ANALIS MARKET (21/12/2020) : Pasar Obligasi Berpotensi Melemah Terbatas
Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pada akhirnya penguatan pasar obligasi yang massif beberapa hari terakhir justru menjadi blunder tatkala pasar obligasi mencatatkan penguatan tertingginya kemarin.
Di tengah situasi dan kondisi gegap gempitanya pasar obligasi, ada satu pertanyaan yang terbesit di hati para pelaku pasar dan investor, termasuk kami tentunya. Penguatan pasar obligasi begitu luar biasa, hingga imbal hasil obligasi 10y pada akhirnya berhasil mencatatkan penurunan imbal hasil obligasi dibawah 6%.
Tentu ini menjadi suatu tanda, bahwa imbal hasil obligasi Indonesia cepat atau lambat akan menyusul imbal hasil obligasi India yang dimana saat ini juga masih tengah mengalami kesulitan dalam pemulihan perekonomian karena India masih harus berjuang untuk melawan Covid.
Indonesia pun masih berjuang melawan Covid, namun apabila imbal hasil obligasi Indonesia berhasil turun lebih rendah daripada imbal hasil obligasi India, tentu resiko berinvestasi di Indonesia akan jauh lebih baik daripada berinvestasi di India.
Namun penguatan harga obligasi yang membuat imbal hasil turun, justru menjadi pertanyaan karena penguatan harga obligasi tanpa dipengaruhi oleh kekuatan investor asing.
Kemanakah investor asing saat ini?
Bahkan ditengah penguatan, porsi kepemilikkan asing justru masih mengalami penurunan hingga 25.2%, berarti penguatan harga obligasi masih ditopang oleh Bank Indonesia dan investor lokal.
Kemanakah investor asing? Apakah memang investor asing sudah tidak berminat untuk masuk ke dalam investasi obligasi Indonesia?
Yuk kita cari tahu.
Sejauh ini sepanjang tahun 2020, Asing memang sudah keluar banyak dari pasar obligasi bahkan sekarang sudah mencatatkan capital ouflow sebanyak Rp75 T.
Kalau kita urutan, dari wilayah Asia investor asing keluar terbesar dari; India dengan Rp 211 triliun, disusul dengan Indonesia Rp 72 triliun, Japan dengan Rp 13 triliun dan terakhir Thailand sebesar Rp 12 triliun.
Kalau kita cermati, keluarnya asing dari berbagai negara tersebut dapat kita urai satu persatu pemirsa.
Dari India sendiri seperti yang kita ketahui bahwa jumlah korban yang terinfeksi virus Corona terus bertambah banyak setiap hari nya, bahkan menempati urutan ke dua di dunia dibawah Amerika.
Tekanan bertambahnya jumlah korban membuat prospek pemulihan ekonomi kian mengalami kesulitan sehingga membuat investor asing lebih waspada, yang dimana berakibat tingginya capital outflow dari India.
Indonesia sendiri pun masih diragukan oleh asing terkait dengan prospek pemulihan perekonomian, meskipun beberapa proyeksi selalu mengatakan bahwa Indonesia akan pulih ke dua tercepat setelah China.
Ini menjadi perhatian bagi para pelaku pasar dan investor, apakah benar semua yang kita saksikan hari ini, termasuk naiknya IHSG dan harga obligasi, terlalu indah menjadi kenyataan?
Maju mundurnya PSBB dan vaksinasi yang dijanjikan sejak bulan November pun tidak kunjung menunjukkan hasil nyata.
Hal ini yang membuat investor asing belum siap untuk menerima resiko tersebut yang alhasil juga mendorong capital outflow terjadi.
Untuk Jepang sendiri rendahnya inflasi serta lambatnya prospek pemulihan ekonomi membuat investor cukup gregetan, karena stimulus yang sudah digelontorkan dengan nilai jumbo juga masih belum memberikan hasil terhadap dorongan motor ekonomi.
Naik dan turunnya perekonomian Jepang, menjadi perhatian apalagi ditengah situasi dan kondisi transisi pemerintahan dari konvensional menjadi digital, tentu akan semakin menyita perhatian dan focus pemerintah Jepang.
Namun dengan perekonomian yang stabil menjadi pilihan untuk masih tetap percaya dengan perekonomian Jepang.
Untuk Thailand, kami melihat lebih kepada permasalahan politik baru diikuti dengan kesehatan yang membuat investor asing cenderung melakukan capital outflow, meskipun secara prospek perekonomian, Thailand masih menjanjikan karena sector manufacture masih menjadi motor perekonomian yang dimana juga didorong oleh beberapa perusahaan besar yang keluar dari China lebih memilih berinvestasi di Thailand.
