ANALIS MARKET (18/12/2020) : Pasar Obligasi Berpotensi Menguat
Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pasar obligasi bergoyang pemirsa, bagaikan seperti tiada hari esok.
Pesona Bank Indonesia dengan dukungan dari The Fed membuat pasar obligasi kembali menunjukkan pesonanya, bahwa obligasi juga merupakan salah satu instrument investasi yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Kami cukup senang, akhirnya imbal hasil obligasi 10y dapat berada di bawah 6%, dan tentu saja sedikit lagi akan menggeser imbal hasil obligasi India 10y yang berada di 5.90%.
Dengan semakin menurunnya imbal hasil obligasi, tentu nilai CDS obligasi pun akan mengalami penurunan.
Dan apabila nilai CDS mengalami penurunan, itu artinya nilai resiko berinvestasi di Indonesia juga turun yang dimana hal tersebut memberikan sentiment positive bagi pelaku pasar dan investor asing untuk mulai berinvestasi di Indonesia dibandingkan India.
Tentu hal ini akan menjadi sebuah keberhasilan tersendiri bagi capital inflow yang berpotensi masuk, meskipun saat ini investor asing yang memegang obligasi pemerintah terus mengalami penurunan.
Meningkatnya korban yang terinfeksi masih menjadi salah satu perhatian, namun animo masih menjadi daya dorong bagi pasar obligasi untuk mengalami kenaikkan.
Dengan kehadiran tingkat suku bunga yang pro terhadap pemulihan perekonomian, tentu hal ini akan menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi proses pemulihan perekonomian kedepannya. Hanya tinggal, mau engga perbankan mendorong kredit untuk dapat dinikmati oleh sector rill di Indonesia.
Inflasi yang rendah masih akan menjadi perhatian, mengapa demikian?
Karena apabila tahun depan menginginkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi diatas 5%, tentu harus didukung dengan inflasi yang bergerak naik.
Ditengah situasi dan kondisi saat ini apakah masih memungkinkan untuk mendorong konsumsi naik?
Well, menjadi rahasia illahi apakah hal tersebut menjadi kenyataan atau tidak.
Lebih lanjut analis Pilarmas menilai, diperdagangan Jumat (18/12) pagi ini, pasar obligasi akan dibuka menguat dengan potensi menguat. Sisa-sisa energi yang tersisa kemarin akan menjadidaya dorong meskipun penguatan akan terbatas.
“Kami merekomendasikan beli,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Jumat (18/12/2020).
Adapun cerita hari ini akan kita awali dari;
1.JANGAN GANGGU, LAGI ASIK
Ditengah gemerlapnya IHSG menjelang liburan natal, ada yang mencoba mengganggu gemerlapnya IHSG. Ketidaksukaan antara Australia dan China terus berlanjut hingga hari ini. Australia akan menantang China dalam World Trade Organization, atas keputusan China untuk memberikan tarif yang lebih besar terhadap produk dari Australia sebagai imbas dari memburuknya hubungan kedua negara tersebut. Menteri Perdagangan, Simon Birmingham mengatakan bahwa pemerintah Australia telah menginformasikan kepada China untuk meminta waktu untuk berdiskusi dengan China. Meskipun menurut kami sakit hati yang dirasakan China sudah teramat dalam dan sakiiit, sehingga membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk memulihkan hubungan Australia dan China. Proses penyelesaian perselisihan biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk diselesaikan, sementara ini pemberian tarif tersebut belum didukung oleh fakta dan bukti yang cukup. Pemerintah Australia secara resmi telah mengajukan permintaan resmi kepada WTO kemarin malam, karena meskipun proses