ANALIS MARKET (08/1/2020) : Pasar Obligasi Berpotensi Menguat Terbatas
Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, ditengah tengah situasi dan kondisi geopolitik yang terjadi saat ini, para pelaku pasar dan investor baik asing maupun lokal tidak kehilangan kepercayaan terhadap pasar obligasi Indonesia. Ini terlihat dengan total penawaran lelang yang masuk diatas ekspektasi kami.
Dengan total penawaran yang masuk sebear Rp 81.5T, tentu ini memberikan signal yang cukup positif bagi tahun 2020 ini, bahwa pasar obligasi akan kita membaik.
“Kami harapkan bahwa imbal hasil obligasi Pemerintah 10y dapat berada di bawah 7% hingga akhir tahun atau berada pada rentang 6.85% – 7%. Dengan total penawaran yang masuk begitu luar biasa, pasar obligasi yang tadinya bergerak melemah, mengalami perubahan arah sehingga mengalami kenaikkan di sore hari,” jelas analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Rabu (08/1/2020).
Lebih lanjut, analis Pilarmas menilai, diperdagangan Rabu (08/1) pagi ini, pasar obligasi diperkirakan akan bergerak menguat dengan potensi menguat terbatas. Meskipun demikian, tensi geopolitik yang meningkat, akan membuat pergerakan pasar akan menjadi tidak menentu.
Adapun cerita di pagi hari ini akan kita awali dari;
1.SINYAL THE FED
Resiko konflik Amerika dan Iran terus menjadi perhatian Jerome Powell terkait dengan langkah langkah yang akan diambil oleh The Fed dalam hal prospek untuk menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga. Disatu sisi, para pelaku pasar dan investor juga tengah menunggu untuk melihat bagaimana Teheran menagggapi setelah sebelumnya mereka kehilangan salah satu sosok penting dalam Negaranya. Sejauh ini semua masih akan terus dilihat oleh The Fed, sama seperti ketidakpastian antara Amerika dan China beberapa waktu lalu. The Fed memutuskan untuk memangkas tingkat suku bunganya sebanyak 3x tahun lalu sebagai bagian dari upaya untuk menjaga pertumbuhan ekonomi Amerika. Sejauh ini kami menilai apa yang dilakukan oleh The Fed sudah tepat, terukur, dan memberikan impact yang cukup terhadap kebutuhan perekonomiannya. Meskipun scara khusus tahun ini, The Fed sudah memberikan indikasi bahwa tidak ada pergerakan, baik naik maupun penurunan tingkat suku bunga, namun tidak menutup kemungkinan bahwa The Fed tetap akan bergerak sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi. Dari sisi pandangan kami, tampaknya akan cukup riskan apabila The Fed bergerak untuk memutuskan pergerakan tingkat suku bunga hanya dari sisi geopolitik saja, yang dimana impactnya sejauh ini belum terukur jelas terhadap perekonomian Amerika. Oleh sebab itu, seperti yang sudah kami sampaikan sebelumnya bahwa The Fed tidak akan mengubah begitu saja tingkat suku bunganya apabila tidak ada alasan yang kuat. Hal ini juga disampaikan oleh Presiden Fed Clevelan, Loretta Mester yang mengatakan bahwa secara fundamental ekonomi Amerika sedang berada dalam posisi yang sehat. Semua hal akan menjadi pertimbangan bagi The Fed dalam memutuskan tingkat suku bunganya.
1.KEPEDULIAN CHINA
Memanasnya konflik di di Timur Tengah, Pemerintah mendesak Amerika untuk mengutamakan dialog dan menentang penggunaan kekuatan dalam hubungan internasional. Hal ini terkait dengan rencana Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyerang Iran. Menteri Luar Negeri China Wang Yi menyampaikan Cara militer tidak akan membawa ke mana pun. Tekanan maksimum juga tidak akan berfungsi. China mendesak AS untuk mencari resolusi melalui dialog dari pada harus menyalahgunakan kekuatan dan juga menyampaikan China akan terus objektif dan memainkan peran konstruktif dalam menjaga perdamaian dan keamanan di kawasan Teluk. Ditengah tengah usaha China untuk menjadi penengah, Iran sedang menilai 13 skenario pembalasan terhadap AS. Mengutip dari kantor berita Iran Fars Iran sedang menilai 13 skenario untuk menanggapi pembunuhan Qassem Soleimani dan bahkan yang terlemah dari opsi-opsi itu akan menjadi "mimpi buruk bersejarah" bagi AS. Kondisi ini tentunya akan meningkatkan tensi panasnya hubungan antara AS dan Iran dan memberikan katalis negatif karena ketegangan Timur Tengah meningkat.
3.REALISASI PNBP 2019
Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tercatat mencapai sebesar Rp405 triliun atau 107,1 persen dari target APBN 2019. Meski telah melampaui target, realisasi PNBP sebenarnya lebih rendah dibandingkan pencapaian tahun sebelumnya, yang mencapai Rp409,3 triliun. Beberapa point yang akan kita perhatikan adalah; Pertama, harga rata-rata Indonesia Crude Price (ICP) sepanjang 2019 yang hanya sebesar US$62 per barel, lebih rendah dari 2018 yang mencapai US$67,5 per barel. Kedua, nilai tukar rupiah pada 2019 justru lebih kuat dibandingkan 2018, sehingga mempengaruhi realisasi PNBP Sumber Daya Alam (SDA) Migas. Pada 2019, nilai tukar rupiah secara ratarata mencapai Rp14.150 per dolar AS, lebih kuat dari tahun sebelumnya, yang mencapai Rp14.247 per dolar AS. Ketiga, kinerja lifting minyak pada 2019 tercatat lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun lalu, lifting minyak tercatat mencapai 754 MBOPD, lebih rendah dari 2018 yang sebesar 778 MBOPD. Keempat, realisasi PNBP SDA Migas tercatat sebesar Rp120,4 triliun pada 2019, lebih rendah tahun sebelumnya, yang mencapai Rp142,8 triliun. Tidak hanya itu saja, Kementerian Keuangan menyebutkan realisasi penerimaan pajak mencapai Rp1.332,1 triliun sepanjang 2019, atau 84,4 persen dari target APBN. Dengan demikian, penerimaan pajak hanya tumbuh 1,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya, dengan shortfall sebesar Rp245,5 triliun. Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tercatat mengalami kontraksi sebesar 0,8 persen, dengan realisasi mencapai Rp532,9 triliun atau 81,3 persen dari target. Komponen PPN yang mengalami kontraksi antara lain adalah PPN Impor yang tercatat terkontraksi 8,1 persen, dengan realisasi Rp171,3 triliun. Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pun mengungkapkan kontraksi tersebut tidak lain disebabkan oleh adanya percepatan restitusi serta dampak perlambatan ekonomi.
“Menyikapi beragam kondisi tersebut diatas, kami merekomendasikan wait and see hari ini. Apabila pergerakan pasar obligasi bergerak melebihi rentang harga 50 – 75 bps, maka akan menjadi arah pergerakan pasar obligasi hingga hari ini,” sebut analis Pilarmas.

