ANALIS MARKET (06/11/2020) : Pasar Obligasi Diperkirakan Bergerak Menguat

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, di luar dugaan, meriahnya pasar saham juga ternyata diikuti oleh gairah pasar obligasi.

Namun yang menjadi menarik adalah bahwa ternyata pasar obligasi juga mengalami kenaikkan karena adanya capital inlow.

Seperti yang kami sampaikan, bahwa yang menarik dari pemilu bukanlah ukuran terkait dengan dampak terhadap industri, tentu itu merupakan hal yang penting namun nomor 2.

Nomor 1 nya adalah money flow yang bergerak dari global, khususnya dari Amerika yang dimana kedua Presiden memiliki 2 sosok yang berbeda.

Tentu apabila Joe Biden menjadi pemenang, capital inflow akan mengalir kedalam Emerging Market.

Hal ini menjadi sebuah hal yang penting, karena Joe Biden memilih untuk menaikkan tax yang dimana tentu akan memberatkan kinerja dari emiten khususnya apalagi dengan adanya wabah virus corona yang membuat perusahaan memasuki fase yang sangat sulit.

Kenaikkan pajak ini akan menjadi salah satu perhatian utama bagi pelaku pasar, karena PPh bagi korporasi akan dinaikkan dari sebelumnya 21% menjadi 28%.

Oleh sebab itu, ada kemungkinan capital inflow akan mengalir kembali ke Emerging Market dan tidak terkecuali Indonesia yang akan kecipratan. Hal inilah yang kami melihat bahwa akan menjadi sebuah kesempatan, bantalan yang empuk bagi IHSG dan obligasi untuk mengalami penguatan hingga akhir tahun.

Apalagi di akhir tahun biasanya pasar selalu menghijau, karena ada rebalancing portfolio dan windows dressing disana. Dengan situasi dan kondisi saat ini, kami melihat ada potensi hingga akhir tahun, imbal hasil obligasi 10y dapat berada di 6.50% dengan tingkat probabilitas 85%. Namun apapun bisa saja terjadi apalagi Trump masih akan membawa masalah ini ke Mahkamah Agung.

Optimis, namun tetap realistis akan menjadi sebuah pilihan yang nyata. The Fed yang masih galau karena belum mendapatkan stimulus melalui kebijakan fiscal, pada akhirnya tidak mengubah tingkat suku bunganya kemarin malam dan tetap melakukan pembelian obligasi untuk menjaga stabilitas pasar.

Hal ini tidak berarti apa apa bagi pasar, karena tetap semua akan bermuara di siapakah pemenang pemilu kali ini.

Lebih lanjut analis Pilarmas menilai, diperdagangan Jumat (06/11) pagi ini, pasar obligasi diperkirakan akan bergerak menguat dengan sisa sisa kekuatan yang dapat mendorong pasar obligasi untuk mengalami penguatan, apalagi kita tahu bahwa semua pelaku pasar berharap pada early count, Biden dapat memenangkan election kali ini.

“Kami merekomendasikan beli dalam jumlah yang kecil. Bagi yang sudah memiliki posisi dan dalam buku trading, jual di harga terbaik menjadi sebuah pilihan,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Jumat (06/11/2020).

Adapun cerita di akhir pekan akan kita awali dari;

