ANALIS MARKET (25/5/2021) : Pasar Obligasi Diproyeksi Bergerak Variatif
Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pasar obligasi kembali mengalami kenaikkan meskipun masih dalam rentang terbatas.
Kenaikkan ini terlihat sebagai sesuatu yang mengagetkan, karena pasar obligasi tadinya terlihat galau sepanjang perdagangan untuk mengalami kenaikkan, karena adanya pertemuan Bank Indonesia dengan adanya lelang yang diadakan oleh pemerintah hari ini.
Sejauh ini kami melihat, Bank Indonesia (BI) belum akan mengubah tingkat suku bunganya, namun kami sangat menantikan pemirsa, apa yang akan dipikirkan Bank Indonesia terkait dengan diskusi pemangkasan pembelian obligasi oleh The Fed. Karena tentu saja hal ini akan membuat Amerika cepat atau lambat akan memasuki fase taper tantrum dan yang pasti akan memiliki implikasi terhadap Emerging Market tidak terkecuali Indonesia. Apakah kita siap atau tidak, tentu ini dilihat dari sejauh mana kesiapan kita dalam menghadapi taper tantrum yang terjadi di Amerika. Seperti yang kita ketahui di 2013 silam, merupakan fase dimana kita cukup bleeding menghadapinya, apakah kita akan menghadapi situasi yang sama, atau justru kita sudah berbenah, tentu ini yang menjadi perhatian bagi kita semua. Apakah kita belajar atau belum dari kisah di masa lalu.
Nah, selain adanya pertemuan Bank Indonesia, tentu kehadiran lelang yang diadakan oleh pemerintah hari ini juga akan memberikan pengaruh terhadap pasar. Apabila Bank Indonesia selesai lebih awal daripada lelangnya, dan memberikan sesuatu angin yang positive, mungkin ini bisa menaikkan tingkat optimism bagi pelaku pasar untuk masuk mengikuti lelang.
Nah, lelang kali ini juga berpotensi mendatangkan total penawaran di atas Rp 50 T, namun kembali lagi, sejauh mana ekspektasi pasar dan harapan terhadap pertemuan Bank Indonesia, sejauh itu pula total penawaran mungkin akan bergema.
Lebih lanjut analis Pilarmas menilai, diperdagangan Selasa (25/5) pagi ini, pasar obligasi diperkirakan akan bergerak bervariatif dengan rentang 30 – 60 bps.
“Kami merekomendasikan ikut lelang,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Selasa (25/5/2021).
Adapun cerita hari ini akan kita awali dari;
1.AKSI BANK SENTRAL!
Pekan ini akan menjadi pekan penting bagi pertemuan Bank Sentral. Tidak hanya bicara di Indonesia, tapi juga berbicara mengenai Korea Selatan dan Selandia Baru yang akan melakukan pertemuan. Gelombang Covid 19 masih menjadi perhatian saat ini terhadap apa yang akan dilakukan oleh Bank Sentral. Apakah Bank Sentral akan terus mendukung pemulihan dengan menurunkan tingkat suku bunga atau ada stimulus lain yang siap untuk dikeluarkan? Tentu ini menjadi salah satu perhatian pasar, meskipun secara consensus banyak yang mengatakan tingkat suku bunga tidak akan dirubah oleh Bank Indonesia. Namun kejutan mungkin saja terjadi, apalagi secara perhitungan di atas kertas, Bank Indonesia memiliki ruang untuk menurunkan tingkat suku bunga sebesar 25 – 50 bps apabila memang hal tersebut diperlukan. Hanya saja tinggal masalah waktu, kapan itu akan dilakukan. Menurut kami apa yang dilakukan oleh Bank Indonesia sejauh ini sudah lebih dari cukup untuk menstimulus perekonomian, hanya tinggal menunggu moment selanjutnya apabila memang diperlukan untuk menurunkan tingkat suku bunga. Meskipun secara target, proyeksi kami sudah terpenuhi oleh Bank Indonesia terkait dengan pemangkasan tingkat suku bunga di awal tahun. Masih rendahnya inflasi serta upaya Bank Indonesia dalam mendukung pemulihan ekonomi dinilai menjadi sebuah pertimbangan besar bagi bank sentral dalam menjaga sinergi dengan pemerintah. Kinerja penyaluran kredit perbankan untuk segmen korporasi pada kuartal II/2021 diperkirakan akan kembali membaik dengan didukung momentum Lebaran dan optimalisasi insentif fiskal pemerintah. Berdasarkan data Bank Indonesia, kredit korporasi perbankan per Maret 2021 tercatat Rp2.670,4 triliun turun 7% secara tahunan. Namun, secara bulanan posisi ini sudah membaik 1,36%. Kami melihat kenaikan distribusi kredit korporasi pada kuartal pertama ditopang oleh pemulihan sisi permintaan yakni konsumsi masyarakat terindikasi dari indeks kepercayaan konsumen. Pada kuartal kedua ini, potensi peningkatan fungsi intermediasi dinilai masih sangat kuat seiring dengan naiknya PMI manufaktur yang mengindikasikan kapasitas produksi kembali meningkat. Selain itu, data-data ekonomi pada April dan Mei terus menunjukkan tren yang membaik, baik dari sisi konsumsi dan investasi. Sehingga kami memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di kuartal II berada pada area positif 1% hingga 3% YoY. Tentu kami berharap bahwa pertumbuhan ekonomi berada di atas 5%, karena itu akan menjadi booster untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini yang tentu saja memiliki efek domino ke semua sector, harapannya sih begitu tapi kami engga ngoyo juga. Tidak hanya dari Bank Indonesia, dari Kementrian Keuangan pun sejauh ini sudah menawarkan lebih banyak pemotongan pajak untuk mendorong aktivitas perekonomian serta tetap mempertahankan target penerbitan surat utang senilai $84 miliar tahun ini, meskipun biaya pinjaman mengalami peningkatan. Di satu sisi, pertemuan Bank Sentral Korea Selatan pekan ini juga mencuri perhatian. Sejauh ini perekonomian Korea Selatan masih ditopang oleh ekspornya yang cukup baik, untuk Bank Sentral Korea Selatan juga diproyeksikan masih akan menahan tingkat suku bunganya untuk tidak berubah. Nah, setelah dari pertemuan Bank Sentral Korea Selatan, kita jalan jalan ke Selandia yang kami proyeksikan juga akan masih dipertahankan. Anggaran tahunan yang meningkat juga menjadi sebuah bagian dari komitmen untuk Selandia Baru untuk bisa mendukung pertumbuhan ditengah pandemic. Sejauh ini perekonomian Selandia Baru tidak terlalu masalah bagi kami, karena jumlah penyebaran Covid 19 yang rendah, membuat Selandia Baru dapat tetap menjalankan aktivitas perekonomiannya. Pertemuan yang akan menjadi perhatian justru adalah pertemuan Bank Sentral India pada bulan depan, meskipun ditengah situasi dan kondisi seperti ini, kami tetap menyakini bahwa Bank Sentral India tidak akan mengubah tingkat suku bunganya, kecuali Gubernur Bank Sentral India ingin memperluas program pelonggaran kuantitatif untuk kuartal kedua berturut turut untuk menjaga biaya pinjaman agar tetap terkendali. Sejauh ini tentu kami berharap banyak dari India untuk melakukan sesuatu untuk menopang perekonomiannya pemirsa, karena kalau tidak, situasi dan kondisi yang terus menerus seperti ini, tentu cepat atau lambat akan menekan perekonomian India. India harus melakukan sesuatu untuk menjaga fase pemulihannya untuk tetap berjalan dengan baik meskipun tidak sebaik yang diproyeksikan. Selain India, yang juga di khawatirkan juga adalah Jepang yang dimana situasi dan kondisi Jepang saat ini sedang tidak biasa pemirsa. Seperti yang kita ketahui, meningkatnya kasus Covid 19 membuat Jepang harus melakukan lockdown partial untuk bisa mencegah penyebaran lebih lanjut, namun harus ada sesuatu yang dilakukan oleh Bank Sentral Jepang untuk dapat menopang perekonomian. Beberapa waktu lalu, Gubernur Bank Jepang, Haruhiko Kuroda mengatakan bahwa dirinya akan terus melanjutkan pelonggaran moneter yang lebih luas, melakukan yield curve control untuk menjaga imbal hasil obligasi tetap rendah yang dimana hal tersebut akan membantu pengeluaran fiscal tambahan. Ditengah situasi dan kondisi yang dihadapi oleh Jepang, tekanan selanjutnya datang dari Amerika yang dimana Amerika pada akhirnya memberikan peringatan tentang bepergian ke Jepang atau bahasa kerennya travel warning karena meningkatnya Covid 19 yang terus meluas, seperti yang kita bahas tadi diatas. Sedangkan Jepang akan bertambah di lemma untuk apabila Amerika telah memberikan travel warning. Kementrian Luar Negeri telah menaikkan Jepang sebagai level 4 dimana Jepang berada dalam kategori yang harus di hindari oleh negara Amerika Latin hingga Eropa. Tentu saja hal ini membuat Olimpiade Jepang berpotensi dibatalkan, mengingat Suga berusaha mati matian untuk menyakinkan public bahwa Olimpiade harus tetap diadakan. Namun pernyataan telah di buat oleh Komite Olimpiade dan Paralimpiade Amerika yang mengatakan bahwa mereka tidak akan mengambil resiko untuk bertanding di Jepang. Untuk mengejar hal tersebut, Jepang akhirkan minggu lalu mendapatkan persetujuan mengenai vaksin dari Moderna dan AstraZeneca, sehingga inokulasi mengalami peningkatan hingga 500.000 dosis per hari, meskipun target Suga adalah 1 juta. Sejauh ini, kami melihat bahwa Bank Sentral agak sedikit menahan tingkat suku bunganya untuk tidak mengalami perubahan, lebih kepada menanti apa yang akan terjadi selanjutnya. Pemulihan ekonomi di China dan Amerika masih menjadi sebuah lokomotif yang mampu mengkatrol pertumbuhan ekonomi mitra dagang mereka. Tentu ini menjadi sebuah harapan yang dapat diandalkan tatkala konsumsi dalam negeri masih melemah dan tidak bisa diandalkan, peluang justru terjadi di negara lain yang memberikan kita kesempatan untuk bisa pulih.