Oleh sebab itu, meskipun tekanan politik masih tinggi, investor asing masih menjaga porsi kepemilikkan surat berharganya karena ada optimisme dari perekonomian.
Well, kira kira begitulah cerita panjang capital outflow dari investor asing dari berbagai belahan negara di Asia.
Tolok ukur selanjutnya dapat kita perhatikan tahun depan, apakah pelaku pasar dan investor melihat potensi perbaikan atau tidak. Kalau mereka melihat potensi perbaikan, maka ada kemungkinan capital inflow akan kembali masuk ke dalam pasar obligasi Indonesia. Apabila mereka masih belum kembali ke dalam pasar obligasi Indonesia, maka mau tidak mau Bank Indonesia akan menjadi pahlawan kembali bagi pemerintah.
Lebih lanjut analis Pilarmas menilai, diperdagangan Senin (21/12) pagi ini, pasar obligasi diperkirakan akan dibuka melemah dengan potensi melemah terbatas.
“Kami merekomendasikan jual,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Senin (21/12/2020).
Adapun cerita di hari ini akan kita awali dari;
1.SEBUAH AKSI DARI BANK SENTRAL JEPANG
Setelah sebelumnya The Fed dan Bank Indonesia beraksi, kali ini Bank Sentral Jepang unjuk gigi! Haruhiko Kuroda memberikan kejutan lain pada pertemuan terakhir Bank Sentral kemarin. Bank Sentral Jepang menjanjikan sebuah evaluasi kebijakan moneter dengan sangat mudah tanpa harus melakukan perubahan secara keseluruhan. Hal ini membuat spekulasi terkait dengan perubahan kebijakan moneter dalam kurun waktu 3 bulan menjadi sangat tinggi. Pejabat Bank Sentral Jepang mengatakan akan memperpanjang program dalam kurun waktu 6 bulan untuk mendukung usaha yang terkena dampak akibat virus Corona serta mempertahankan tingkat suku bunga untuk tidak berubah yang diikuti dengan jumlah pembelian asset yang sama seperti sebelumnya. Hal ini sebelumnya tentu sudah diprediksi oleh kami semua, karena di penghujung tahun ini tentu tidak banyak yang akan dilakukan oleh Bank Sentral di seluruh dunia. Berbeda dengan pada awal tahun depan yang dimana pijakan start akan menjadi sangat penting untuk menjaga proses pemulihan ekonomi. Evaluasi dalam membuat kebijakan yang tidak berkelanjutan merupakan sesuatu yang tidak terduga, namun ide tersebut muncul karena meningkatnya rasa khawatir bahwa target inflasi sebesar 2% tidak akan tercapai. Beberapa data ekonomi yang kemarin keluar justru menunjukkan bahwa inflasi bahkan lebih lemah daripada sebelumnya ditengah dorongan dari Kuroda untuk melonggarkan stimulus secara besar besaran. Dengan evaluasi tersebut, Kuroda menunjukkan bahwa dirinya siap untuk melakukan evaluasi yang berkelanjutan demi terciptanya tujuan sekalipun Bank Sentral Jepang mengubah haluan untuk mendorong sebuah perubahan. Bank Sentral Jepang akan mulai melakukan evaluasi pertamanya pada bulan Maret mendatang dimana ada kemungkinan terjadi perubahan stimulus secara kuartal dan menjaga penguatan Yen. Kuroda mengatakan akan melihat secara menyeluruh terkait dengan potensi pembelian asset kami yang nilainya bervariasi dan akan menjaga management control yield curve control yang kami miliki. Tujuan Bank Sentral Jepang saat ini adalah mempertahankan tingkat suku bunga serta kebijakan dalam jangka pendek dan panjang, apabila memungkinan bahkan dapat lebih rendah dari sebelumnya. Beberapa pengamat setuju terkait dengan Bank Sentral Jepang untuk melakukan penyesuaian terhadap kerangka Bank Sentral Jepang yang dimana diperlukan untuk mengurangi efek samping untuk mendorong inflasi mencapai 2%. Kuroda ingin memberikan penjelasan bahwa evaluasi tersebut bukanlah tentang pengurangan kebijakan moneter, namun Bank Sentral Jepang juga tidak bisa berdiam diri saja tatkala inflasi justru mengalami penurunan lebih dalam yang membuat target secara nilai jadi semakin lama. Kerangka Yield Curve Control akan memberikan Bank Sentral pendekatan yang berbeda untuk mengatasi kesulitan dalam mendukung perekonomian, harga, serta stabilitas pasar yang dimana hal tersebut membutuhkan pelonggaran kuantitatif secara langsung. Sejauh ini Yield Curve Control masih menjadi salah satu andalan dari Bank Sentral
Jepang untuk menjaga perekonomiannya agar tetap dapat bertahan meskipun ditengah situasi dan kondisi saat ini. Bank Sentral Jepang tengah menunjukkan kepada dunia bahwa Bank Sentral Jepang tetap dalam keadaan siaga untuk menjaga perekonomiannya, karena apabila pemerintah terus berupaya melakukan kebijakan fiscal, tentu membutuhkan dukungan dari Bank Sentral Jepang. Semoga saja kali ini Jepang dapat bertahan agar tidak ketinggalan proses pemulihan dengan negara lainnya, karena biar bagaimanapun perekonomian Jepang merupakan salah satu perekonomian terpenting bagi Asia.
