ANALIS MARKET (06/1/2022) : IHSG Memiliki Peluang Bergerak Melemah

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pada perdagangan hari Rabu, 05/01/2022 kemarin, IHSG bergerak melemah 33 poin atau 0,49% menjadi 6.662. Sektor technolgy, properties & real estate, transportation & logistic, consumer cyclicals, industrials, infrastructures, enery, consumer non cylicals, dan healthcare bergerak negatif dan mendominasi penurunan IHSG kali ini. Investor asing di seluruh pasar membukukan pembelian bersih 802 miliar rupiah.

“Berdasarkan analisa teknikal, kami melihat saat ini IHSG memiliki peluang bergerak melemah dan ditradingkan pada 6.621 – 6.720,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Kamis (06/1/2022).

Adapun cerita hari ini akan kita awali dari;

1.PESAN DARI THE FED!!

Pada akhirnya pemirsa, yang ditunggu tiba yang dinanti telah ada. Menurut risalah yang diterbitkan oleh The Fed dari pertemuan 14 – 15 December 2021 lalu memperlihatkan peserta pada umumnya melihat masalah ekononi, pasar tenaga kerja, dan inflasi telah membuat tingkat suku bunga akan jauh lebih cepat mengalami kenaikkan dari yang bisa di proyeksi sebelumnya. Para pejabat The Fed juga telah menyiapkan untuk membuat beberapa kebijakan untuk mulai mendukung untuk menyusutkan neraca setelah The Fed menaikkan tingkat suku bunga yang dimana hal ini sebagai bagian dari sikap The Fed melawan inflasi yang lebih agresif. Tentu saja sontak pelaku pasar dan investor ingin segera tahu, apa yang akan dilakukan oleh The Fed dengan neraca yang hampir $9 triliun atau lebih tepatnya $8.8 triliiun setelah selesai menaikkan tingkat suku bunganya sebagai bagian dari normalisasi kebijakan. Kalau kita berkaca pada tahun 2010, The Fed memangkas neracaranya itu 2 tahun setelah tingkat suku bunga mengalami kenaikkan. Namun tentu saja kali ini berbeda dan extraordinary. Kenaikkan tingkat suku bunga yang lebih agresif ini ternyata telah mendorong kejatuhan pada indeks Dow Jones yang dimana turun 392.54 poin atau 1.07% pada 36.407,11, S&P 500 turun 1.94%, Nasdaq turun 3.34% dan tentu saja pemirsa sekalian, imbal hasil US Treasury langsung to the moon naik hingga ke 1.70% yang dimana pelaku pasar juga langsung melihat peluang kenaikkan tingkat suku bunga The Fed sebesar 25 bps pada pertemuan bulan Maret 2022 mendatang. Pada pertemuan pada bulan December kemarin juga terlihat bahwa FOMC akan mengumumkan untuk melakukan pengurangan pembelian obligasi The Fed pada tingkat kecepatan yang lebih cepat daripada yang disampaikan sebelumnya, sehingga diharapkan pada bulan Maret bisa segera selesai. Kalau dari situasi dan kondisi yang ada saat ini, kemungkinan besar pergerakan saham dan obligasi pada hari ini akan mendorong penurunan, khususnya pada imbal hasil obligasi, apalagi setelah imbal hasil obligasi US Treasury 10y mengalami kenaikkan. Hal ini tentu saja akan memberikan tekanan bagi harga obligasi untuk kembali terjadinya penurunan. Melihat risalah dari FOMC meeting, tentu saja hal ini memberikan gambaran bahwa kebijakan moneter siap untuk kembali diperketat secara luas, dan kami tidah melihat Omicron sebagai salah satu hambatan terkait dengan rencana kenaikkan tingkat suku bunga. Hal ini yang kami lihat masih ada kepingan puzzle yang kurang, sehingga tentu saja pertemuan pada bulan January ini akan menjadi salah satu point terpenting bagi pelaku pasar dan investor terkait dengan rencana yang lebih pasti terkait dengan kenaikkan tingkat suku bunga. Apalagi Powell berjanji lho untuk berkomunikasi dengan cara yang lebih baik. Yang menjadi pertanyaan kami adalah bahwa The Fed akan menaikkan tingkat suku bunga pada bulan Maret mendatang, berarti ada kemungkinan Bank Indonesia tentu akan melakukan hal yang sama, atau selangkah lebih maju yang itu artinya akan menaikkan tingkat suku bunga lebih awal daripada The Fed. Namun ini semua masih membutuhkan konfirmasi pada pertemuan The Fed pada bulan ini. Sehingga apabila The Fed menaikkan tingkat suku bunga untuk pertama kalinya pada awal tahun, ada kemungkinan kenaikkan yang ke 2x nya akan terjadi pada akhir tahun. Meningkatnya biaya perumahan dan sewa, pertumbuhan upah yang lebih luas, dan terhambatnya pasokan global yang berkepanjangan ditambah lagi dengan kehadiran Omicron, tentu akan mendorong perubahan terhadap proyeksi inflasi. Sejak pertemuan tersebut, hari ini Omicron telah menjalar dengan lebih cepat. Namun tampaknya The Fed melihat hal tersebut sebagai salah satu hal yang wajar, dan akan terus menjalani rencananya untuk menaikkan tingkat suku bunga. Sejauh ini tingkat pengangguran terus mengalami penurunan hingga 4.2% pada bulan November silam, dan masih jauh dari target kami yang berada di 3.5% kala sebelum pandemi. Namun kami yakin, ini hanyalah hitungan waktu saja hingga tingkat pengangguran terus mengalami penurunan. Hal ini yang dilihat oleh The Fed sebagai kemajuan perekonomian Amerika yang pesat untuk menuju target yang diinginkan oleh Komite, yaitu inflasi dan ketenagakerjaan. Well, ini menjadi sangat sangat menarik, sejauh mana The Fed akan beraksi, dan ini akan semakin menambah bobot pertemuan The Fed pada bulan January ini yang harus kita nantikan. Dan bukan tidak mungkin The Fed akan menaikkan tingkat suku bunga pada bulan Maret mendatang. Yuk, ini akan menjadi reaksi berantai hari ini hingga pada pertemuan bulan Maret mendatang. Hati hati, dan cermati ya.

