ANALIS MARKET (21/10/2025): Pelemahan IHSG Diproyeksi Masih Berlanjut

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id – Riset harian Kiwoom Sekuritas menyebutkan, Pasar saham AS menguat pada sesi perdagangan Senin (20 Oktober 2025) setelah dilanda volatilitas tinggi pekan lalu akibat krisis perbankan regional.

Dow Jones Industrial Average naik 1,12% menjadi 46.706,58, S&P 500 menguat 1,07%, dan Nasdaq Composite terapresiasi 1,37%. Indeks Russell 2000 berkapitalisasi kecil melonjak 2,0%, didukung oleh reli yang meluas di sektor Keuangan dan Teknologi.

Saham Apple mencapai rekor tertinggi baru, sementara Meta, Netflix, dan Alphabet naik antara 1,3% dan 3,3%. Philadelphia Semiconductor Index mencapai rekor tertinggi sepanjang masa, naik 1,6%.

Musim laporan keuangan kuartal ketiga memasuki puncaknya dengan rilis dari Tesla, Netflix, IBM, Intel, GM, Ford, dan perusahaan industri besar seperti GE Aerospace, Coca-Cola, Philip Morris, RTX, Lockheed Martin, dan Texas Instruments.

Laporan pendapatan bank regional menjadi fokus setelah kekhawatiran minggu lalu mengenai risiko kredit. Laba S&P 500 Q3 diproyeksikan tumbuh 9,3% YoY, lebih tinggi dari estimasi awal 8,8%.

SENTIMEN PASAR: Setelah serangkaian masalah kredit macet dan kasus penipuan di bank-bank regional AS, investor berfokus pada laporan pendapatan bank untuk mengukur risiko yang lebih luas di sektor keuangan. Zions Bancorporation membukukan laba Q3 yang lebih tinggi meskipun mencatat penghapusan kredit sebesar $50 juta akibat penipuan, dengan sahamnya naik 2,9% dalam perdagangan setelah jam kerja. SPDR S&P Regional Banking ETF juga naik 2,49%, meskipun kepercayaan investor masih terguncang setelah kebangkrutan First Brands dan Tricolor, yang memaksa Fifth Third dan JPMorgan mencatat kerugian gabungan lebih dari $300 juta. Analis Morningstar DBRS mencatat, bahwa kualitas aset bank telah mulai menurun, meskipun masih lebih baik dari yang diharapkan, sementara Deutsche Bank menilai bahwa kelemahan dalam saham bank berasal dari peristiwa kredit yang tidak lazim, berkurangnya fokus pada risiko kredit, dan komunikasi bank yang tidak konsisten. Jamie Dimon dari JPMorgan memperingatkan kasus potensial serupa, menggunakan analogi, "jika satu kecoak terlihat, mungkin ada lebih banyak".

-Di sisi lain, harapan untuk kesepakatan perdagangan AS-Tiongkok meningkat setelah Donald Trump mengonfirmasi pertemuannya dengan Presiden Xi Jinping di Korea Selatan akhir bulan ini. Trump mengatakan tarif tinggi di Tiongkok "tidak berkelanjutan," sementara Menteri Keuangan AS Scott Bessent akan bertemu Wakil Perdana Menteri Tiongkok He Lifeng untuk mencegah eskalasi tarif. Media pemerintah Tiongkok menggambarkan pertemuan itu sebagai "konstruktif" dan mengatakan tindak lanjut akan segera terjadi. Sebelumnya, ketegangan perdagangan menekan Wall Street setelah ancaman tarif 100% Trump memicu respons yang kuat dari Beijing. Meskipun demikian, data ekonomi terbaru menunjukkan pertumbuhan ekonomi Tiongkok sedikit di atas ekspektasi pada Q3 2025, meskipun tetap berada pada laju paling lambat dalam setahun terakhir akibat tekanan deflasi dan ketegangan perdagangan yang berkepanjangan.

