Kualitas BBM RI Masih Jauh Tertinggal Dari Vietnam dan Thailand

Foto : istimewa

Pasardana.id - Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin menyebut, kualitas BBM di Indonesia masih jauh tertinggal dibanding negara lain di dunia.

Bahkan, kata dia, di kawasan Asia Tenggara sendiri, Indonesia masih tertinggal oleh Vietnam dan Thailand.

Dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (05/8), Rachmat mengatakan, hingga saat ini hanya terdapat tiga jenis bahan bakar yang memenuhi standar bahan bakar rendah sulfur dengan kandungan sulfur maksimal 50 ppm atau EURO 4 di Indonesia, yaitu diesel (B35) CN 51, bensin RON 95, dan bensin RON 98.

Begitu juga, bahan bakar lain, seperti bensin RON 90, bensin RON 91, dan diesel CN 48 masih memiliki batas maksimal kandungan sulfur di atas 50 ppm, tapi ditargetkan mencapai 50 ppm secara bertahap.

"Kemenko Marves melihat isu lingkungan dan penyediaan BBM ramah lingkungan merupakan isu mendesak yang harus segera diselesaikan,” sebut Rachmat.

Dijabarkan Rachmat, saat ini BBM bersubsidi masih memiliki kadar sulfur sebanyak 500 parts per million (ppm).

Padahal, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20/Setjen/Kum.1/3/2017 mewajibkan kendaraan bermotor menggunakan bahan bakar bensin untuk memenuhi standar emisi gas buang EURO 4 atau memiliki maksimal kandungan sulfur 50 ppm.

Dirinya memaparkan, kajian Vital Strategies dari Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 2019 yang menunjukkan bahwa emisi gas buang kendaraan bermotor menjadi penyumbang terbesar polusi udara di musim hujan maupun panas, masing-masing sebesar 32-41 persen dan 42-57 persen.

"Emisi kendaraan konsisten menjadi sumber utama polusi udara,” tegasnya.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga mencatat, kendaraan bermotor menyumbang polusi udara Jakarta sebesar 44 persen pada 2023.

Hal itu menunjukkan transportasi sangat berpengaruh terhadap masalah polusi.

Selain itu, sektor transportasi juga merupakan kontributor CO2 terbesar kedua sebesar 23 persen berdasarkan data International Energy Agency pada 2021.