ANALIS MARKET (13/8/2019) : Pasar Obligasi Berpotensi Melemah Terbatas
Pasardana.id - Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pasar obligasi kembali berbalik arah menjadi pelemahan kemarin (12/8), ditengah-tengah kekhawatiran akan adanya potensi kenaikkan tarif dan tensi perang dagang antara Amerika dan China yang terus meningkat.
Kekhawatiran inilah yang mendorong tingkat resiko mengalami kenaikkan sehingga imbal hasil yang diminta menjadi lebih tinggi.
Selain itu, akibat perang dagang yang tak kunjung usai, potensi resesi di Amerika terus menerus mengalami kenaikkan, hal ini yang membuat para pelaku pasar dan investor mulai bereaksi negative.
Selain itu, lelang yang diadakan hari Selasa ini juga memiliki pengaruh, karena beberapa diantara seri tersebut akan menjadi obligasi acuan untuk tahun depan.
Tentu menjadi sebuah kesempatan dalam kesempitan, untuk bisa mendapatkan obligasi baru dengan harga yang murah dan imbal hasil yang menarik.
Lebih lanjut, analis Pilarmas menilai, diperdagangan Selasa (13/8) pagi ini, pasar obligasi diperkirakan akan dibuka melemah dengan potensi melemah terbatas.
Keterbatasan ini akan datang dari lelang yang diadakan hari ini, sehingga tentu akan menjaga harga obligasi dari penurunan yang drastic, tapi apabila ternyata rentang imbal hasil lelang jauh di atas dari imbal hasil dipasar sekunder, maka tentu saja pasar obligasi akan mengalami kenaikkan imbal hasil kembali menyesuaikan dengan imbal hasil lelang.
Adapun sentiment yang menjadi sorotan pelaku pasar antara lain; diawali dari pernyataan Goldman Sachs Group yang memberikan pernyataan kemarin bahwa perang dagang semakin meningkatkan kekhawatiran akan resesi pada perekonomian Amerika.
Goldman mengatakan bahwa, Bank Investasi di Amerika tidak lagi mengharapkan kesepakatan perdagangan sebelum pemilihan Presiden Amerika pada tahun 2020 nanti.
Akibat ancaman tarif yang diberikan pada Trump pada bulan September nanti telah menurunkan perkiraan pertumbuhan kuartal keempat sebesar 0.2 poin menjadi 1.8%.
Pernyataan Goldman mendapatkan dukungan dari Lawrence Summers, mantan Menteri Keuangan Amerika yang juga mengatakan bahwa ketegangan perdagangan akan mendorong ekonomi dunia menuju resesi pertamanya dalam 1 decade, dan hal ini akan menuntut para pelaku pasar, investor, banker, politis untuk bertindak lebih cepat untuk mengubah arah tujuan ekonominya.
Di Amerika, resiko resesi telah menjadi jauh lebih tinggi dari yang seharusnya dan jauh lebih tinggi kalau kita bandingkan dengan 2 tahun yang lalu.
Kami melihat bahwa tampaknya China lebih bersabar terkait dengan kesepakatan dagang ini, sehingga China lebih memilih untuk berdiam diri, sembari melihat Amerika yang lebih banyak bermain api untuk saat ini. Karena China juga tahu karena cepat atau lambat, Amerika pun akan menyakiti dirinya sendiri.
Terakhir Summer mengatakan bahwa pertarungan dengan China sebagai konflik perdagangan yang sadis dan bodoh.
Summers mengatakan bahwa terlepas dari resikonya, krisis resesi berpotensi akan terjadi, dan akan menjadi kejutan terbesar nantinya.
Berlanjut dari sana, kekhawatiran akan demonstrasi di Hong Kong pada akhirnya telah menjadi kenyataan. Para pengunjuk rasa telah menjadi radikal dan menyerang polisi.
Hal ini menunjukkan tanda-tanda bahwa pengunjuk rasa telah melakukan kejahatan yang serius dengan menunjukkan tanda-tanda terorisme.
Hong Kong tengah mencapai titik kritis dalam sepanjang sejarahnya akibat RUU, hal ini yang masih terus diperjuangkan oleh warga Hong Kong.
Tidak hanya itu saja, Otoritas Bandara di Hongkong membatalkan penerbangan yang tersisa pada hari Senin kemarin setelah pengunjuk rasa datang ke Gedung terminal.
Mereka datang untuk duduk berkumpul selama 3 hari. Polisi terus merespons dengan gas air mata dan peluru karet diberbagai lokasi, termasuk di stasiun bawah tanah.
Pemimpin Hong Kong, Carrie Lam tetap menolak untuk menyerah dan mengundurkan diri dari posisinya, terus mendapatkan dukungan dari Otoritas Beijing terhadap Pemerintahannya.
Hal ini akan menambah tekanan terhadap perekonomian global, karena protest yang terjadi di Hongkong terus berlarut larut tanpa ada penyelesaian yang konkrit.
Beralih dari sana, topik berikutnya akan menjadi hot topik kita di pagi hari ini. Kekhawatiran akan Argentina terancam default kembali terulang.
Sekali lagi, kekhawatiran krisis keuangan di Argentina muncul ke permukaan. Ditengah kekalahan pemilihan Presiden petahana Mauricio Macri, membuat para pelaku pasar dan investor membuang saham, obligasi, dan mata uang secara massal dalam jumlah besar yang membuat para pelaku pasar dan investor global bertanya tanya apakah Argentina sedang menuju potensi krisis?
Argentina memiliki miliaran utang dalam bentuk mata uang asing yang jatuh tempo dalam 1 tahun mendatang.
Beberapa analis juga mengatakan bahwa Pasar mulai memberikan harga dengan potensi default.
Credit Default Swap Argentinga menunjukkan bahwa 75% kemungkinan bahwa Argentina akan menangguhkan pembayaran utang dalam 5 tahun ke depan.
Pasar saham utama Argentina turun 35%, dan mata uang turun 25% terhadap Dollar Amerika setelah hasil pemilu yang mengejutkan berbagai pihak. Kekhawatiran Argentina akan menjadi kekhawatiran Emerging Market, tidak terkecuali Indonesia yang kemarin merespon dengan kenaikkan imbal hasilnya. “Kami merekomendasikan jual hari ini. Tetap cermati sentiment dari Argentina dan Hongkong, karena apabila terus berlanjut cepat atau lambat hanya sebagai bom waktu saja,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Selasa (13/8/2019).