tersebut akan berlarut larut, tampaknya pemerintah Australia mempercayakan masalah ini kepada WTO. China memberikan tarif lebih dari 80% terhadap product dari Australia. Tarif tersebut merugikan produsen Australia dengan nilai sebesar A$2.5 miliar atau $1.9 miliar dalam kurun waktu 5 tahun mendatang. Sejauh ini Menteri Perdagangan Australia mengatakan bahwa mereka yakin bahwa Australia memiliki bukti, data dan analisis yang cukup untuk memenangkan perselihan tersebut. Sementara itu, tampaknya China tidak peduli dengan langkah yang diambil oleh Australia sehingga China belum memberikan tanggapan terkait hal tersebut. Penyelesaian sengketa di WHO biasanya memakan waktu berbulan bulan, dan hasilnya biasanya tidak menentu. Kalau kita ingat, kasus antara Amerika dan China saja memakan waktu hampir 2 tahun, mungkin ibarat lumut, warnanya sudah bukan hijau lagi tapi item :D. Kalau kita ingat pun, keputusannya memenangkan China dimana WTO menyatakan bahwa Amerika melanggar peraturan perdagangan global ketika memberikan China tarif terhadap barang barangnya. China akan terus menekan Australia, karena seperti yang kita tahu, dimata Australia, China merupakan sosok yang teramat penting bagi perekonomiannya sehingga China tahu posisi tawarnya bagi Australia. Sejauh ini China sudah memberikan sanksi terhadap product tembaga, anggur, kayu, hingga lobster. Kode cantik sudah diberikan oleh China agar hubungan membaik, yaitu dengan meminta Canberra harus bergerak maju, maksudnya disini adalah karena Canberra yang menolak pembangunan investasi China dalam bentuk 5G, sehingga kami melihat tampaknya China tetap menginginkan pembangunan 5G di Australia. Wang Wenbin mengatakan bahwa pihak Australia sudah mengambil beberapa tindakan yang mencerminkan sikap yang diskriminatif terhadap perusahaan China yang dimana hal tersebut sudah melanggar praktik internasional. Oleh sebab itu China berharap bahwa Australia dapat menanggapi kekhawatiran China dengan baik, dan melakukan beberapa tindakan nyata untuk memperbaiki perlakukan Australia terhadap China. Batu bara yang sebelumnya tidak boleh masuk ke China pun yang berasal dari Australia harus luntang lantung di perairan China, yang dimana pada akhirnya China juga sudah mensahkan peraturan pembatasan untuk tidak menerima batu bara dari Australia. Yang membuat Australia bersedih adalah, Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional dari China mengatakan bahwa mereka akan memberikan persetujuan terhadap Pembangkit Listrik untuk dapat mengimpor batu bara tanpa batasan dari negara manampun kecuali dari Australia. Kami yakin bahwa Australia pasti terluka dengan perlakukan dari China, namun Australia juga tidak memungkiri bahwa memburuknya hubungan mereka dengan China berpotensi untuk melemahkan potensi pemulihan ekonomi yang terjadi di Australia. Justru kami berharap memburuknya hubungan antara Australia dan China dapat dimanfaatkan oleh Indonesia untuk bisa masuk menggantikan Australia dalam pengiriman batu bara agar Indonesia memiliki diversifikasi pembeli batu bara dari Indonesia. Dan ini merupakan potensi bagi emiten emiten batu bara. Bahkan tidak hanya batu bara, namun beberapa komoditas penting lainnya seperti bijih tembaga dan konsentratnya, gula, dan kapas juga diperlakukan dengan dikenakan tarif oleh China. Namun bijih besi dan gas, masih tetap diterima, karena China juga membutuhkannya untuk membantu menjaga proses pemulihan perekonomian yang terjadi.