1.MONEY FLOW

Sebetulnya apa sih yang kita nantikan dari pemilihan Presiden Amerika Serikat ini antara Biden dan Trump? Mengapa yang pemilu mereka, yang keepoh kita. Padahal kan tentu tidak ada hubungannya dengan Indonesia. Sebetulnya yang di lihat adalah pergerakan money flow yang selama ini kita, masih sangat bergantung dengan capital inflow. Tentu dengan adanya pemilihan Presiden Amerika, hal tersebut berpotensi untuk mengubah kebijakan yang diharapkan akan memberikan kembali capital inflow bagi Emerging Market khususnya Indonesia. Lho kok bisa? Coba kita tengok, sebelumnya kami selalu mengatakan bahwa Biden yang sosialis namun bukan kapitalis, dan Trump yang kapitalis namun bukan sosialis. Bagi pasar Amerika, tentu kebijakan Trump mampu mendorong penguatan bagi pasar karena akan memberikan berbagai kebijakan yang memudahkan bagi perusahaan di Amerika, apalagi dirinya selalu mengedepankan mengenai Make Amerika Great Again. Tentu hal ini membuat capital outflow dari Emerging Market akan kembali ke Amerika yang selama ini kita saksikan, dan akan diam disana. Lantas bagaimana apabila Joe Biden yang memenangkan hal ini? Biden mengatakan bahwa dirinya akan menaikkan pajak PPh badan dari sebelumnya 21% menjadi 28%. Dari sisi investor tentu hal tersebut akan memberikan tekanan terhadap kinerja perusahaan, namun dari sisi emiten hal tersebut juga tentu akan sangat merugikan. Oleh sebab itu relokasi mungkin sebuah pilihan. Nah akibat relokasi inilah, dana investor dan produksi emiten ada kemungkinan akan mengalami perpindahan, khususnya ke negara negara Asia yang saat ini lagi menjadi primadona sebagai tujuan investasi. Namun Indonesia tidak sendiri, Indonesia harus mengalahkan Vietnam dan Thailand, karena banyak perusahaan dari luar negeri yang berinvestasi di sana. Beruntunglah, akhirnya tahun ini kita memiliki Omnibus Law, meskipun kami masih cukup khawatir apakah hal tersebut bisa di implementasikan atau tidak meskipun Undang Undang tersebut sudah diundangkan. Omnibus Law ini menjadi sebuah gerbang pertama bagi investor untuk masuk ke dalam pasar Indonesia, tidak hanya secara pasar keuangan namun juga dari sisi Foreign Direct Investment. Sejauh ini hubungan bagi Indonesia, Amerika merupakan salah satu mitra dagang terpenting yang masuk dalam The Big 5 setelah Singapore, dan luar biasanya lagi, Indonesia mencatatkan surplus dengan Amerika. Tentu hal ini merupakan salah satu hal yang patut diperhitungkan bahwa efeknya tidak hanya di pasar keuangan namun juga di sector perdagangan. Disektor perdagangan, minggu lalu Amerika telah memberikan perpanjangan GSP atau Generalized System of Preferences kepada Indonesia. GSP merupakan fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk, yang diberikan secara unilateral oleh Pemerintah Amerika kepada negara-negara berkembang di dunia sejak tahun 1974. Indonesia pertama kali mendapatkan fasilitas GSP dari Amerika pada tahun 1980. Tujuan dari pemberian fasilitas GSP ini akan membantu meningkatkan kinerja ekspor Indonesia ke Amerika. Menariknya adalah ketika sejumlah negara yang menjadi mitra dagang Amerika, seperti India dan Turki, tahun 2019 lalu telah dihentikan fasilitas GSP mereka, Indonesia justru mendapatkan perpanjangan. Wow bingits kan! Tidak hanya itu saja lho pemirsa, Indonesia juga mengusulkan dan sedang menegosiasikan adanya Limited Trade Deal yang akan mencakup kerjasama dibidang perdagangan, investasi, dan informasi dan teknologi. Hal tersebut diharapkan dapat membantu mendongkrak perdagangan dua arah antara Amerika dan Indonesia hingga mencapai US$ 60 milyar pada tahun 2024 mendatang, meskipun menurut kami hal tersebut cukup ambisius. Sejauh ini Ekspor Indonesia ke Amerika 2019 mencapai US$ 20.1 milyar, ekspor Indonesia yang menggunakan GSP mencapai US$ 2.61 milyar, angka ini setara dengan 13%. Penggunaan Limited Trade Deal akan mendorong peningkatan ekspor dari Indonesia ke Amerika dan tentu saja akan mendorong GDP Indonesia mengalami kenaikkan. Oleh sebab itu, kami berharap fasilitas GSP dapat digunakan sebagaik mungkin oleh Indonesia agar menjadi sebuah kesempatan untuk mendorong perdagangan menjadi lebih baik lagi. Ekspor GSP Indonesia di tahun 2019 berasal dari 729 pos tarif barang dari total 3.572 pos tarif produk yang mendapatkan preferensi tarif GSP. Hingga bulan Agustus 2020, nilai ekspor GSP Indonesia ke AS tercatat sebesar US$ 1.87 milyar atau naik 10.6 persen dibandingkan periode sama di tahun sebelumnya. Indonesia saat ini merupakan negara pengekspor GSP terbesar ke-2 di AS setelah Thailand (US$ 2.6 milyar). Wowww ajah kan pemirsa, tentu hal tersebut memberikan indikasi bahwa nantinya money flow ini tidak hanya mengalir di pasar keuangan saja, tapi akan mendorong sector riil kita juga mengalami kebangkitan, dan bukan tidak mungkin bahwa kita dapat menatap tahun 2021 menjadi lebih optimis dan percaya bahwa kebangkitan akan ekonomi merupakan hal yang nyata, tidak ada salahnya untuk berharap untuk hal yang sulit, karena untuk itulah dinamakan harapan.

