan penurunan terlebih dahulu untuk bisa mendapatkan kenaikkan yang confirm.
Lelang hari ini pun masih memberikan potensi tingginya tingkat total penawaran yang masuk, namun kami melihat ada obligasi PBS 22 disana dengan tingkat kupon 8.625% yang layak koleksi.
Ditengah-tengah tingginya tingkat volatilitas pasar, mencari cashflow melalui kupon yang bernilai tinggi akan memberikan nilai tambah terhadap portfolio.
Oleh sebab itu, PBS 22 merupakan seri yang kami rekomendasikan meskipun secara durasi obligasi ini merupakan obligasi jangka panjang. Namun karena sifatnya sukuk, oleh sebab itu tingkat volatilitasnya juga masih bisa terjaga dengan baik.
Adapun sentiment yang menjadi sorotan pelaku pasar hari ini akan datang dari;
1.PABRIK CHINA AKAN MENURUNKAN HARGA DI SELURUH DUNIA!
Pabrik pabrik di China kembali memberikan atensinya untuk menurunkan harga barang diseluruh dunia karena biaya barang barang mereka turun yang paling banyak sejak 2016. Penurunan ini datang ditengah tekanan dan tantangan baru terhadap kemampuan Bank Sentral Global untuk menghidupkan kembali inflasi, dan yang terpenting adalah pertumbuhan China yang terus melambat dalam kurun waktu hampir 3 decade. Selain itu penurunan harga yang lebih murah mungkin akan menjadi keuntungan tersendiri bagi customer di luar negeri ketika liburan Natal semakin dekat, karena ada efek spiral disana yang membuat setiap perusahaan di dunia dipaksa bersaing dengan perusahaan China untuk menurunkan harganya demi melindungi keuntungannya. Hal ini kami melihat berpotensi untuk menambah tensi antara Amerika dan China saat ini. Seperti yang kita ketahui juga bahwa harga barang barang China mungkin harganya sudah sangat murah, dan apabila diturunkan kembali tentu hal ini akan menimbulkan persaingan sengit di pasar. Tidak hanya itu saja, kejadian ini mungkin akan mirip dengan yang terjadi pada tahun 2014 – 2016 yang dimana barang barang murah yang berasal dari China akan mempersulit Bank Sentral ditempat lain untuk mendapatkan inflasi yang berkelanjutan. Harga konsumen di Jepang, Jerman, dan Amerika sudah dibawah target inflasi yaitu 2% per tahun, dan apabila penurunan yang terjadi kian dalam, tentu akan membuat situasi dan kondisi akan lebih sulit untuk mencapai target inflasi. Sebagai informasi, China merupakan pengimpor terbesar kepada Amerika dan Jepang, serta yang terbesar kedua untuk Jerman setelah Belanda. Efek dari penurunan harga harga China sudah mulai terlihat, karena barang yang di ekspor ke Negara tersebut semuanya sudah mengalami penurunan, meskipun Jerman dan Korea Selatan tidak memberikan rincian harga lebih detail terkait dengan impor dari China.
2.TIMUR TENGAH AKAN MELUNCURKAN BENCHMARK UNTUK HARGA MINYAK
Perusahaan Minyak Nasional Abu Dhabi (Adnoc) dan Sembilan perusahaan energi terbesar di dunia telah bermitra dengan Intercontinental Exchange atau ICE yang dimana bertujuan untuk membuat kontrak berjangka minyak mentah Murban pertama di dunia. ICE Futures Abud Dhabi (IFAD) dan ICE Murban Future dijadwalkan untuk diluncurkan pada awal 2020, sesuai dengan persetujuan regulator benchmark baru tersebut akan berupaya untuk menyaingi harga benchmark dari minyak mentah yang sudah ada sebelumya, yaitu Brent dan WTI. Murban adalah kelas minyak mentah ringan, yang sebagian besar diekspor dari Fujairah melalui teluk Oman dengan produksi keseluruhan dari Abu Dhabi untuk saat ini berkisar 3 juta barel perhari. CEO Vitol mengatakan dalam Konfrensi Internasional Abud Dhabi pada hari Senin kemarin mengenai rencana peluncuran benchmark tersebut, dia berpendapat bahwa Murban sudah berfungsi sebagai minyak mentah untuk referensi bagi banyak penyuling minyak di Asia dan peluncuran benchmark baru ini akan memfasilitasi lindung nilai dan memungkinkan pengembangan pasar keuangan yang lebih kuat yang dimana akan menguntungkan produsen, konsumen, dan pedagang. Namun tentu perjuangannya tidak mudah, karena untuk menciptakan nilai tolok ukur yang baru harus bersaing dengan benchmark yang sudah ada sebelumnya.
“Kami merekomendasikan wait and see hari ini dan mengikuti lelang yang diadakan Pemerintah hari ini, dengan fokus terhadap PBS 22,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Selasa (12/11/2019).

