ANALIS MARKET (11/1/2022) : IHSG Memiliki Peluang Bergerak Melemah

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pada perdagangan hari Senin, 10/01/2022 kemarin, IHSG ditutup melemah 10 poin atau 0,15% menjadi 6.691. Sektor techonology, consumer cylicals, industrials, infrastructures, energy, dan consumer non cylicals bergerak negatif dan mendominasi penurunan IHSG kali ini. Investor asing di seluruh pasar membukukan pembelian bersih Rp 249 miliar.

“Berdasarkan analisa teknikal, kami melihat saat ini IHSG memiliki peluang bergerak melemah dan ditradingkan pada 6.635 – 6.724,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Selasa (11/1/2022).

Adapun cerita hari ini akan kita awali dari;

1.SEBUAH JANJI & NASIB OBLIGASI

Di tengah peperangan yang terjadi antara The Fed melawan inflasi, ternyata komandan pasukan The Fed memberikan sebuah janji lho pemirsa. Yang dimana Powell mengatakan bahwa Bank sentral akan menghentikan inflasi yang lebih tinggi dan mengakar, sambil mengingatkan bahwa perekonomian pasca pandemic, mungkin akan menjadi sesuatu yang berbeda pada tahap fase ekspansi sebelumnya. Powell mengatakan bahwa, The Fed akan menggunakan tools yang di miliki untuk mendukung perekonomian dan pasar tenaga hingga menjadi lebih kuat untuk mencegah inflasi yang lebih tinggi agar tidak lebih mengakar dalam waktu yang lebih lama. Hal ini disampaikan oleh Powell di hadapan Komiten Perbankan Senat kemarin. Powell menambahkan bahwa perekonomian pasca pandemic akan terlihat berbeda dalam beberapa hal, hal-hal yang berbeda inilah yang perlu The Fed pertimbangkan. Dalam hal kegiatan investasi, The Fed sudah memberikan sinyal kepada pasar bahwa mereka siap untuk mengambil tindakan untuk melindungi perekonomian yang tengah mengalami pemulihan dari Covid 19. Para Gubernur Bank Sentral Amerika sejauh ini telah menganggapi inflasi dengan berbagai pandangan, namun pada akhirnya kesimpulannya hanya satu. Yaitu bagaimana mereka dapat segera mengakhiri kebijakan yang diberikan selama pandemic, dan menaikkan tingkat suku bunga lebih cepat daripada yang bisa diharapkan. Sejauh ini semua pejabat memberikan dukungan untuk menaikkan tingkat suku bunga pada tahun ini, dengan rata rata menunjukkan indikasi adanya 3x kenaikkan pada tahun ini. Para pembuat kebijakan tersebut tampaknya khawatir bahwa inflasi akan semakin lebih kuat dalam perekonomian Amerika. Hal ini tentu yang tidak diinginkan oleh pelaku pasar dan investor, oleh sebab itu sebelum situasi dan kondisi kian memburuk, The Fed diharapkan dapat mengambil sikap dan kebijakan yang dapat menjaga inflasi agar tetap terkendali. Para pembuat kebijakan yakin bahwa sekalipun Omicron memiliki tingkat risiko, namun pasar tenaga yang kuat akan tetap dapat pulih. Sejauh ini Powell cukup puas dengan apa yang dilakukan teamnya, khususnya dalam bertindak cepat untuk menurunkan tingkat suku bunga dan melakukan Quantitative Easing secara segera untuk menopang perekonomian. Ini artinya bahwa pelaku pasar dan investor mampu beradaptasi secara cepat untuk menopang perekonomian. Apalagi saat ini Bank Sentral di seluruh dunia tengah berjibaku untuk melawan Perubahan Iklim yang dimana tengah menjadi perhatian utama berbagai Bank Sentral di seluruh dunia. Namun kami sebetulnya, pelaku pasar dan investor juga tengah mencari peluang, seberapa jauh, seberapa cepat The Fed akan menaikkan tingkat suku bunga. Kalau kemarin kita membahas The Fed akan menaikkan tingkat suku bunga sebanyak 2x, yaitu di awal dan akhir tahun, ada potensi juga bahwa The Fed akan menaikkan tingkat suku bunga sebanyak 4x pada tahun ini. Risiko pengetatan kebijakan yang lebih cepat akan memberikan dampak terhadap pasar saham dan obligasi khususnya di dalam negeri. 2x terlihat tampaknya sudah pasti pemirsa, tinggal 2x berikutnya yang belum dapat dipastikan karena kemungkinannya berdasarkan situasi dan kondisi perekonomian yang terjadi nanti. Tapi apabila situasi dan kondisi berubah dengan sangat cepat, The Fed akan dengan sigap menyesuaikan kebijakan moneternya. Kami melihat hingga tahun 2024, prospek kenaikkan tingkat suku bunga telah naik dari 6x menjadi 8x. Dan itu semua tergantung dari situasi dan kondisi yang terjadi di pasar, sehingga The Fed hanya perlu menyesuaikan. Apalagi The Fed akan menjaga posisi dan situasi untuk tetap kondusif bagi perekonomian. Well, apapun itu, pasar obligasi dalam negeri kita telah bergejolak dalam kurun waktu 2 – 4 bulan terakhir. Penurunan harga mungkin menjadi sesuatu yang tidak bisa di elakkan, apalagi dengan kenaikkan imbal hasil US Treasury. Pasar obligasi tengah menuju ke titik equilibrium terbarunya yang dimana suka atau tidak suka, kita harus menerimanya.

