ANALIS MARKET (16/3/2021) : Pasar Obligasi Berpotensi Melemah
Pasardana.id – Bond bond. Obligasi obligasi.
Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, baru juga dibilang bersiap menghadapi pekan terberat pekan ini, malah dibuat turun pisan pemirsa.
Menghadapi kenaikkan imbal hasil US Treasury yang mengalami penguatan menjadi 1.6% ternyata membuat obligasi pemerintah Indonesia gemetar menghadapi gagahnya US Treasury. Alhasil, mau tidak mau pasar obligasi harus menghadapi penurunan, bahkan beberapa diantara obligasi acuan pun justru memecahkan rekor mengalami penurunan terdalam sejak dia diterbitkan.
Alih-alih pasar obligasi mengalami pelemahan, tentu menjadi sebuah kesempatan bagi pelaku pasar dan investor untuk dapat masuk ke dalam pasar obligasi pada lelang hari ini, sehingga mendorong imbal hasil obligasi untuk mengalami kenaikkan. Supaya penawaran imbal hasil pada hari ini dapat lebih tinggi.
Namun pertanyaannya, apakah investor asing masih akan pesimis dengan pasar obligasi Indonesia?
Tentu saja pemirsa, investor asing akan pesimis karena sejauh ini volatilitas US Treasury semakin tinggi, yang memberikan ketegangan bagi Emerging Market.
Oleh karena tingginya volatilitas US Treasury, kami melihat bahwa lelang hari ini diperkirakan akan mendatangkan total penawaran sebesar Rp 30 – 50 T, apakah target indikatif akan diserap?
Mungkin saja pemirsa, tapi kami cemas hal tersebut akan menjadi kenyataan. Namun apapun yang terjadi dengan lelang hari ini, tentu akan menjadi sebuah gambaran sejauh mana pelaku pasar dan investor percaya terhadap pasar obligasi dalam negeri.
Fokusnya tetap berada pada obligasi berdurasi jangka pendek untuk meredam volatilitas sementara waktu. Tekanan US Treasury akan menjadi salah satu alasan dengan apa yang akan terjadi pada lelang hari ini.
Lebih lanjut analis Pilarmas menilai, diperdagangan Selasa (16/3) pagi ini, pasar obligasi diperkirakan akan dibuka bervariatif dengan potensi melemah setelah lelang.
“Kami merekomendasikan ikuti lelang,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Selasa (16/3/2021).
Adapun cerita hari ini akan kita awali dari;
1.APA YANG DIHARAPKAN?
Dengan adanya pertemuan Bank Sentral The Fed dan Bank Sentral Jepang yang akan diadakan pekan ini, tentu hal ini akan menjadi perhatian bagi kita semua karena tentu akan mempengaruhi pergerakan pasar kedepannya. Sebetulnya apa sih yang kita nantikan? Apakah mungkin kapan The Fed akan mulai melakukan pengurangan pembelian obligasi? Ataukah mungkin, kapan The Fed akan mulai menaikkan tingkat suku bunga? Tentu ini semua menjadi perhatian bagi banyak orang termasuk kami yang cukup keepoh. Sejauh ini kalau kita melihat kapan The Fed akan melakukan pengurangan pembelian obligasi, kami melihat ada potensi yang cukup besar untuk terjadi pada tahun depan. Proses pemulihan perekonomian yang kuat didukung oleh percepatan vaksin diperkirakan akan membuat The Fed menaikkan tingkat suku bunga pada tahun 2023, namun tidak menutup kemungkinan akan terjadi pada akhir tahun 2022. Berarti apabila tingkat suku bunga akan dinaikkan pada akhir tahun 2022, tentu itu artinya program pengurangan pembelian obligasi akan dimulai pada tahun 2022 yang akan menyebabkan situasi dan kondisi Taper Tantrum. Saat ini The Fed sedang mengamati situasi dan kondisi yang terjadi di pasar, khususnya terkait dengan efek kebijakan moneter dan fiscal, serta dorongan percepatan distribusi vaksinasi. FOMC meeting pada pertemuan bulan ini tentu saja tidak akan mengubah tingkat suku bunga, namun pandangan dan rencana mereka khususnya terkait dengan situasi dan kondisi US Treasury serta ekspektasi inflasi tentu akan menjadi perhatian. Pembelian obligasi pun kami melihat masih akan berada dalam nilai yang sama setidaknya hingga akhir tahun ini berakhir. Meskipun The Fed mengatakan bahwa pasar ketenagakerjaan di Amerika dan inflasi masih rendah, tapi bukan berarti tujuan The Fed dan reaksi pasar tidak berarti apa apa saat ini. Kami menyadari bahwa The Fed sendiri pun harus menghargai proses pemulihan yang sedang berjalan, menarik kebijakan moneter hanya akan menyakiti proses itu sendiri. Beberapa proyeksi di Amerika mengatakan bahwa Bank Sentral – The Fed harus menaikkan tingkat suku bunga pada akhir tahun 2023 dengan tingkat kenaikkan berkisar 50 bps, namun ada juga