ANALIS MARKET (24/4/2020) : IHSG Memiliki Peluang Bergerak Bervariatif dan Ditradingkan Pada Level 4.541 - 4.685

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pada perdagangan hari Kamis 23/04/2020, IHSG ditutup menguat 25 poin atau 0,57% menjadi 4.593. Sektor barang konsumsi, industri dasar, aneka industri, dan perdagangan bergerak positif dan menjadi kontributor terbesar pada kenaikan IHSG kemarin. Investor asing membukukan penjualan bersih sebesar 243 miliar rupiah.

Adapun cerita hari ini akan kita awali dari:

1.BANK SENTRAL CHINA WASPADA

Harga minyak yang kemarin mengalami penurunan pada akhirnya akan memperburuk situasi pelemahan yang terjadi di pbarik China dalam beberapa bulan mendatang, hal ini tentunya akan mendorong peran Bank Sentral untuk melonggarkan kebijakan moneter yang lebih luas. Turunnya harga energi merupakan tekanan tambahan kepada Perusahaan, yang sebelumnya telah mengalami penderitaan akibat biaya yang tinggi, rantai pasokan yang tidak berjalan, pesanan yang dibatalkan hingga konsumen yang tidak mau untuk membeli kembali. China merupakan tolok ukur bagi inflasi utama perekonomian dunia yang dimana mengalami penurunan sebanyak 1.5% bulan Maret lalu, dan berpotensi untuk turun lebih banyak hingga 5% pada kuartal tahun ini. Secara tidak langsung, harga minyak bukan merupakan bagian dari inflasi China, namun harga minyak memberikan pengaruh terhadap harga barang barang seperti bahan bakar, petrokimia, dan biaya transportasi. Terakhir Bank Sentral China telah memangkas tingkat suku bunga jangka pendek dan menengah di atas dari suntikan likuiditas sebelumnya dengan jangka waktu rollover pinjaman dan aturan mengenai peraturan yang lebih mudah. Sebagai negara pengimpor minyak terbesar di dunia, tentu harga yang rendah membuat keuntungan terhadap China, terutama dari sisi konsumen. Disaat saat seperti ini, tentu kita mengharapkan Bank Sentral China dapat memangkas tingkat suku bunganya untuk menjaga perekonomiannya, namun kami melihat Bank Sentral China justru akan lebih hati hati dalam memangkas tingkat suku bunganya. Bank Sentral China sebelumnya telah menurunkan tingkat suku bunga pinjamannya yaitu 7 hari dan 1 tahun, masing masing turun 10bps pada kuartal kedua. Sejauh ini Bank Sentral China lebih berhati hati dalam memangkas tingkat suku bunga, berbeda yang kami perhatikan dengan Bank Sentral di belahan dunia ini yang dimana mereka berbondong bondong untuk memangkas tingkat suku bunganya. Sejauh ini tingkat pertumbuhan ekonomi China terlihat mengalami kontraksi sebesar 5.1% pada kuartal pertama dan mungkin akan tumbuh sekitar 3.7% tahun ini. Perusahaan manufacture China sedang menghadapi pesanan yang telah dibatalkan oleh Eropa dan Amerika akibat wabah virus corona. Kami angkat topi dan jempol untuk apa yang Bank Sentral China lakukan, meskipun mereka berhati hati dalam memangkas tingkat suku bunga, namun tingkat pertumbuhan ekonomi masih terlihat lebih stabil dibandingkan negara lain. Bank Sentral China memastikan ada mekanisme transmisi efek dalam menyalurkan dana dana yang terjangkau terhadap sector yang membutuhkan. Sejauh ini baik ekspor maupun impor ada kemungkinan akan mengalami penurunan sebanyak 4% tahun ini. Dan tidak hanya itu saja, lebih dari 80% para ahli memperkirakan akan terjadi peningkatan obligasi korporasi gagal bayar dengan sector ekspor, ritel, dan property yang paling rentan.

