Prinsip Perpajakan 3C Harus Diterapkan di Daerah
Pasardana.id - Capaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih rendah dan basis pajak daerah masih sangat terbatas. Padahal, melalui UU Nomor 22 tahun 1999, daerah diberikan otonomi yang lebih luas untuk mengurangi kesenjangan antara pusat dan daerah.
"Hal ini berimplikasi pada berlomba-lombanya daerah, menambah jenis pungutan atau meningkatkan tarif pungutan untuk meningkatkan PAD, yang dapat berujung pada pungutan daerah yang bermasalah," ungkap Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo di Jakarta, Rabu (11/10/2017).
Sebagai dampaknya, lanjut Yustinus, otonomi daerah justru berdampak negatif bagi daerah itu sendiri dengan berkurangnya kepastian hukum, peningkatan beban pada masyarakat, serta terhambatnya investasi di daerah.
Dari aspek legal, Yustinus bilang, ketidakpahaman pejabat daerah dan petugas pajak daerah terhadap konsep pemungutan pajak daerah dan minimnya pengawasan terhadap pemungutan pajak daerah, seringkali menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat.
"Misalnya, surat ketetapan pajak daerah (SKPD) yang tidak seharusnya diterbitkan. Hal ini diperparah dengan peran pengadilan pajak sebagai muara para pencarian keadilan belum dapat sepenuhnya diharapkan," tambah Yustinus.
Dengan begitu, Yustinus menyarankan, peletakan dasar-dasar reformasi perpajakan yang bertumpu pada prinsip 3C yakni certainty, clarity, dan consistency sudah selayaknya tidak hanya fokus pada pemerintahan pusat, namun juga pada pemerintahan daerah.
"Sehingga menjamin kesinambungan fiskal dan investasi di daerah," imbuh dia.