2.KEYAKINAN

Pemulihan ekonomi di tahun 2022 menjadi harapan pelaku pasar dimana kinerja dari neraca perdagangan yang mencatatkan surplus diharapkan dapat berlanjut di tahun ini. Pemulihan ekonomi dunia mendorong rantai pasokan kembali stabil dimana perdagangan negara diharapkan terus meningkat seiring dengan pelonggaran aktivitas dan juga penanganan pandemic yang lebih baik. Vaksinasi menjadi harapan terkait membaiknya kesehatan yang diharapkan dapat mengakselerasi pemulihan ekonomi yang lebih kuat ke depannya. Membaiknya kinerja ekspor di tahun 2021 seiring dengan kenaikan dari harga komoditas yang dinilai masih berlanjut pada kuartal I 2022. Tentu hal ini menjadi harapan terkait membaiknya kinerja ekspor dimana sector komoditas masih menjadi penopang kuat pada kinerja neraca perdagangan Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencatat penerimaan bea keluar tumbuh melonjak hingga 708,2% YoY. Naiknya kinerja ekspor komoditas pada 2021 turut membawa trigger positif bagi realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai. Sepanjang 2021, penerimaan negara dari bea keluar tercatat sebesar Rp34,6 triliun atau mencapai 1.933,7 % dari target APBN. Mengacu pada data tersebut, penerimaan bea keluar yang tinggi paling didukung oleh volume ekspor dan harga komoditas khususnya produk kelapa sawit dan tembaga. Di sisi lain, penerimaan cukai dan bea masuk juga ikut mendukung pertumbuhan realisasi kepabeanan dan cukai yang signifikan di 2021. Penerimaan cukai 2021 tercatat Rp195,5 triliun atau mencapai 108,6% dari target APBN. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, realisasi tersebut naik 10,9% YoY. Penerimaan bea masuk tercatat sebesar Rp38,9 triliun atau 117,2% dari target APBN. Realisasi tersebut didukung oleh tren kinerja impor nasional yang terus meningkat 52,6% YoY pada November 2021, sehingga mendorong pertumbuhan 19,9% YoY. Secara keseluruhan, realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai 2021 tercatat sebesar Rp269 triliun atau 125,1% dari target APBN. Capaian tersebut tumbuh signifikan yaitu sebesar 26,3% YoY.