JK Sebut Pembayaran Utang RI Era Jokowi Rp1.000 Triliun per Tahun

Foto : istimewa

Pasardana.id - Mantan Wakil Presiden RI yang ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla mengungkapkan, bahwa pemerintahan era Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus membayar utang hingga mencapai Rp1.000 triliun setiap tahun.

Saat berpidato dalam hari ulang tahun (HUT) ke-21 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (20/5) lalu, dia mengatakan bahwa angka tersebut, menurutnya menjadi pembayaran utang tertinggi sepanjang sejarah republik ini berdiri.

Pria yang akrab disapa JK ini menambahkan, bahwa persoalan ekonomi akibat krisis yang pernah terjadi sebelumnya pada 1998, hingga menimbulkan kekacauan di beberapa penjuru negeri, jangan sampai terjadi lagi.

Dia menyebut, kalau persoalan ekonomi di Indonesia mengenai utang sudah mengakar.

JK bahkan membenarkan bahwa utang luar negeri Indonesia saat ini cukup besar.

"Pak AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) tadi mengatakan utang besar, betul. Setahun bayar utang lebih Rp1.000 triliun, terbesar dalam sejarah Indonesia sejak merdeka," ujarnya.

Kata JK, bahwa kondisi utang yang menggunung ini adalah salah satu masalah ekonomi yang akan dihadapi kedepannya.

"Bilamana terjadi terus menerus akan menjadi persoalan yang besar sehingga ia berharap tidak akan terjadi lagi," ujarnya.

Di sisi lain, JK mengakui, jika UU membolehkan pemerintah melakukan hutang 60 persen dari pendapatan nasional.

Namun, dirinya tetap mengingatkan perlunya kehati-hatian terhadap peningkatan hutang pemerintah.

Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu juga mengingatkan beratnya persoalan bangsa di masa yang akan datang.

Sebelum persoalan tersebut makin membesar dan membahayakan bangsa, maka persoalan tersebut harus diselesaikan.

Diketahui, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada triwulan I 2023 tembus US$402,8 miliar atau setara Rp5.909 triliun (kurs Rp14.700).

"Dengan perkembangan tersebut, ULN Indonesia pada triwulan I 2023 secara tahunan mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 1,9% (yoy), melanjutkan kontraksi pada triwulan sebelumnya sebesar 4,1% (yoy)," tulis Bank Indonesia, Selasa (16/5/2023).

Menurut Bank Indonesia, kontraksi pertumbuhan ini bersumber dari ULN sektor publik (Pemerintah dan Bank Sentral) dan swasta.

Perkembangan posisi ULN pada triwulan I 2023 juga dipengaruhi oleh faktor perubahan akibat pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global, termasuk Rupiah.

Secara rinci, posisi ULN pemerintah pada triwulan I 2023 tercatat sebesar US$194,0 miliar, atau secara tahunan mengalami kontraksi sebesar 1,1% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan kontraksi pada triwulan sebelumnya sebesar 6,8% (yoy).

Sementara, posisi ULN swasta pada triwulan I 2023 tercatat sebesar US$199,4 miliar, atau secara tahunan mengalami kontraksi 3,0% (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada triwulan sebelumnya sebesar 1,7% (yoy).

Pertumbuhan ULN perusahaan bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations) dan lembaga keuangan (financial corporations) masing-masing mengalami kontraksi 2,9% (yoy) dan 3,5% (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi triwulan lalu yang masing-masing tercatat 1,4% (yoy) dan 2,7% (yoy).

Menurut Bank Indonesia, struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.