Reaksi Kemendag Terkait Rencana Aprindo Hentikan Penjualan Minyak Goreng

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id - Kementerian Perdagangan (Kemendag) bereaksi terhadap ancaman dari Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) yang bakal menghentikan penjualan minyak goreng di jaringan retail.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim meminta kepada pengusaha agar tidak melakukan rencana tersebut.

Dia mengaku akan melakukan negosiasi dengan pihak Aprindo.

"Intinya, jangan sampai setop jualan seperti itu, kan ini akan menimbulkan masalah baru," katanya, Jumat (14/4) lalu.

Sebelumnya, Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey mengatakan, alasan mereka mau men-setop penjualan minyak goreng lantaran meminta pemerintah untuk membayar utang sebesar Rp344 miliar.

Utang tersebut berasal dari selisih harga minyak goreng alias rafaksi dalam program satu harga pada 2022 lalu yang belum dibayar hingga saat ini.

Menurutnya, pemerintah seharusnya membayar utang selisih harga itu 17 hari setelah program berlangsung.

Namun, setahun berlalu belum juga dibayarkan.

"Kami bukan mau mengancam, tapi ini cara kami agar didengar," ujar Roy.

Lebih lanjut Roy menjelaskan, program minyak satu harga yang diluncurkan pemerintah pada awal 2022 tersebut bukan kemauan Aprindo.

Namun, keharusan sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2022.

Aturan itu mengharuskan pengusaha menjual minyak goreng kemasan premium seharga Rp14.000 per liter.

Hal tersebut imbas harga minyak goreng yang liar di pasar pada awal tahun lalu.

"Jadi, rafaksi bukan kemauan ritel, karena ada regulasi Permendag itu. Itu ketentuan yang berlaku di Permendag 3 perihal minyak goreng satu harga. Semua dijual Rp14 ribu dari 19 Januari sampai 31 Januari," bebernya.

Lanjutnya, dalam aturan itu pemerintah juga diharuskan membayar selisih harga. Namun, utang belum dibayarkan, Permendag 3 justru digantikan dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022.

Beleid baru itu membatalkan aturan lama soal pembayaran selisih harga yang harusnya ditanggung pemerintah.

Sehingga, sampai saat ini pengusaha belum menerima pembayaran utang tersebut.

"Permendag 6 muncul jadinya Permendag 3 jadi tak berlaku lagi, tapi bukan berarti rafaksi nggak dibayar. Kita sudah setorkan semua data pada 31 Januari sudah kita penuhi semuanya, tapi belum juga dibayar," tandasnya.