ANALIS MARKET (02/6/2021) : IHSG Memiliki Peluang Bergerak Menguat Terbatas

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pada perdagangan hari Senin, 31/05/2021 lalu, IHSG ditutup menguat 98 poin atau 1.69% menjadi 5.947. Sektor industri dasar, aneka industri, perkebunan, infrastruktur, manufaktur bergerak positif dan mendominasi penguatan IHSG kali ini. Investor asing membukukan pembelian bersih sebesar 748 miliar rupiah.

“Berdasarkan analisa teknikal, kami melihat saat ini IHSG memiliki peluang bergerak menguat terbatas dan ditradingkan pada level 5.832 – 6.007. Ada peluang terjadinya koreksi, cermati setiap perubahan arus yang terjadi,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Rabu (02/6/2021).

Adapun cerita di hari Rabu (02/6) ini akan kita awali dari;

1.BANK SENTRAL BERAKSI

Ditengah tekanan akan penyebaran Covid 19, perekonomian Jepang kembali berada di dalam tekanan. Hal ini yang membuat Bank Sentral Jepang mau tidak mau beraksi kembali untuk menyelamatkan kembali perekonomian Jepang yang kembali menghadapi tekanan akibat gelombang ke 2 Covid 19 serta perubahan iklim yang terjadi. Bank Sentral Jepang akan mempertimbangkan beberapa perubahan di dalam diskusi kebijakan moneternya. Gubernur Bank Sentral Jepang, Haruhiko Kuroda mengatakan bahwa salah satu yang menjadi perhatiannya juga adalah bagaimana caranya untuk memerangi global warming. Bank Sentral Jepang memiliki perhatian tersendiri bagi perubahan iklim yang sedang terjadi serta dampaknya terhadap perekonomian dan system keuangan, namun pointnya adalah bagaimana menanggapi permasalahan ini dalam bentuk kebijakan moneter. Kuroda juga memperhatikan Bank Sentral Eropa yang dipimpin oleh Christine Lagarde, dan Bank Sentral Inggris yang dipimpin oleh Andrew Bailey yang mulai menunjukkan sikap yang lebih agresif pada issue global warming. Bersama dengan mereka semua, para pemimpin Bank Sentral akan mendiskusikan lebih banyak hal terkait dengal hal hal yang berhubungan dengan Green Financing dalam acara Green Swan Conference yang di selenggarakan oleh Bank for International Settlements dan IMF. Bank Sentral Jepang juga berjanji untuk mendukung pemerintahan Jepang untuk mengurangi emisi karbon sebesar 46% pada tahun 2030 dan menjadi karbon netral pada tahun 2050 mendatang. Tidak hanya memberikan perhatian terhadap global warming, tapi kekhawatiran inflasi global yang terjadi di Amerika juga menjadi perhatian Kuroda. Sosok dari Jerome Powell dari The Fed yang mengatakan bahwa inflasi sementara merupakan sebuah kenyataan yang harus kita terima bahwa kenaikkan inflasi akan terjadi ketika pemulihan ekonomi terjadi, namun itu hanyalah sementara, dan alhasil tentu saja stimulus harus bertahan lebih lama sekalipun inflasi mengalami kenaikkan. Dan terkait dengan hal itu, butuh kebijakan yang berbeda untuk mengatasi inflasi yang rendah seperti yang terjadi di Jepang, karena Jepang sudah mengalami deflasi yang berkepanjangan. Untuk mengatasi Covid 19, Bank Sentral Jepang juga akan terus mendorong stimulusnya untuk menopang perekonomiannya. Setiap Bank Sentral harus menyesuaikan kebijakan moneternya dengan perekonomian, harga, dan situasi dan kondisi keuangannya. Tingkat inflasi yang masih rendah di Jepang masih harus membuat Bank Sentral Jepang berusaha dengan gigih untuk melakukan pelonggaran moneter untuk mencapai target stabilitas setinggi 2%. Bank Sentral Jepang mengatakan sejauh ini tidak ada yang salah dengan kebijakan moneter yang berbeda antara negara yang satu dengan yang lain karena situasi dan kondisi perekonomian di masing-masing negara yang berbeda beda. Namun saat ini kita harus terus mencermati bagaimana pasar modal dan pasar keuangan akan bergerak ke dalam prosesnya. Bank Sentral Jepang juga mengatakan bahwa ketimpangan ekonomi akan muncul tidak hanya di negara negara maju, namun juag akan terjadi di negara negara berkembang. Karena kecepatan pemulihan pada masing masing industrinya berbeda. Perekonomian Jepang akan mencapai tingkat pra pandemic pada akhir tahun, namun situasi dan kondisi financial perusahaan khususnya yang berhubungan dengan layanan tatap muka akan terkena dampak yang paling dalam. Ditengah