2.HADIAH NATAL DARI AMERIKA UNTUK CHINA
Seperti biasa, tidak seru tanpa cerita dari Trump. Ditengah gegap gempitanya berita akan kemenangan Biden dan vaksin, seakan tidak ingin di lupakan masyarakat dunia, Presiden Trump kali ini membuat kehebohan dengan menandatangani Undang Undang yang membuat perusahaan China dapat dikeluarkan dari Bursa Amerika kecuali regulator di Amerika dapat mendapatkan izin untuk meninjau dan mengaudit laporan keuangan mereka. Tentu saja, langkah Trump ini bagaikan karma bagi China yang tengah berjibaku dan mendorong hubungannya dengan Australia ke tahap kritis. Langkah Trump akan menjadi sebuah aksi baru dengan China. Undang Undang ini tentu akan mempengaruhi beberapa perusahaan besar seperti Alibaba Group Holding Ltd dan Baidu Inc. Presiden Trump terus melakukan aksi terkait dengan apa yang dilakukan oleh China terhadap Amerika yang menyebabkan deficit perdagangan antara Amerika dan China. Yaa, mungkin saja aksi Trump ini terkait dengan kekesalan lantaran kekalahannya dengan Biden beberapa waktu yang lalu. Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, perusahaan China menggunakan pasar modal Amerika dan pasar keuangan yang menggunakan mata uang dollar sebagai pendanaan utama perusahaan China dalam mengembangkan bisnis perusahaan China. Undang Undang ini selain membuat perginya perusahaan China tentu akan membuat kerugian yang lebih dalam terhadap perusahaan China yang gagal memenuhi standar audit laporan keuangan. Kebijakan Amerika yang membiarkan perusahaan China bermain dengan aturannya sendiri juga membuat situasi dan kondisi saat ini juga tengah berbahaya. Juru bicara Kementrian Luar Negeri China, Hua Chunying mengatakan bahwa pengesahan Undang Undang tersebut politisasi terhadap peraturan Sekuritas dan mendorong kerjasama untuk melindungi para investor. Undang Undang tersebut berpotensi merusak kepercayaan investor global di pasar modal Amerika dan akan merusak posisi pasar modal Amerika dan merugikan kepentingan Amerika. Undang Undang tersebut membuat situasi dan kondisi Amerika terhadap China semakin memanas setelah sebelumnya Trump membatasi pemberian visa perjalanan terhadap 92 juta anggota Partai Komunis. Kementrian Keamanan dalam Negeri Amerika juga telah memberikan perintah terhadap petugas bea cukai di pelabuhan Amerika untuk menyita setiap pengiriman dari China yang menandung kapas dan produk kapas lainnya yang berasal dari Korps Produksi dan konstruksi Xinjiang yang dimana perusahaan tersebut ternyata memiliki afiliasi dengan Angkatan militer China yang dimana perusahaan tersebut justru yang terbesar di China. Pembatasan tersebut juga karena Amerika sudah melakukan pembatasan dengan perusahaan China yang memiliki afiliasi dengan militer China. Undang Undang ini akan menjadi moment penting karena sebelumnya Amerika terus berjibaku untuk menerapkan Undang Undang tersebut karena perusahaan China terus menolak untuk memberikan izin kepada Badan Pengawas Akutansi Perusahaan Publik untuk melakukan audit terhadap perusahaan yang melantai di Bursa Amerika. Hal ini dilakukan sebagai upaya dari Pemerintah Amerika untuk memeriksa apakah perusahaan China tersebut berada di bawah kendali pemerintahan China atau tidak. Tidak hanya itu saja, tujuan dari Undang Undang ini juga bertujuan untuk memastikan bahwa setiap perusahaan yang melantai di Bursa Amerika memiliki aturan main yang sama dan menjaga kepentingan para investor agar tidak mengalami kerugian.