2.PESAN OM POWELL

Fiuuhh, setelah sebelumnya gegap gempita dari pemilu Amerika 2020, selang beberapa kemudian, The Fed mengadakan pertemuan rutinnya. Tentu mata dunia kembali tertuju kepada langkah langkah apa yang akan diambil oleh The Fed. Powell mengatakan pada pertemuan tersebut bahwa perekonomian Amerika masih membutuhkan lebih banyak dukungan kebijakan fiscal dan moneter. Namun tidak hanya itu saja lho, Powell juga memberikan peringatan bahwa tingkat infeksi virus corona masih menjadi sebuah resiko yang tidak dapat dihilangkan, apalagi baik di Amerika dan di beberapa negara lain, jumlah korban yang terinfeksi masih mengalami kenaikkan. Powell mengatakan apabila kita menginginkan proses pemulihan berjalan lebih kuat lagi, maka Amerika membutuhkan beberapa dukungan fiscal dari pemerintah. Secara keputusan memang, The Fed tidak mengubah tingkat suku bunganya dan tetap mempertahankan nilai pembelian obligasi dengan nilai $120 miliar per bulan. Terkait dengan prospek perekonomian, Om Powell juga mengatakan bahwa aktivitas perekonomian dan pekerjaan akan terus mengalami pemulihan namun masih jauh dibawah level sebelumnya sedangkan pemilihan presiden juga masih belum memberikan kepastian. Powell mengatakan bahwa krisis kesehatan masyarakat yang sedang berlangsung saat ini masih akan terus memberikan tekanan terhadap aktivitas ekonomi, lapangan kerja, dan inflasi dalam waktu dekat serta menimbulkan resiko yang cukup besar terhadap prospek perekonomian dalam jangka waktu menengah. Kata kata ini persis sama seperti pernyataan The Fed pada bulan September lalu. Powell mengatakan bahwa pemilu memang merupakan yang sangat penting, namun bahasan mengenai pemilu bukanlah inti dari pertemuan tersebut. Sejauh ini kami cukup khawatir, apabila ternyata Demokrat tidak bisa menyapu bersih semua kemenangan, khususnya di Senat yang saat ini hanya tinggal menunggu penghitungan putaran kedua di Georgia. Lho memangnya kenapa? Karena jangan sampai nanti semua rencana candidate presiden Amerika, Joe Biden ketika terpilih nanti mengalami kendala di Senat, khususnya terkait dengan stimulus. Pesannya apa? Pesannya adalah akan menjadi sebuah dorongan besar bagi pasar apabila ternyata Demokrat dapat menyapu bersih semuanya, mulai dari House, Senate, hingga Presiden yang tentu saja akan menjadikan pasar semakin hype. Hal ini akan memberikan kejelasan bagi setiap kebijakan. Dengan dukungan fiscal yang masih dilanda ketidakjelasan, The Fed masih harus berfikir sementara waktu bagaimana caranya untuk menjaga stabilitas perekonomian sementara fiscal masih belum bisa diandalkan. Powell sungguh amat sangat berharap ada banyak orang di Capitol Hill yang sama sama dapat melihat kebutuhan akan kebijakan fiscal. Pemulihan perekonomian masih tidak akan merata jelas si Om Powell, ditambah lagi dengan adanya lebih dari 12 juta orang di Amerika yang masih membutuhkan pekerjaan namun lapangan pekerjaannya tidak ada. Meskipun demikian, tentu kita semua berharap bahwa tingkat pengangguran terus mengalami penurunan hingga ke 7.6%. Ditengah situasi dan kondisi saat ini, kami melihat pasar masih akan bergerak nyaman khususnya di akhir pekan meskipun dorongannya tidak sekuat kemarin.