situasi dan kondisi yang kian semakin serius akibat Covid 19, Bank Sentral Jepang akan mempertimbangkan untuk memperpanjang beberapa program khusus yang akan berakhir pada bulan September tahun ini apabila memang diperlukan. Untuk menopang perekonomian dengan memberikan stimulus di dalamnya, Bank Sentral Jepang tidak akan menjual atau menghentikan pembelian ETF, karena hal tersebut merupakan bagian dari strategi untuk mengejar target stabilitas senilai 2%. Tidak hanya Bank Sentral Jepang pemirsa yang melakukan hal yang sama untuk menopang perekonomiannya, tapi Bank Sentral Australia juga akan mempertahankan kebijakannya, bahkan berisap untuk memperpanjang target imbal hasil dan program pelonggaran kuantitatif, karena adanya lockdown sementara yang membuat prospek pemulihan ekonomi menjadi terganggu. Bank Sentral Australia juga mempertahankan tingkat suku bunga dan target imbal hasil 3y di 0.10%. Lockdown sementara yang berlangsung 1 minggu akan membuat prospek perekonomian menjadi terganggu, meskipun kami percaya lockdown tidak akan berlangsung menjadi 2 minggu. Kesadaran diri yang tinggi masyarakat Australia, membuat kami percaya bahwa meskipun ada penguncian selama 1 minggu, tapi tidak akan mengurangi kemampuan Australia untuk pulih. Sejauh ini pemulihan perekonomian yang kuat didukung oleh ketenagakerjaan, inflasi, dan upah yang terkendali. Gubernur Bank Sentral Philip Lowe mengatakan bahwa Dewan berkomitmen untuk mempertahankan situasi dan kondisi moneter yang sangat mendukung ketenagakerjaan dapat berada di level penuh serta inflasi yang konsisten agar dapat mengejar target yang ditetapkan. Tidak hanya dari posisi Bank Sentral Australia pemirsa, dukungan kuat juga diperlihatkan oleh pemerintah Australia yang akan terus memberikan dukungan pelonggaran fiscal untuk mendorong kembali pertumbuhan ekonomi melalui upah dan inflasi. Kemajuan ekonomi di Australia di harapkan dapat mendorong pengurangan pengangguran lebih cepat dari yang diharapkan. Kehati hatian menjadi point penting saat ini pemirsa, karena lockdown yang terjadi di Melbourne memberikan ketidakpastian baru, sehingga membuat Bank Sentral akan tetap melakukan pembelian obligasinya untuk memberikan dukungan yang maksimal terhadap perekonomian. Oleh sebab itu baik pemerintah maupun Bank Sentral semuanya akan terfokus terhadap ketenagakerjaan penuh. Secara global, sejauh ini kami melihat Bank Sentral mulai terlihat rileks dalam memberikan kelonggaran moneter. Situasi dan kondisi yang membaik, membuat Bank Sentral boleh sedikit bernafas lebih dalam dan tenang. Beberapa Bank Sentral di luar negeri salah satunya, Bank Sentral Selandia Baru pun mulai memberikan proyeksi kenaikkan tingkat suku bunga pada semester ke 2 tahun depan. Tentu hal ini sejalan dengan proyeksi kami, bahwa proses pengurangan pembelian obligasi pun yang akan dilakukan oleh The Fed baru akan terjadi Q2 atau Q3 2022 mendatang. Pertumbuhan ekonomi di proyeksikan akan naik sebesar 1.5% dalam Q1 2021 tahun ini, naik dari sebelumnya 0.6%. Namun memang, dampak dari selesainya program JobKeeper menjadi salah satu yang terberat bagi para pekerja di Australia pemirsa, pasalnya setelah program JobKeeper berakhir, ada sekitar 56.000 pekerja yang kehilangan pekerjaannya. Tentu ini menjadi perhatian, meskipun kami percaya bahwa perekonomian Australia yang mulai pulih akan mendorong serapan tenaga kerja secara perlahan tapi pasti untuk mulai bangkit. Target dari Gubernur Bank Sentral bahwa tingkat pengangguran Australia harus turun mendekati 4%, pertumbuhan upah di harapkan dapat meningkat lebih cepat dengan kecepatan lebih dari 3%, 2x lipat dari situasi dan kondisi saat ini. Apabila situasi dan kondisi ini terpenuhi, maka inflasi di Australia akan kembali sesuai target Bank Sentral yaitu 2% - 3% setidaknya hingga 2024. Melihat fundamental perekonomian yang kuat, kami rasa hal tersebut dapat dicapai bahkan lebih cepat dari sebelum tahun 2024, apabila situasi dan kondisi saat ini terus berangsur angsur pulih. Well, perekonomian di berbagai negara telah pulih, semoga Indonesia bisa kecipratan di semester ke 2 ini juga bisa pulih untuk menopang perekonomian.

2.MINYAK BERGOYANG!

