ANALIS MARKET (30/3/2021) : Pasar Obligasi Berpotensi Melemah
Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pasar obligasi diluar dugaan masih mengalami pelemahan meskipun tidak mengalami penurunan yang dalam.
Kami melihat lagi-lagi ada kesempatan dalam kesempitan bagi pelaku pasar dan investor memanfaatkan moment tersebut.
Apalagi besok lelang obligasi konvensional yang diharapkan menjadi salah satu kesempatan bagi pelaku pasar dan investor mendapatkan imbal hasil tinggi.
Bulan Maret hampir berlalu, bulan yang penuh dengan luka akibat US Treasury. Meskipun secara volatilitas mulai reda, pasar membutuhkan sentimen lanjutan, dan diharapan hal tersebut akan datang dari dalam negeri.
Pemulihan ekonomi masih akan menjadi perhatian, apalagi kuartal ke-1, perekonomian masih akan belum membaik.
Moment lebaran diharapkan mampu menjadi katalis positive mendorong daya beli sehingga meningkatkan konsumsi. Lelang sendiri diperkirakan akan mendapatkan total penawaran Rp 35 – 50 T.
Serapan pemerintah akan tergantung setinggi apa pelaku pasar dan investor meminta imbal hasil tersebut.
Tidak menutup kemungkinan pemerintah tidak akan menyerap sesuai dengan target maksimal selama Bank Indonesia masih akan menutupi kebutuhan utang pemerintah. Apalagi ratio penerimaan utang kita mengalami penurunan, yang membuat mau tidak mau penerbitan utang akan bertambah tahun ini.
Fokusnya masih akan seputar obligasi jangka pendek meskipun pelaku pasar dan investor mulai berani masuk ke dalam obligasi jangka panjang.
Lebih lanjut analis Pilarmas menilai, diperdagangan Selasa (30/3) pagi ini, pasar obligasi diperkirakan akan dibuka bervariatif dengan potensi melemah. Kenaikkan US Treasury 10y pada pagi hari ini akibat adanya gagal bayar salah satu Hedge Fund asing akan mendorong tingkat resiko mengalami kenaikkan.
“Kami merekomendasikan ikut lelang hari ini, dengan memasang imbal hasil tinggi karena adanya kenaikkan US Treasury hari ini,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Selasa (30/3/2021).
Adapun cerita hari ini akan kita awali dari;
1.REALITA VS GOSSIP BELAKA
Tampaknya China sedang menantang semua negara pemirsa. Belum selesai urusan dengan Australia, China saat ini bereaksi terkait dengan tuduhan atas pelanggaran Hak Asasi Manusia yang di berikan oleh Canada terhadap China terkait dengan laporan kerja paksa yang terjadi di provinsi Xinjiang, China bagian barat. Tentu saja China mengatakan bahwa hal tersebut merupakan sebuah kebohongan yang bermotifkan politik. Atas reaksi tersebut, masyarakat China tentu saja marah dan menutup beberapa toko baju di Xinjiang secara tidak resmi sebagai bagian dari boikot sementara. Tidak hanya dari masyarakatnya saja lho pemirsa, tapi dari Kementrian Luar Negeri China pun sudah mengumumkan sanksi yang akan diberikan kepada anggota parlement Canada dan Komite Parlemen mengenai Hak Asasi Manusia tersebut, serta kepala Komisi Amerika untuk Kebebasan Beragama atau USCIRF. Pemerintah China mengatakan bahwa tindakan ini dilakukan sebagai bagian dari tanggapan yang dilakukan oleh Amerika dan Canada pada pekan lalu yang hanya berdasarkan rumor dan kesalahan informasi. Pemerintah China tentu akan menjaga kedaultan nasionalnya, kepentingan keamanan dan pembangunan, serta mendesak pihak pihak terkait untuk dapat memahami situasi dan kondisinya dengan jelas, serta memperbaiki segala kesalahan yang ada. Sebagai informasi, kontroversi Xinjiang merupakan salah satu pertentangan yang selalu terjadi antara amerika dan China sejak jaman Presiden Trump, dan semakin mendekati puncaknya ketika era Presiden Biden. Amerika tentu saja tidak gentar pemirsa, Blinken mengatakan bahwa Amerika dan sekutunya akan terus menyerukan agar pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di China dapat segera di selesaikan, khususnya terhadap umat Muslim Uighur dan kelompot etnis dan minoritas lainnya yang berada di Xinjiang. Tidak