Impor Tekstil Ikut Dorong Dollar Tembus Rp14.200

foto: istimewa

Pasardana.id - Meskipun Bank Indonesia sudah beberapa kali melakukan intevensi, nilai tukar rupiah yang tembus hingga Rp14.200 per US$ dianggap pebisnis sebagai kelalaian pemerintah dalam menjaga neraca.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta menjelaskan bahwa meskipun didominasi oleh faktor eksternal, nilai tukar akan tetap stabil jika neraca pembayaran tetap terjaga.

"Dan jangan anggap ini masalah ringan hanya karena mata uang negara lain juga ikut melemah, ekonomi kita butuh stabilitas," tuturnya melalui keterangan di Jakarta, Rabu (23/5/2018).

Mengutip mantan Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo, Jumat (18/5/2018) lalu yang menjelaskan bahwa defisit neraca perdagangan miliar ikut mendorong pelemahan nilai tukar terkait banyaknya impor karena persiapan bulan Ramadhan. Namun Redma menyatakan bahwa permasalahan defisit perdagangan lebih dari sekedar persiapan Ramadhan.

Pasca efektif berlakunya Permendag 64 tahun 2017, kuartal 1 2018 (yoy) ekspor TPT naik 7,9% sedangkan impor melonjak naik 19,6%, alhasil neraca perdagangan turun 6,5%.

“Neraca perdagangannya masih surplus US$1,29 miliar tapi turun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, kondisi ini ikut berkontribusi pada pelemahan rupiah,” jelas Redma.

“Ini bulan April impornya naik lagi, maka kita liat produk pakaian jadi China banjiri pasar untuk lebaran,” tegas Redma.

Beberapa tahun terakhir APSyFI selalu meminta pemerintah untuk lebih berpihak pada produk dalam negeri.

“Substitusi impor seharusnya sudah dilakukan sejak 4 tahun lalu ketika surplus perdagangan TPT berkurang terus dan total neraca perdagangan kita mulai negatif,” katanya. Namun APSyFI justru menyesalkan beberapa kebijakan yang dikeluarkan justru memfasilitasi produk impor.

“Yang terbaru adalah PERMENDAG 64 tahun 2017, sangat memfasilitasi importir lewat Pusat Logistik Berikat (PLB)” tegas Redma. Ia menjelaskan bahwa pasca penertiban impor borongan penjualan industri TPT di kuartal 4 2017 dan kuartal 1 2018 naik 30%. Namun setelah PERMENDAG 64 berlaku efektif, di kuartal 2 2018 permintaan dari pasar dalam negeri mulai sepi karena sudah digantikan produk impor melalui PLB.

“Kalau memang IKM yang butuh bahan baku, hari ini kita akan lihat produk IKM yang membanjiri pasar, bukan produk impor,” tegasnya.

Untuk itu, pihaknya tengah meminta agar PERMENDAG 64 dicabut dan dikembalikan ke PERMENDAG 85 tahun 2016 dimana impor bahan baku diatur berdasarkan kebutuhan industri bukan atas permintaan importir pedagang yang mengatas-namakan IKM.

“PERMENDAG 85 2016 itu bukan hambatan yang menyebabkan dweiling time, ini kebijakan yang mengatur pasar dalam negeri agar mendorong produk dalam negeri untuk tumbuh dan mengurangi ketergantungan impor,” pungkasnya.