-Sementara itu, penutupan pemerintah AS yang sedang berlangsung, yang kini memasuki minggu ketiga, telah menunda rilis beberapa data ekonomi utama. Namun, pejabat Gedung Putih Kevin Hassett menyatakan optimisme bahwa kebuntuan anggaran akan berakhir minggu ini. Departemen Tenaga Kerja masih dijadwalkan merilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan September Jumat ini, yang akan menjadi referensi utama untuk arah kebijakan moneter Federal Reserve selanjutnya.

KEBIJAKAN MONETER: Morgan Stanley memperkirakan Federal Reserve akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin lagi pada akhir bulan ini dan sekali lagi pada bulan Desember, sehingga menurunkan kisaran Suku Bunga Dana Fed menjadi 2,75%–3,0% pada pertengahan 2026. Prospek ini muncul meskipun rilis data ketenagakerjaan dan inflasi tertunda akibat penutupan pemerintah AS yang sedang berlangsung. Ketua Federal Reserve Jerome Powell dan Gubernur Christopher Waller menyatakan bahwa kondisi ekonomi tidak banyak berubah sejak pertemuan bulan September, dengan pasar tenaga kerja yang masih lemah membenarkan bias pelonggaran yang berkelanjutan. Morgan Stanley yakin The Fed telah melihat cukup bukti bahwa kebijakan moneter terlalu ketat, dan kurangnya data baru tidak akan mengubah arah tersebut.

PASAR EROPA & ASIA: Di Eropa, pendapatan pajak Jerman naik 2,6% YoY pada bulan September menjadi €88,4 miliar, didukung oleh penerimaan pajak penghasilan yang lebih tinggi meskipun pajak pertambahan nilai stagnan. Kementerian Keuangan menyatakan bahwa momentum ekonomi tidak akan pulih dalam waktu dekat setelah ekspor Jerman turun akibat melemahnya permintaan AS, produksi industri merosot tajam, dan pesanan manufaktur menurun selama empat bulan berturut-turut. Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Jerman hanya 0,2% tahun ini.

-Dari kawasan Asia-Pasifik, hubungan AS-Australia semakin erat setelah Presiden Donald Trump dan PM Anthony Albanese menandatangani perjanjian mineral strategis senilai US$8,5 miliar untuk melawan dominasi Tiongkok. Kedua negara masing-masing akan berinvestasi US$1 miliar dalam enam bulan ke depan dalam proyek pertambangan dan pengolahan serta menetapkan harga dasar untuk komoditas utama. Trump juga menyatakan dukungannya terhadap kesepakatan kapal selam nuklir AUKUS senilai A$368 miliar, yang akan meningkatkan keamanan Indo-Pasifik.

-Bank Ekspor-Impor AS (EXIM) mengumumkan tujuh surat minat investasi senilai lebih dari US$2,2 miliar untuk proyek-proyek mineral di Australia, termasuk Arafura Rare Earths, Northern Minerals, dan Sunrise Energy Metals. Pentagon juga berencana membangun kilang galium di Australia Barat setelah Tiongkok memblokir ekspor galium ke AS Desember lalu.

-Perekonomian Tiongkok tumbuh 4,8% pada Q3 2025, laju terlemah dalam setahun terakhir akibat lesunya konsumsi rumah tangga dan investasi aset tetap. Namun, sektor industri tumbuh 6,5%, membantu meredam perlambatan yang lebih dalam. Sementara itu, perekonomian negara tetangga Malaysia tumbuh 5,2% QoQ pada Q3 2025, didorong oleh konsumsi domestik yang kuat meskipun ekspor melemah. Pertumbuhan ini menyoroti ketahanan ekonomi di tengah tekanan eksternal dan tarif timbal balik AS.