hanya itu saja, China juga memberikan sanski kepada politisi Eropa dan beberapa organisasi think tank lainnya. China menatakan bahwa mereka semua harus berhenti untuk melakukan manipulasi politik pada masalah yang terjadi di Xinjiang, berhenti untuk mencampuri urusan dalam negeri China dalam bentuk apapun, dan berusaha untuk menahan diri untuk tidak melangkah lebih jauh di jalan yang salah. Jika mereka tidak mau menahan diri, maka mereka harus bersiap untuk menanggung akibatnya. China juga memberikan pengumuman sanksi pembalasan terhadap politisi senior Inggris, termasuk mantan pemimpin Partai Konservatif yang dimana menyebarkan berita kebohongan dan informasi yang salah mengenai Xinjiang. Kementrian Luar Negeri China mengatakan bahwa China menargetkan ada 9 orang dan 4 lembaga di Inggris yang akan dikenakan sanksi. Alhasil mereka semua dan kerabatnya tidak boleh memasuki China, berdagang atau melakukan transaksi dengan masyarakat China ataupun Perusahaan dari China. Setiap asset yang mereka miliki pun akan dibekukan. Boris Johnson sendiri sebagai Perdana Menteri dari Inggris mengatakan bahwa anggota parlement yang diberikan sanksi oleh China merupakan salah satu langkah yang terpenting terhadap kebebasan berbicara terkait dengan pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh Muslim Uyghur. Sekretaris Luar Negeri Inggris, Dominic Raab mengatakan bahwa Inggris akan bergabung dengan komunitas International dalam memberikan sanksi kepada mereka semua yang bertanggung jawab atas pelanggaran Hak Asasi Manusia. Yang menarik adalah, ketika China selalu membantah telah terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia di Xinjiang, maka menurut kami, China harus memberikan akses penuh kepada Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia untuk melakukan verifikasi kebenarannya. Meskipun China lagi lagi berdalih bahwa sanski yang diberikan oleh Inggris terhadap China merupakan tuduhan terhadap China hanya karena berdasarkan berita bohong dan kesalahan informasi. Namun kami berfikir bahwa apabila ternyata memang China tidak melakukan kesalahan khususnya pelanggaran Hak Asasi Manusia, seharusnya mereka membiarkan saja PBB melakukan verifikasi agar hal ini tidak terjadi berlarut-larut. Sama seperti kunjungan WHO untuk penyelidikan di Wuhan, hal tersebut pun sudah bukan lagi menjadi rahasia umum, bahwa kunjungan tersebut juga bernuansakan politis juga. Sudah ada beberapa negara yang mengumumkan akan memberikan sanksi terhadap China, yaitu Amerika, Canada, dan Uni Eropa. Mereka semua mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh China dapat dikatakan sebagai tindakan genosida. Tapi lagi lagi, China mengatakan bahwa mereka justru sedang membangun infrastructure untuk mendorong peningkatan ekonomi, menyediakan lapangan pekerjaan dan mendidikan anak anak. Sejauh ini ada potensi boikot merk dagang Hennes & Maurits AB serta Nike Inc, karena merk tersebut tidak menggunakan bahan baku kapas yang diproduksi di Xinjiang. Kami mengkhawatirkan tensi yang terjadi diantara mereka pemirsa, karena ditengah fase pemulihan seperti ini kami membutuhkan semua bersatu untuk melakukan pemulihan ekonomi agar proses tersebut dapat cepat selesai, bukannya justru malah bertengkar untuk sesuatu yang tidak pasti. China dengan kekerasan kepalanya untuk tidak membiarkan PBB melakukan verifikasi, Amerika, Canada, dan Uni Eropa dengan gossipnya akan menjadi salah satu perihal yang tidak akan mungkin bisa di selesaikan secara cepat. Boikot merek sendiri mungkin akan menjadi kerugian bagi perusahaan tersebut ditengah masa pemulihan, karena China sebagai Negara yang pertama kali pulih, tentu saja akan mulai mendorong tingkat konsumsinya sehingga hal tersebut akan menjadi nilai tambah bagi barang barang merk dari luar tersebut. Apalagi ada boikot, tentu saja potensi peningkatan produksi akan terhalang karena hilangnya daya beli.