yang mengatakan bahwa perubahan tingkat suku bunga tidak akan terjadi hingga 2024 mendatang. Namun kami juga menyadari bahwa, tingkat suku bunga yang rendah terlalu lama juga tidak baik bagi perekonomian, karena seperti buih hal ini akan menjadi perusak rasa kedepannya. Kami yakin bahwa tahun ini semua kebijakan masih akan seperti sebelumnya, hanya saja kami butuh kepastian dari The Fed tentang sikap mereka terhadap ekspektasi inflasi yang bergerak liar, dimana ekspektasi inflasi 1y saja berada di 3.1%. Hal ini akan mendorong volatilitas US Treasury akan selalu berada dalam ketinggian, oleh sebab itu kami melihat bahwa sikap The Fed akan menjadi point penting saat ini. Apalagi pasar obligasi kita terus mengalami penurunan, bahkan memecahkan rekor penurunan sebelumnya menjadi yang terdalam, bak lagu Noah :D. Kenaikkan tajam US Treasury sebagai bagian dari ekspektasi pertumbuhan ekonomi memang membuat tekanan, namun bagi Powell kenaikkan US Treasury itu hanyalah sementara. Ingin rasanya hati ini percaya kepada Om Powell, namun kenyataannya tidak semudah itu untuk di terima oleh pelaku pasar dan investor. Kalau kita ingat lagi, Powell memang mengatakan bahwa pemulihan dan pertumbuhan ekonomi saat ini tidak akan membuat The Fed menaikkan tingkat suku bunga. Tapi kalau kita mundur kebelakang sedikit, pada pertemuan The Fed pada bulan December lalu, seorang pejabat The Fed mengatakan bahwa ada potensi kenaikkan tingkat suku bunga sebesar 25 bps pada tahun 2022 dilanjutkan dengan 5 kali kenaikkan pada tahun 2023 mendatang. Kami cukup senang pemirsa, bahwa analisis kami hampir in line dengan situasi dan kondisi yang berkembang saat ini dalam The Fed. Meskipun kami tidak cukup senang apabila ada 5x kenaikkan tingkat suku bunga pada tahun 2023 mendatang karena akan memukul pemulihan dan perkembangan negara berkembang. Fokus utamanya dalam 1 – 2 tahun mendatang adalah, sejauh mana inflasi dapat konsisten, dan sejauh mana angka pengangguran dapat mengalami penurunan. The Fed sudah, yuk kita beralih kepada Bank Sentral Jepang, apa yang dapat kita harapkan dari mereka. Kami sebetulnya tidak terlalu cemas dengan pertemuan Bank Sentral Jepang, namun pandangan mereka terkait dengan pergerakan US Treasury tentu akan mencuri perhatian pelaku pasar dan investor. Mengapa kami tidak terlalu cemas dengan Bank Sentral Jepang? Karena mereka sudah mengatakan bahwa mereka akan melakukan apapun yang diperlukan, dan yang terpenting mereka sudah punya jurus ampuh bernama Yield Curve Control. Namun bagi Bank Sentral Japan, mereka lebih suka untuk memperhatikan The Fed dan Bank Sentral Eropa terlebih dahulu sebelum mereka melakukan sesuatu. Spread premium antara obligasi Jepang dengan US Treasury telah membuat Yen mengalami pelemahan terhadap Dollar, dan tentu saja hal ini menjadi implikasi positive terhadap eksportir, dan akan mendorong potensi terjadinya inflasi yang tentu saja menguntungkan bagi Bank Sentral Jepang yang mengidam idamkan angka inflasi yang mengalami kenaikkan. Kami tidak ingin mengatakan bahwa tidak ada ruang bagi kebijakan moneter bagi Bank Sentral Jepang, namun pada kenyataannya ruang tersebut sangatlah terbatas. Bank Sentral Jepang kami perkirakan akan tetap mengirimkan pesan standar untuk menjaga Yen untuk tetap lemah yang dimana hal ini di inginkan Jepang, ditambah dengan dukungan terhadap Yield Curve Control untuk menjaga spread premium antara obligasi Jepang dengan US Treasury. Beberapa harapan terhadap pertemuan Bank Sentral Jepang diperkirakan sebagai berikut pemirsa; 1. Tingkat suku bunga jangka pendek diperkirakan tidak akan berubah, dan masih akan berada di rentang -0.1% dan suku bunga jangka panjang di sekitar 0. 2. Pembelian obligasi diperkirakan akan berada dalam rentang yang ada saat ini, namun memungkinkan untuk dapat berubah agar dapat menyesuaikan terhadap volatilitas pasar yang ada dan mendorong naiknya tingkat likuiditas. 3. Sikap Bank Sentral Jepang yang lebih fleksibel terhadap pergerakan pasar yang ada saat ini, khususnya ekspektasi yang sedang mengalami lonjakan di Amerika. Ada yang menarik dengan Bank Sentral Jepang, mereka sendiri memprediksi bahwa Jepang belum tentu dapat berhasil mencapai inflasi sebesar 2% hingga tahun 2023 mendatang. Well, kami hanya bisa menganalisa, tapi biarlah waktu yang akan menjawabnya.

