DPR Kritik 490 Ton Beras Impor Bulog Tertahan di Dua Pelabuhan
Pasardana.id - Tersiar informasi yang menyebutkan ada sekitar 490 ribu ton beras impor Bulog tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Situasi ini memungkinkan munculnya biaya demurrage (denda) yang harus dibayar Perum Bulog sekitar Rp350 miliar.
Timbulnya potensi demurrage ini diduga akibat perubahan kebijakan Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang mengharuskan impor menggunakan kontainer, padahal sebelumnya cukup memakai kapal besar.
Namun, sebagian beras impor di Tanjung Priok sudah bisa keluar berkat bantuan Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan, Sri Mulyani saat kunjungan kerja ke pelabuhan.
Kini barang sudah berada di gudang Bulog.
Persoalannya, denda yang harus dibayarkan Bulog tersebut berdampak pada harga eceran beras, demi menutupi kelebihan pengeluaran.
Artinya, pemerintah harus memberi subsidi lagi ke Bulog.
Sampai Rabu (12/6), masih ada sekitar 200 kontainer beras tertahan di Tanjung Priok.
Sementara di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya tercatat 1.000 kontainer.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi VI DPR RI, Nevi Zuairina pun meminta pertanggungjawaban dari pemerintah terkait persoalan tersebut.
Dia mendorong, adanya pengawasan teknis di lapangan akibat tertahannya 490 ribu ton beras Impor Bulog tersebut.
“Jangan dibebankan ke rakyat dengan menaikan harga. Ini akibat kurang koordinasi, jadi pemerintah yang bertanggung jawab, denda jangan dibebankan ke masyarakat dengan naiknya harga beras. (Mestinya) Pengawasan teknis di lapangan ditingkatkan,” kata Nevi, dikutip Kamis (13/6).
Dia pun tidak menampik, bila biaya demuragge atau denda ini berimbas kepada kenaikan harga di masyarakat.
Namun, Nevi menekankan, pentingnya untuk tetap menahan harga beras saat ini terlebih di momen hari raya Idul Adha 2024.
“Sangat mungkin berdampak ke harga, tapi kita harus menahan kenaikan harga beras, apalagi ini disaat Hari Raya Idul Adha,” ujarnya.
Diakui Navi, kalau biaya demuragge atau denda ini akibat dari kebijakan yang tidak terkoordinasi dan tersosialisasi dengan baik.
“Akibat kebijakan yang tidak terkoordinasi dan tersosialisasi, harus ada tanggung jawab, jangan semua dibebankan ke Bulog. Ini adalah kesalahan kurang koordinasi antara Badan Pangan Nasional dan Bulog,” tandasnya.