ANALIS MARKET (17/12/2021) : Pasar Obligasi Berpotensi Melemah Terbatas

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, investor kecewa dengan jawaban yang disampaikan dalam pertemuan Bank Indonesia kemarin (16/12).

Paslanya, tidak ada sesuatu yang special untuk memperlihatkan gambaran besar kepada kita, bagaimana sikap dan kebijakan Bank Indonesia kedepannya.

Apakah ini yang dinamakan rencana rahasia? Tapi kok terlihat lagi-lagi masih terlihat seperti pengulangan yang sama setiap bulannya.

Bahkan pernyataan yang ingin kami dengar pun, justru ditanyakan oleh kawan kawan wartawan. Namun lagi-lagi, jawaban dari Bank Indonesia tidak membuat kami terpuaskan.

Lantas, ditengah kekecewaan yang terjadi saat ini, Bank Sentral Eropa ternyata terlihat lebih fleksibel, dimana, Bank Sentral Inggris mengaum lebih besar dari biasanya.

Lho memang ada apa nih, kok mengaum? Nah itu ada didalam research kita saat ini.

Fokus utamanya adalah, bagaimana kita mampu mengarungi volatilitas yang terjadi saat ini, bahkan ketika kita tidak punya pegangan dalam menghadapi kenaikkan tingkat suku bunga?

“Menyikapi kondisi ini, pagi ini pasar obligasi diperkirakan akan dibuka melemah dengan potensi melemah terbatas. Kami merekomendasikan jual,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Jumat (17/12/2021).

Adapun cerita hari ini akan kita awali dari;

1.ECB, SMOOTH!!

