Pinta DPR ke Aplikator Terkait Potongan Biaya Aplikasi Ojol
Pasardana.id - Masih ramainya keluhan pengemudi ojek online (ojol) soal potongan serta biaya jasa dari aplikator transportasi roda dua maupun empat.
Pengemudi merasakan ketidakadilan, dimana aplikator ini mengenakan tarif potongan yang lebih tinggi, yakni 20 persen.
Para pengemudi merasa potongan sebesar itu berdampak pada penghasilan yang didapatnya jadi semakin kecil.
Potongan yang dianggap terlalu besar ini, malah dibantah aplikator transportasi online.
Alhasil, salah satu anggota Komisi V dari Fraksi PKS, Reni Astuti menuntut aplikator untuk lebih transparansi.
"Kalau transparansi ini penting, mestinya Kemenhub itu audit soal angka-angka yang jadi potongan aplikator selama ini," kata Reni dalam diskusi Forum Legislasi DPR di Kompleks DPR, Jakarta Pusat, Selasa (27/5).
Reni bilang, dalam aturan yang dibuat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) semestinya aplikator hanya boleh memotong 15% dari biaya perjalanan.
Sementara itu, ada tambahan 5% untuk biaya kesejahteraan untuk para pengemudi.
Banyak pengemudi ojol dan taksi online yang mengeluhkan potongan biaya perjalanan dengan total 20%.
"Aturannya ada tapi kenyataan tak begitu. Contoh batasan maksimal potongan aplikator kan katanya di aturan itu 15%, plus 5% yang disuarakan tak begitu. Aplikator berkata tak pernah melebihi batas 20% tapi driver ojol mengatakan sudah melebihi, ada yang 40-50%," ujarnya.
Untuk itu, ia minta adanya audit pemotongan biaya jasa dari aplikator terhadap pengemudi ojol ataupun taksi online.
"Saya kira perlu dilakukan audit atas pemotongan biaya jasa aplikator terhadap pengemudi baik ojol, maupun taksi online," ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi V DPR RI, Adian Napitupulu juga mempertanyakan soal potongan aplikator.
Dia melihat, banyak potongan aplikator di luar komisi 15% yang diperbolehkan dalam aturan Kemenhub.
"Di tulisan (aturan) ini nggak ada pungutan lain selain 15 plus 5%. Ada platform fee? Nggak ada, tapi ini di judulnya ada jasa aplikasi, buat motor Rp 2.000, mobil 3.000, apa dari 15% ini? Bukan kan. Dasar hukumnya apa? Lalu, kalau jemput ke bandara ada biaya lokasi dan segala macam, ini dari mana?" tanya Adian.
Sementara itu, disebutkan bahwa dari angka potongan tambahan 5 persen sesuai aturan Kemenhub, Adian menerangkan hal tersebut digunakan untuk kesejahteraan para pengemudi.
Hanya saja, dirinya mempertanyakan kalau sejauh ini tidak ada aksi nyata untuk kesejahteraan bagi para pengemudi.
"Itu kan 15+5 persen. Nah, yang 5 persen itu kan untuk tunjangan kesejahteraan driver. Apa yang dimaksudkan, bla bla bla ada di situ di Permen (peraturan menteri), tapi siapa yang tanggung jawab angka 5 persen sejak 2022, siapa yang pegang uangnya, ke mana uangnya, berapa jumlahnya. Boleh enggak ojol tahu uangnya ke mana? Apa yang didapat ojol dari situ," tukas Adian.
Merespon hal tersebut, Direktur Angkutan Jalan Ditjen Perhubungan Darat Kemenerian Perhubungan (Kemenhub), Muiz Thohir mengungkapkan, bahwa pihaknya hanya bisa mengatur pembentukan tarif ojek online.
Selebihnya, untuk mengontrol pelaksanaannya, pihaknya tidak berwenang.
"Selama ini yang dilakukan teman-teman kita bersurat ke Komdigi untuk bersurat ke situ. Karena gini juga, kami dari Kemenhub kita tak ada kemampuan audit sekalipun, karena domain kita hanya menyusun harga. Urusan penindakan ke aplikator ada di Komdigi," beber Muiz.

