ANALIS MARKET (18/12/2019) : Pasar Obligasi Berpotensi Alami Kenaikan Harga

Foto : Ilustrasi (ist)

Pasardana.id - Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pasar obligasi kembali mengalami penurunan, tapi mungkin kemarin akan menjadi yang terakhir.

Pasar obligasi pada akhirnya telah menyentuh support, sehingga memberikan peluang yang lebih besar untuk pasar obligasi mengalami rebound.

Tidak hanya itu saja, secara indicator teknikal Analisa, beberapa point mendukung adanya rebound tersebut.

Namun apa pun bisa saja terjadi, oleh sebab itu kami melihat bahwa pergerakan pasar obligasi masih cenderung tertekan, namun tidak lama.

Lebih lanjut, analis Pilarmas menilai, diperdagangan Rabu (18/12) pagi ini, pasar obligasi diperkirakan akan dibuka bervariasi dengan potensi naik dan turun dalam rentang 30 – 50 bps. Fokus utamanya adalah menjaga agar pasar obligasi tidak mengalami penurunan terlalu dalam.

Adapun cerita pagi ini akan kita awali dari;

1.SEBUAH PESAN DARI IMF

IMF kemarin memberikan pesan bahwa kecenderungan meningkatnya penggunaan utang perusahaan secara spekulatif, dapat membuat ekonomi global lebih rentan dalam penurunan pertumbuhan ekonomi berikutnya. Ratio utang Perusahaan di Negara maju terus mengalami peningkatan sejak 2010, meskipun sekarang berada di tahapan yang sama dengan puncak sebelumnya yaitu di 2008. Sejauh ini beberapa Negara seperti Spanyol dan Inggris telah mengurangi penggunaan utang. Data terbaru dari Data Utang Global IMF telah menempatkan total utang public dan global bond diangka $188 triliun pada akhir tahun 2018, dengan rata rata rasio utang secara global terhadap GDP naik menjadi 226%, dan beberapa diantara ekonomi maju mungkin tidak akan siap apabila terjadi penurunan selanjutnya.Di 1/3 Negara maju, rasio utang public adalah 30% point lebih tinggi dari tingkat sebelum krisis. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan utang terus mengalami kenaikkan, terkadang penggunaan utang saat ini lebih cenderung kepada menutupi utang yang akan jatuh tempo ketimbang untuk melakukan ekspansi. Oleh sebab itu hal ini menjadi sebuah perhatian penting bagi Lembaga rating dunia, untuk terus melakukan valuasi secara berkala agar ukuran utang di setiap lembaga maupun Pemerintah bisa terukur.

2.US ELECTION

Saat ini sejauh mata memandang, banyak Wall Street menjagokan Trump dalam pemilihan President Amerika yang akan datang. Yang dimana periode pertama saja, kita dibuat ketar ketir oleh Trump, tentu apabila Presiden Trump kembali jadi menjabat, tentu hal ini akan meningkatkan perang dagang dengan Negara lain yang dimana Trump akan sikat habis semua yang menghambat pertumbuhan ekonomi Amerika. Tidak hanya itu saja, intervensinya terhadap The Fed diperkirakan akan mampu lebih meningkat terhadap masa jabatan Powell yang dimana akan habis pada tahun 2022, tentu focus utamanya adalah mencari pemimpin yang bisa menerima situasi dan keadaan yang Trump inginkan. Tidak itu saja, Trump juga akan terfokus kepada putaran kedua dari pemotongan pajak, yang dikenal dengan sebutan Tax Cuts 2.0 dan Undang Undang yang memotong tarif pajak Perusahaan menjadi 21%. Dan hal ini telah disampaikan oleh Trump kepada Kudlow yang mengatakan bahwa Trump memiliki rencana seperti itu, namun tampaknya masih terlalu cepat untuk dilakukan saat ini. Sejauh ini kami melihat bahwa Trump masih memiliki kans yang lebih besar, apalagi dengan sejumlah prestasi yang dia bangun selama menjabat juga menunjukkan progress yang luar biasa, meskipun banyak pertentangan. Well, cukup menarik apabila kita menantikan US Election pada tahun depan nanti.

3.BATUBARA

Penurunan harga batubara acuan sejak awal tahun memberikan tekanan pada volume ekspor November yang juga turun 5.7% YoY. Meskipun pergerakan harga CPO sudah mulai membaik sejak pertengahan tahun 2019 ini, namun hal tersebut belum juga dapat menopang kinerja dari ekspor Indonesia. Peningkatan volume ekspor secara kumulatif Januari 2019 sampai November 2019 sebesar 599,7 juta ton dibandingkan dengan Januari - November 2018 sebesar 556,10 juta ton. Hal tersebut diperkuat berdasarkan data BPS, volume yang meningkat pada ekspor November 2019 sebesar 56,10 juta ton dibandingkan dengan November 2018 sebesar 51,14 juta ton berbeda dengan pencatatan nilai keseluruhan. BPS menyebut, nilai ekspor Indonesia pada November 2019 hanya US$14,01 miliar lebih kecil dibandingkan dengan November 2018 sebesar US$14,85 miliar. Kepala BPS Kecuk Suhariyanto juga menyebutkan adanya penurunan nilai dari sejumlah komoditas ekspor yang turun 2.8% MoM. Kami melihat penurunan dari harga acuan komoditas unggulan Indonesia yang sudah mulai terbatas diharapkan dapat memberikan dampak pada kualitas nilai ekspor untuk kuartal I 2020, Sehingga mengurangi beban dari neraca perdagangan.

“Kami merekomendasikan wait and see, dan bersiap membeli begitu harga bergerak melebihi 50 bps,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Rabu (18/12/2019).