2.MINYAK DAN OMICRON

Kenaikan harga minyak dalam satu bulan terakhir dinilai dapat menjadi hambatan terhadap pemulihan ekonomi dimana kenaikan biaya energi mendorong tingginya inflasi. Mengawali pekan ke dua pada awal tahun, gangguan pasokan di Kazakhstan dan Libya mengimbangi kekhawatiran yang berasal dari peningkatan global yang cepat dalam infeksi Omicron. Harga minyak naik 5% dalam satu pekan terakhir setelah protes di Kazakhstan mengganggu jalur kereta api dan memberikan tekanan pada produksi di ladang minyak utama, sementara pemeliharaan pipa di Libya mendorong produksi turun menjadi 729.000 barel per hari dari tertinggi 1,3 juta barel per hari tahun lalu. Minyak juga mendapat dukungan dari meningkatnya permintaan global dan penambahan pasokan yang lebih rendah dari perkiraan dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak, Rusia dan sekutu atau OPEC+. Produksi OPEC pada bulan Desember naik 70.000 barel per hari dari bulan sebelumnya, dibandingkan dengan peningkatan 253.000 barel per hari yang diizinkan berdasarkan kesepakatan pasokan OPEC+ yang memulihkan produksi yang dipangkas pada tahun 2020 ketika permintaan runtuh di bawah penguncian COVID-19. Perusahaan energi Amerika tersebut memulai tahun baru dengan terus menambah rig minyak dan gas alam setelah meningkatkan jumlah rig pada tahun 2021 setelah dua tahun mengalami penurunan. Jumlah rig minyak dan gas, indikator awal produksi masa depan, naik dua menjadi 588 dalam seminggu hingga 7 Januari, tertinggi sejak April 2020, Secara global, pemerintah di negara maju telah melakukan beberapa pembatasan saat ini sejalan dengan tantangan dari varian Omicron. Tentu kenaikan dari harga minyak dan juga penyebaran dari varian Omicron dapat memberikan ketidakpastian pasar dimana saat ini pelaku pasar juga tengah menantikan pemulihan ekonomi pasca pandemi.

3.HILIRISASI

Pelarangan ekspor Nikel pada kalori rendah dinilai memberikan dampak yang signifikan pada realisasi ekspor dan juga fokus pembangunan hilirisasi industry di dalam negeri. Berdasarkan data, pemberhentian ekspor nikel kalori rendah telah mencatatkan surplus US$ 20,8 miliar yang terjadi sejalan dengan kebijakan ekspor nikel selama 19 bulan terakhir. Guna mendukung diversifikasi produk turunan, pemerintah juga terus mengupayakan untuk melarang ekspor komoditas mentah dan akan berfokus untuk membangun smelter guna mengolah produk komoditas tersebut. Kebijakan tersebut diambil seiring dengan upaya dalam mengakselerasi energi terbarukan baik hidropower, angin, arus bawah laut dan geothermal. Kami melihat upaya tersebut dapat menjaga ketergantungan Indonesia terhadap komoditas batubara dan juga sawit yang saat ini masih mendominasi kinerja dari ekspor. Tantangan saat ini yaitu transisi energi yang sebelumnya masih memakai batubara sebagai alternatif beralih ke energi terbarukan, tingginya biaya dari energi terbarukan dinilai menjadi pemberat terhadap progress pemulihan ekonomi sehingga kami melihat transisi tersebut membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Setelah Nikel, Pemerintah kembali melarang ekspor bahan mentah terhadap bauksit, timah dan tembaga pada tahun ini. Pemerintah tengah mengundang investor untuk membangun industry hilirisasi seiring dengan penghentian ekspor komoditas bauksit pada tahun 2022. Adapun, upaya menghentikan ekspor bahan mentah itu dilakukan untuk memberikan nilai tambah bagi industri dalam negeri. Langkah itu juga disebut akan mempercepat proses pembangunan industri smelter. Pemerintah telah menargetkan pembangunan 53 smelter pada 2024, dan 20 smelter di antaranya telah beroperasi hingga 2021.