KOMODITAS: Harga minyak dan logam relatif stabil di tengah meningkatnya kerja sama energi antara AS dan Australia serta harapan meredanya ketegangan perdagangan AS-Tiongkok. Trump menyatakan bahwa tarif tambahan terhadap Tiongkok dapat dilonggarkan jika Beijing melanjutkan pembelian produk pertanian utama seperti kedelai. Namun, pasar tetap berhati-hati menjelang rilis data inflasi AS Jumat ini, yang akan memberikan arahan bagi suku bunga dan permintaan komoditas di masa mendatang.

-Harga emas di pasar spot ditutup pada US$4.367,3/oz, melonjak 2,76% dari penutupan akhir pekan lalu dan mencapai rekor tertinggi baru. Harga emas telah melonjak 66,41% sepanjang tahun ini.

-Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun tipis 2 sen atau 0,03% menjadi US$57,52 per barel di New York Mercantile Exchange. Kedua harga acuan tersebut telah turun lebih dari US$1 di awal sesi dan mengakhiri perdagangan pada level terendah sejak awal Mei. Kekhawatiran pasar kini telah berbalik—dari kekurangan pasokan menjadi kekhawatiran akan kelebihan pasokan. Struktur minyak berjangka Brent menunjukkan pola contango, di mana harga pengiriman jangka pendek lebih murah daripada harga jangka panjang. Kondisi ini mendorong para pedagang untuk menyimpan minyak sementara untuk penjualan di masa mendatang dengan harga yang lebih tinggi.

AGENDA EKONOMI HARI INI: AS: Pidato The Fed Waller. Eropa: Pidato ECB Lane, Pidato Presiden ECB Lagarde. India: Output Infrastruktur. Jepang: Pidato BoJ Himino. india: Menjelang satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Bank Indonesia melaporkan aliran modal asing keluar sebesar Rp16,61 triliun selama 13-16 Oktober 2025, yang terdiri dari Rp1,09 triliun dari saham, Rp11,90 triliun dari Surat Berharga Negara (SBN), dan Rp3,62 triliun dari SBI. Bersamaan dengan momentum ini, pemerintah mulai menyalurkan Bantuan Langsung Tunai Sementara (BLTS) senilai Rp900.000 kepada 35,04 juta keluarga penerima manfaat sebagai bagian dari program stimulus fiskal tiga bulan terakhir tahun ini.

-Yield obligasi pemerintah (SUN) 10 tahun turun 9,1 bps menjadi 5,924% pada 17 Oktober 2025, menandai penurunan lima hari dan mencapai level terendah sejak April 2021. Penurunan ini mengindikasikan kenaikan harga obligasi yang didorong oleh meningkatnya permintaan investor.

-LPEM FEB UI memproyeksikan Inflasi Oktober 2025 sebesar 0,12–0,28% (mtm) atau 2,70–2,87% (YoY), didukung oleh normalisasi harga pangan seperti beras dan penyaluran bantuan beras 10 kg. Namun, risiko kenaikan tetap ada untuk komoditas yang sensitif terhadap cuaca dan biaya transportasi.

INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN: IHSG rebound tajam pada perdagangan Senin, ditutup menguat 173,3 poin / +2,19%, kembali ke level psikologis 8.000 di 8.088,98, didukung oleh Perbankan +5,32%, Keuangan +3,38%, dan Transportasi +3,10%. Net Buy Asing mencapai Rp657 miliar (pasar reguler), sebagian besar dialokasikan untuk BBCA, ASII, dan TLKM. Saham-saham unggulan lama kembali menguasai indeks setelah periode yang didominasi oleh saham-saham konglomerat, meskipun bank-bank Himbara seperti BMRI, BBNI, dan BBRI tetap menjadi target jual asing.

“Kami mengingatkan investor/trader bahwa selama IHSG tetap di bawah MA10 & MA20 (8.110 – 8.130 sebagai resistance terdekat hari ini), risiko penurunan lebih lanjut masih berlanjut,” sebut analis Kiwoom Sekuritas dalam riset Selasa (21/10).