DBS Group Research: Tekanan pada Neraca Perdagangan Indonesia Mereda
Pasardana.id - Neraca perdagangan pada Maret dan Februari mencatat surplus masing-masing US$540 juta dan US$330 juta. Mengacu catatan itu, Pakar Ekonomi, DBS Group Research Masyita Crystallin berpendapat bahwa neraca perdagangan dapat membaik pada 2019 daripada 2018.
Setidaknya, Masyita punya tiga alasan:
- Dampak depresiasi rupiah pada akhirnya berimbas ke harga dan akan menyebabkan penurunan lebih lanjut dalam permintaan impor.
- Kami memperkirakan harga minyak berkisar rata-rata di antara US$65-US$70 /bbl (Brent) pada tahun ini jika dibandingkan dengan US$72 pada 2018. Itu harus bisa menurunkan nilai impor minyak.
- Kemungkinan stabilisasi ekonomi Tiongkok dapat mendukung permintaan perdagangan di kawasan ini, termasuk Indonesia.
Meski begitu, Masyita menjelaskan, kinerja ekspor lemah terutama disebabkan oleh perlambatan permintaan perdagangan global. Itu diperparah oleh likuiditas lebih ketat, yang berdampak pada perdagangan akibat daya beli melemah.
“Selain itu, harga komoditas utama Indonesia, seperti, CPO, batubara, dan karet, diperkirakan tetap datar pada tahun ini,” tulis Masyita, Senin (22/4/2019).
Terkait dengan tujuan ekspor utama, tujuan utama, Tiongkok, Jepang dan ASEAN, yang menyumbang 34% kepada ekspor Indonesia, berkurang secara berarti.
Terkait dengan hal itu, Masyita menilai, penguatan ekonomi Tiongkok, atau setidak-tidaknya pertumbuhan melambat atau mendatar, dapat mendukung perdagangan intra-Asia pada tahun ini dan mendukung ekspor Indonesia.
Untungnya, impor melambat lebih dalam ketimbang ekspor, meningkatkan neraca perdagangan Indonesia secara keseluruhan. Kombinasi dari harga minyak, yang lebih rendah, dan rupiah, yang melemah dibandingkan dengan pada 2017, juga turut menyumbang penurunan impor.
Selain itu, karena kandungan muatan impor dalam produk ekspor masih cukup berarti, perlambatan ekspor juga menyumbang terhadap penurunan impor.
“Di dalam negeri, pertumbuhan investasi lebih lemah, yang tampaknya memuncak pada kuartal ke-3 2018, mungkin telah menyebabkan penurunan dalam impor barang modal,” jelasnya.