Pada akhirnya, harga minyak kembali bergoyang, menembus level $70 per barel pada hari Selasa kemarin. Kelompok produsen minyak paling besar di dunia pada hari Selasa sepakat untuk mengurangi produksi secara bertahap di tengah kenaikkan harga minyak. Namun pengurangan produksi minyak hanya sampai June, karena OPEC+ akan meningkatkan produksinya pada bulan July mendatang sebesar 2.1 juta barel per hari. Alhasil harga minyak mengalami kenaikkan lebih dari 3% dalam kurun waktu 2 tahun terakhir, dan sejauh ini harga minyak sudah naik sebesar lebih dari 30%. Namun setelah July 2021, OPEC+ akan dijadwalkan akan menahan produksi hingga April 2022 untuk menjaga keseimbangan harga minyak. Kelompok yang didominasi oleh Timur Tengah yang bertanggung jawab terhadap 1/3 produksi minyak global tengah berusaha untuk menyeimbangkan kenaikkan permintaan dengan potensi peningkatan produksi minyak dari Iran. Sejauh ini kami juga belum mendapatkan angka secara pasti potensi angka peningkatan produksi di Iran, namun potensi itu sangat besar apabila tidak diimbangi dengan stock yang ada saat ini. Oleh sebab itu dalam jangka waktu menengah, OPEC+ kemungkinan besar akan menyesuaikan kebijakannya untuk mencegah penambahan produksi dari Iran untuk menyeimbangkan pasar. Kenaikkan harga minyak merupakan sebuah gambaran adanya permintaan yang kuat, baik bensin maupun solar dari Amerika, China, dan Eropa sehingga memberikan situasi dan kondisi dimana inflasi akanmengalami kenaikkan. Setelah sebelumnya minyak berjuang untuk bertahan dari harga terendahnya, sekarang minyak berjuang untuk menjaga antara permintaan dan pasokan apalagi dengan kembalinya Iran ke dalam jajaran pasar minyak internasional. Apabila kesepakatan antara Iran dan US tercapai terkait dengan pengurangan sanksi untuk Iran, maka Iran berpotensi meningkatkan produksi minyak mentahnya sebanyak 4 juta barel per hari, dan 2.4 juta pada tahun depan. Namun hati hati, karena kenaikkan harga minyak masih belum stabil, namun akan menjadi sentiment positive bagi beberapa emiten yang bergerak di bidang minyak untuk jangka waktu pendek.

3.SEBUAH HARAPAN!

Berdasarkan research yang dirilis oleh Oxford Economics sector berbasis pertanian dinilai dapat menjadi penggerak utama bagi pemulihan ekonomi Indonesia pasca Covid. Pada saat yang sama sector tersebut dinilai cukup rentan terhadap gangguan di Kawasan Asia Tenggara. Gangguan tersebut meliputi risiko penawaran dan permintaan, kebijakan fiscal, serta pandemic yang terus berlanjut. Sektor tersebut memiliki peran yang cukup penting dalam mendorong pemulihan ekonomi Indonesia, menciptakan lapangan kerja dan memastikan ketersediaan pangan dengan harga yang stabil. Dari laporan tersebut, pada tahun 2019 sector pertanian memberikan kontribusi sebesar US$ 374 miliar didorong oleh luasnya lahan pertanian yang juga berkontribusi terhadap pendapatan nasional serta lapangan pekerjaan. Sektor tersebut tercatat telah menyerap separuh dari tenaga kerja yang ada dengan 63.4 juta lapangan pekerjaan. Kami melihat penyerapan lapangan pekerjaan sangat penting dan cukup krusial dalam memberikan pemerataan ekonomi per daerah dan juga contributor terhadap pendapatan pajak. Tahun lalu, sector pertanian dapat dikatakan cukup kuat dalam menghadapi pandemi. Sektor pertanian mengalami pertumbuhan sebesar 2% pada tahun 2020 atau memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar US$ 8.2 miliar. Seiring dengan kuatnya Indonesia untuk keluar dari pandemi, pembuat kebijakan perlu menciptakan kondisi yang kondusif guna memperkuat sektor pertanian sebagai pilar perekonomian Indonesia. Laporan Fiscal Risk Assessment Framework juga menemukan fakta bahwa Indonesia termasuk yang paling berisiko di Asia dari penyesuaian fiskal setelah Covid, bahkan lebih dari China, India, dan negara-negara Asia yang memiliki ekonomi dengan penghasilan tinggi lainnya. Laporan tersebut memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk mengembangkan kebijakan fiskal yang penuh pertimbangan dan tidak menghambat pemulihan industri pertanian. Adapun tiga syarat yang harus dipenuhi antara lain memanfaatkan pendidikan untuk mempengaruhi perilaku, mendukung standar regulasi terhadap pajak, dan, menjaga komunikasi yang konsisten dengan industri. Tentu kami berharap, pemulihan di satu sector akan memberikan efek domino ke semua sector yang akan mendorong pemulihan ekonomi dapat terjadi lebih cepat di Indonesia.