Pertamina Sebut Pandemi Covid-19 Lebih Parah Dari Krisis Keuangan 2008
Pasardana.id - Pandemi covid-19 yang terjadi secara global dinilai lebih parah dari pada krisis keuangan global di 2008. Hal ini pula yang memicu kerugian Pertamina di semester I-2020 sebesar USD767,92 juta atau setara Rp11,13 triliun.
Direktur Keuangan Pertamina, Emma Sri Martini mengatakan, pandemi covid-19 di Tanah Air membuat demand atau permintaan BBM berkurang sehingga mengakibatkan penjualan BBM Pertamina anjlok.
Penurunan demand tersebut terlihat pada konsumsi BBM secara nasional yang sampai Juni 2020 hanya sekitar 117 ribu kilo liter (KL) per hari atau turun 13 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2019 yang tercatat 135 ribu KL per hari.
Bahkan pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa kota besar terjadi penurunan demand mencapai 50-60 persen.
"Yang sekarang demand yang berdampak sangat signifikan pada revenue kita. Kondisi ini berbeda sekali dengan kondisi krisis sebelumnya. Jadi memang kondisi kali ini bahkan lebih berat dari financial crisis," kata Emma dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 26 Agustus 2020.
Selain penurunan permintaan, Emma juga menyebutkan, utang pemerintah kepada perseroan menjadi faktor pendorong lainnya atas kerugian tersebut. Di mana, utang kompensasi pemerintah sebesar Rp96 triliun dan utang subsidi Rp13 triliun yang belum dibayarkan maka diperkirakan kontribusi pemerintah atas kerugian perseroan mencapai 60%.
"Kurs berdampak signifikan karena pembukuan kami fundamentalnya adalah dollar Amerika Serikat (AS). Semua pencatatan dibukukan dalam bentuk dollar AS dan ini berdampak signifikan karena ada piutang kita kepada pemerintah dalam Rupiah," ujar Emma.
Karena itu, Emma mengatakan, pelunasan sisa utang pemerintah kepada Pertamina diyakini menekan kerugian yang saat ini dialami perusahaan pelat merah tersebut.
Bahkan, dia bilang, bantuan Komisi VII DPR dapat mendorong pemerintah untuk secepatnya melakukan pembayaran.
"Dengan dukungan Bapak-Ibu di Komisi VII (DPR) agar Pemerintah melakukan pembayaran, ini akan sangat membantu kami menekan rugi kurs karena ini magnitude besar. Kami hedging di market pun tidak ada flow-nya, tidak liquid. Di market, untuk hedging sebagai mitigasi kurs itu untuk currency Rp100 triliun lebih," pungkasnya.