Setelah sebelumnya kita mendengarkan arisan The Fed yang menyita perhatian banyak orang serta pelaku pasar pastinya, kali ini kita akan mendengarkan arisan dari Bank Sentral Eropa, yang dimana mereka sepakat untuk melakukan pembelian obligasi kembali selama 6 bulan untuk memberikan kesempatan yang lebih besar lagi bagi perekonomian untuk pulih, dan memberikan titik keluar yang aman bagi perekonomian setelah pandemi. Lagarde sendiri telah memproyeksikan rebound ekonomi yang kuat diimbangi dengan inflasi yang lebih cepat pada tahun depan. Omicron menjadi salah satu alasan terkuat bagi Bank Sentral Eropa untuk kembali menambah rentang waktu stimulusnya, padahal stimulus tersebut berakhir pada bulan Maret 2022. Bank Sentral Eropa mengatakan bahwa ancaman terus berkembang dari Omicron, sehingga hal inilah yang membuat Bank Sentral Eropa berjanji untuk tidak melakukan masa transisi secara kasar, melainkan harus halus dan mulus. Para pejabat di Bank Sentral Eropa juga akan mengubah alat kebijakan untuk menangani krisis dan dapat menangani gejolak pasar di masa yang akan datang. Kemajuan pemulihan ekonomi yang kuat dan menuju target inflasi jangka menengah memberikan kesempatan kepada Bank Sentral untuk terus melakukan pengurangan stimulus langkah demi langkah. Namun Lagarde mengingatkan bahwa inflasi diproyeksikan masih akan tetap tinggi dalam jangka waktu menengah namun diperkirakan akan turun dalam waktu dekat yang berpotensi sangat besar akan terjadi pada tahun 2022 mendatang. Program Pembelian Asset telah diperjuangkan untuk berada dikisaran 40 miliar euro perbulan, dan akan berkurang menjadi 30 miliar euro, dan kembali turun menjadi 20 miliar Euro pada bulan October. Para pejabat Bank Sentral Eropa telah mengubah aturan reinvestasi pada PEPP sehingga menjadikannya lebih mudah dalam memberikan dukungan atau stimulus ketika gejolak terjadi di pasar keuangan. Namun pelaku pasar dan investor melihat ada kesempatan bagi Bank Sentral Eropa untuk menaikkan tingkat suku bunga sebanyak 10 bps pertama pada tahun 2023 mendatang. Sejauh ini keputusan Bank Sentral Eropa merupakan sebuah pengakuan terhadap inflasi sehingga harus menciptakan sebuah kebijakan moneter yang tepat dalam menghadap inflasi, dimana inflasi kali ini begitu cepat sejak mata uang tunggal di ciptakan. Situasi dan kondisi saat ini memberikan ketidakpastian yang mengalami peningkatan akibat Omicron yang dimana telah berhasil menghentikan pertumbuhan ekonomi di Jerman. Presiden Bank Sentral Eropa sejauh ini telah memberikan proyeksi ekonomi terbarunya yang dimana mereka menaruh inflasi diatas target 2% untuk tahun 2022 mendatang, dengan tingkat rata rata 3.2%. Pejabat Bank Sentral Kemudian melihat pertumbuhan inflasi akan mengalami penurunan karena harga mengalami pengurunan pada tahun 2023 dan 2024 sebesar 1.8% setiap tahunnya. Kenaikkan harga yang terjadi saat ini lebih terjadi karena harga energi yang tinggi, dan pasokan yang terbatas. Para pembuat kebijakan memberikan isyarat bahwa mereka dapat kembali menggunakan tools dan stimulus yang tersedia apabila krisis kembali terjadi. Lagarde menyampaikan bahwa fleksibilitas akan tetap menjadi elemen kebijakan moneter setiap kali ada ancaman terhadap tranmisi kebijakan moneter yang dimana membahayakan pencapaian stabilitas harga. Pembelian obligadi dibawah PEPP juga dapat dilanjutkan jika diperlukan untuk melawan guncangan terkait dengan pandemi. Saat ini pandangan kami terkait dengan sikap Bank Sentral Eropa menurut kami sudah tepat, karena inflasi meskipun saat ini berada pada tingkat kecepatan yang lebih cepat dari biasanya, namun inflasi masih dikatakan lebih terkendali dibandingkan inflasi di Amerika. Hal ini yang membuat Bank Sentral Eropa masih menggunakan kata kata inflasi hanyalah sementara. Apalagi kalau kita lihat, IHS Markit di Jerman sudah mulai menunjukkan tanda tanda bahwa inflasi di German, mungkin sudah mencapai puncaknya sehingga perekonomian di negara Eropa tersebut mulai terlihat stagnasi pada bulan December ini. Akomodasi secara moneter tentu masih diperlukan agar inflasi tetap stabil pada target inflasi 2% dalam jangka waktu menengah. Oleh sebab itu karena masih banyaknya ketidakpastian saat ini, kita perlu mempertahankan fleksibilitas dan opsionalitas. Dari sisi Bank Sentral Eropa, kami lihat masih sangat fleksibel dalam melihat pergerakan pasar. Namun ternyata di Eropa sendiri adalah lho yang dimana Bank Sentral Inggris, pada akhirnya secara mengejutkan menaikkan tingkat suku bunga. Gubernur Bank Sentral Inggris, Andrew Bailey mengatakan bahwa prospek inflasi terlihat lebih persisten, sehingga hal inilah yang membuat Bank Sentral Inggris harus mengambil keputusan untuk menaikkan tingkat suku bunga sebesar 15 bps menjadi 0.25%. Saat ini Inggris masih menjadi negara pertama dari G7 yang mengambil langkah drastic tersebut, alih alih inflasi apakah karena keputusan dari The Fed untuk menaikkan tingkat suku bunga lebih awal ya? Kenaikkan ini merupakan kenaikkan pertama tingkat suku bunga dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. Bailey mengatakan bahwa Bank Sentral Inggris melihat bukti dari pasar tenaga kerja yang sangat ketat, ditambah lagi dengan kehadiran inflasi yang tidak kunjung turun sehingga membuat Bank Sentral Inggris yakin bahwa inilah saatnya. Nah kenaikkan tingkat suku bunga Bank Sentral Inggris ini diproyeksikan akan kembali mengalami kenaikkan pada bulan February sebesar 25 bps kembali dengan tingkat probabilitas sebesar 80%. Yang kami apresiasi adalah Bank Sentral Inggris melakukan hal tersebut ditengah tengah kehadiran Omicron yang memberikan signal bahwa ketidakpastian masih menyelimuti di pasar. Sebetulnya masih banyak kisah Bank Sentral yang ingin kami ceritakan, cuma saying kertas memisahkan kita. Tapi jangan khawatir, pekan depan edisi arisan Bank Sentral dari berbagai belahan dunia ya.