65 Juta UMKM Perlu Perlu Sentuhan Digital
Pasardana.id - Pelaku wahana perdagangan berbasis teknologi informasi masih punya ceruk pasar yang belum disentuh yakni mencapai 65 juta pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah.
Menurut Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, UMKM memegang peranan penting mengingat 60 persen PDB tanah air datang dari sektor tersebut.
Saat ini, telah ada 18 juta usaha UMKM yang telah terdigitalisasi di Indonesia.
“18 juta adalah angka yang besar, tapi sebetulnya kecil, karena kami memiliki 65 juta UMKM yang perlu dihubungkan (secara digital),” kata dia seperti dikutip, Senin (20/6/2022).
Perry mengakui, bahwa digitalisasi berkembang amat cepat di Indonesia.
Ia juga menyatakan, bahwa pemanfaatan digitalisasi penting untuk pengembangan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan di masa depan.
Lebih lanjut Gubernur Perry menyebutkan, bahwa digitalisasi sendiri, utamanya digitalisasi pembayaran, adalah salah satu dari enam agenda prioritas jalur keuangan pada Presidensi Indonesia di G20 2022 pada Juli mendatang.
“Kami ingin membawa digitalisasi Indonesia ke ASEAN, lalu ke ranah global, pada G20 di Indonesia,” katanya dalam pidatonya di acara tersebut.
Perry juga menyebutkan bahwa Indonesia dan negara-negara lain di ASEAN di antaranya sedang bersiap mengembangkan inisiatif sistem pembayaran lintas batas negara
Ditambahkan, terkait digitalisasi, Indonesia memiliki pasar ritel yang amat besar, yang perlu dirangkul untuk pemulihan ekonomi pasca pandemi.
Hal ini diamini CEO dan co-founder Blibli, Kusumo Martanto, dalam kesempatan yang sama Ia mengatakan dukungan digitalisasi terbukti menjadi kunci bagi UMKM untuk bisa bertahan khususnya di masa-masa disrupsi, seperti pandemi.
“Selama pandemi, UMKM yang beralih ke kanal online memang bisa lebih bertahan. Berdasarkan penelitian tahun 2021 yang dilakukan oleh Blibli dengan Boston Consulting Group dan Kompas,
UMKM yang online bisa memiliki pendapatan 1,1 kali lebih tinggi dari UMKM yang hanya beroperasi offline.
Sementara UMKM yang online juga 2,1 kali lebih mungkin untuk menjual berbagai produk dalam skala nasional dan 4,6 kali lebih mungkin untuk mengekspor produknya ke luar negeri,” papar Kusumo.
Ia melanjutkan, di era pasca pandemi, beralih ke online saja tidak cukup untuk peritel. Berdasarkan studi McKinsey & Company pengintegrasian toko online dan offline atau omnichannel juga makin diminati.
Menurutnya, omni-channel adalah masa depan ritel di era pasca pandemi Oleh karenanya, Blibli terus memperkuat ekosistem omni-channel-nya diantaranya melalui Blibli InStore, Click and Collect, dan Blibli Mitra, yang menghubungkan operasi bisnis online dan offline dalam ekosistem yang terintegrasi bagi mitra ritel Blibli.
“Belanja omnichannel telah menjadi norma yang baru. Kita harus bisa siap untuk memberikan layanan omnichannel yang cepat dan tanpa cela,” kata Kusumo.
Di samping penetrasi yang sangat masif, digitalisasi di Indonesia bukannya tanpa tantangan. CEO Tiket.com, George Hendrata, menyatakan pada kesempatan yang sama bahwa pelatihan untuk sumber daya manusia masih diperlukan untuk merealisasikan potensi digitalisasi.
Hal ini diamini oleh Fock Wai Hoong, kepala deputi teknologi dan konsumen untuk Temasek.
Menurut Fock, berdasarkan survei Temasek bersama Google, talenta sumber daya manusia memang tetap menjadi hambatan besar untuk perkembangan teknologi.
“Ini menjadi tantangan untuk kita semua, bagaimana untuk berfokus untuk reskilling dan upskilling populasi pekerja kita sementara kita bersiap untuk berpartisipasi di internet economy,” pungkasnya.