2.KESIBUKKAN BANK SENTRAL
Dalam RDG Bank Indonesia yang diagendakan pada hari Kamis, Bank Indonesia mempertahankan suku bunga 7DRRR 3.75%, suku bunga deposito tetap di 3% dan suku bunga kredit tetap di 4.5%. Hal tersebut seiringan dengan keputusan prakiraan inflasi yang tetap rendah, stabilitas eksternal yang terjaga dan upaya bersama untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional. Dalam RDG terakhir di 2020, Bank Indonesia mengungkapkan kinerja perekonomian global terus menunjukkan perbaikan dan diperkirakan akan meningkat di 2021. Hal ini ditunjukkan oleh perkembangan sejumlah indikator dini pada November 2020 yang mengonfirmasi perbaikan ekonomi global yang terus berlangsung. Kenaikan PMI di manufaktur dan jasa berlanjut di Amerika dan China, serta keyakinan konsumen dan bisnis membaik di China dan kawasan Eropa. Dengan perkembangan tersebut, ekonomi global diprediksi tumbuh 5% di 2021. Ia juga mengatakan ketidakpastian pasar keuangan menurun didorong ekspektasi positif terhadap prospek perbaikan ekonomi global karena ketersediaan vaksin. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan cenderung positif pada kuartal IV/2020 seiring dengan penguatan ekspektasi konsumen terhadap penghasilan, penguatan PMI produksi manufaktur serta prospek vaksinasi. Sementara itu, untuk keseluruhan tahun, Bank Indonesia meyakini ekonomi Indonesia akan tumbuh di kisaran minus 1% hingga minus 2% pada akhir tahun 2020. Tidak hanya Bank Indonesia lho, Bank of England juga kemarin pada akhirnya membuat keputusan untuk tidak mengubah tingkat suku bunganya pada pertemuan terakhir pada tahun ini yang dimana ada ketidakpastian disana terkait dengan proses Brexit yang masih berlangsung. Dengan situasi dan kondisi dimana lockdown masih terjadi di Inggris, tentu akan membuat Andrew Bailey, Gubernur Bank Sentral Inggris akan mempertahankan kebijakannya hingga Brexit ditentukan atau perekonomian memburuk akibat penguncian yang dilakukan oleh Inggris. Komite Kebijakan Moneter yang beranggotakan 9 orang menilai bahwa target pembelian obligasi harus ditingkatkan hingga 150 miliar pound per bulan, dan berusaha untuk menyakinkan para pejabat bahwa Bank Sentral masih memiliki lebih banyak ruang untuk melakukan sesuatu yang lebih banyak, meskipun pada akhirnya nilai pembelian tersebut tidak berubah. Ditengah situasi dan kondisi yang terjadi saat ini, ketidakpastian Brexit masih menjadi sesuatu yang menggantung bahkan ketika deadline tinggal beberapa hari lagi. Meskipun Johnson bersiap Inggris meninggalkan Uni Eropa tanpa kesepakatan, ini akan menjadi moment yang cukup berat bagi Inggris. Bank Sentral Inggris mengatakan akan melakukan apapun yang bisa dilakukan untuk mendukung perekonomian meskipun hasil Brexit tidak dapat diketahui. Tidak hanya itu saja pemirsa, Bank Sentral Inggris juga tengah menjajaki kemungkinan apabila Inggris melakukan penurunan tingkat suku bunga hingga negative. Sejauh ini kontribusi Bank Sentral masih menjaga pasar agar pasar dapat berfungsi dengan baik dan menjaga biaya pinjaman agar tetap rendah ditengah gejolak perekonomian di sector riil. Hal tersebut dapat mendorong perbankan untuk dapat menyalurkan kredit untuk mendorong perekonomian. Sejauh ini angka pengangguran masih akan mengalami peningkatan di Inggris, karena Bank Sentral Inggris melihat bahwa tingkat pengangguran masih akan mengalami kenaikkan hingga 7.5% tahun depan. Sejauh ini perekonomian di Inggris diperkirakan akan mengalami penurunan hingga 8% dalam pertumbuhan jangka panjang, dan apabila Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan, maka berpotensi turun hingga 10%. Negosiasi sejauh ini masih terus berlangsung, dan apapun hasilnya tentu akan mempengaruhi Bank Sentral dalam membuat keputusan. Dan apabila ternyata Inggris meninggalkan Uni Eropa tanpa kesepakatan, tentu mau tidak mau Inggris harus melakukan pelonggaran kebijakan moneter kembali dengan menaikkan nilai pembelian obligasi kedepannya. Saat ini Bank Sentral Inggris masih berusaha untuk menjaga cost of fund pendanaan dari sisi pemerintah, perusahaan, dan rumah tangga yang memiliki hutang agar dapat membuat semua pihak bertahan. Beberapa pihak terlihat pesimis terkait dengan tindakan yang dilakukan oleh Bank Sentral Inggris, karena tampaknya apapun yang dilakukan tidak dapat mendorong perekonomian meskipun dapat mengurangi dampak dari situasi dan kondisi yang ada, baik Brexit maupun lockdown terhadap perekonomian. Pertanyaannya adalah, apakah pemangkasan tingkat suku bunga mampu memperbaiki perekonomian? Ditengah tekanan kiri dan kanan yang mendesak perekonomian Inggris, cukup menarik untuk kita nantikan sejauh mana Inggris dapat bertahan.