2.TIDAK HANYA CHINA LHO

Bank of Japan saat ini juga tengah berada di bawah tekanan untuk melindungi ekonomi mereka dari virus corona, dan memberikan kemungkinan bahwa minggu depan akan ada pembahasan untuk pembelian obligasi Pemerintah tanpa batas, yang dimana ditargetkan senilai 80 triliun yen. Gubernur Haruhiko Kuroda dan rekannya juga akan menggandakan target pembelian untuk Commercial Paper dan obligasi korporasi. Para pejabat tersebut akan menghadapi pertemuan singkat pada hari Senin nanti, dan tentunya mereka akan mempertahankan target imbal hasil obligasi Pemerintah mereka untuk yang 10y berada di kisaran nol dan tingkat suku bunga yang -0.1%. Fokus kebijakan sejauh ini telah bergeser dari sekedar penyelamatan pasar keuangan dari stabilitasi ekstrem hingga mengatasi kondisi likuiditas yang memburuk bagi perusahaan. Kami melihat ada potensi yang cukup besar bagi Bank of Japan untuk melakukan langkah langkah tambahan untuk mengurangi kekhawatiran di pasar kredit dengan langkah langkah yang termasuk didalamnya adalah membeli lebih banyak obligasi korporasi. Tidak hanya itu saja, data berbagai PMI yang telah keluar kemarin pagi, telah membuat pengaruh yang cukup besar terhadap Bank of Japan terhadap bagaimana mereka harus bertindak dan bergerak. Penurunan data PMI composite, manufacture, dan services membuat Bank of Japan harus bersiap untuk menghadapi badai berikutnya, sama seperti data PMI Amerika dan Eropa yang tengah mengalami penurunan. Kami melihat bahwa sejauh ini para Bank Sentral akan melakukan lebih banyak usaha untuk mencegah penurunan yang lebih dalam. Sejauh ini kami melihat bahwa sebelum ini, China telah merasakan terlebih dahulu pahitnya data PMI manufacture, services, dan composite mereka, namun dengan cepat kembali bangkit. Tentu kami juga mengharapkan yang sama untuk semua negara tersebut, pasalnya apabila penurunan data tersebut kembali terjadi dalam waktu singkat, hal ini akan membuat para regulator untuk kembali mengeluarkan kebijakan. Hal ini yang akan dilakukan oleh Bank of Japan pada tanggal 27 April nanti. Well, ketika semua mengeluarkan kebijakan, semoga mereka juga mengangkat tema untuk pengendalian wabah agar dapat dikendalikan dengan baik penyebarannya.

3.APA SELANJUTNYA?

Ditengah pusaran pandemi Covid-19 yang terjadi di dalam negeri, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengatakan opsi revisi target investasi 2020 menjadi Rp817 triliun jika pandemi virus corona belum usai hingga Juli mendatang. Hal ini disaat laju investasi juga diperkirakan akan melambat pada kuartal II/2020. Pasalnya, dampak pandemi Covid-19 telah mempengaruhi realisasi investasi khususnya investasi asing pada kuartal I/2020. Kondisi ini tentunya mengubah strategi agar realisasi investasi berjalan, dengan, bagaimana memaksimalkan potensi realisasi investasi yang ada di dalam negeri sendiri disaat Penanaman modal asing (PMA) pada triwulan pertama 2020 turun 9,2%, menjadi Rp 98 triliun dibandingkan triwulan pertama 2019 sebesar Rp 107,9 triliun. disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang sejak awal tahun menghantam beberapa negara. Hal ini tentu akan memberikan pengaruh terhadap capital inflow yang masuk kedalam sector riil, sehingga membuat kita sebagai emerging market yang banyak mengandalkan dana dari capital inflow, tentu akan mengalmai hambatan dalam menjalankan bisnis tersebut.

“Berdasarkan analisa teknikal, kami melihat saat ini IHSG memiliki peluang bergerak bervariatif dan ditradingkan pada level 4.541-4.685,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Jumat (24/4/2020).