Penerimaan Negara dari Sektor Hulu Migas 2017 Melebihi 108 Persen dari Target

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id - Penerimaan negara dari sektor hulu migas tahun 2017 mencapai 13,1 miliar dolar AS atau sekitar Rp175 triliun.

Menurut Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Amien Sunaryadi, angka tersebut melebihi target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017 yang sebesar 12,2 miliar dolar AS.

"Capaiannya sekitar 108 persen dari target pemerintah," kata Amien di Jakarta, Jumat (05/1/2018).

Lebih lanjut diungkapkan, penerimaan untuk lifting atau minyak dan gas bumi siap jual, capaiannya sebesar 1,944 juta barel ekuivalen minyak per hari atau sekitar 98,9 persen dari target APBN-P yang sebesar 1,965 juta barel ekuivalen minyak per hari. 

Rinciannya, lifting minyak bumi sebesar 803,8 ribu barel per hari atau 98,6 persen dari target sebesar 815 ribu barel per hari.

Sedangkan realisasi lifting gas bumi sebesar 6.386 juta standar kaki kubik per hari atau 99,2 persen dari target yang sebesar 6.440 juta standar kaki kubik per hari.

Ditambahkan, pihaknya juga berusaha seoptimal mungkin untuk menekan penurunan produksi alamiah dengan percepatan penyelesaian proyek dan mendorong kegiatan yang menjaga tingkat produksi.

Asal tahu saja, pada 2017 lalu, terdapat 14 proyek yang mulai berproduksi dengan tambahan sebesar 3.800 barel per hari dan 587 juta kaki kubik per hari hingga 31 Desember 2017.

Puncak produksi dari ke-14 proyek tersebut mencapai 21.280 barel minyak per hari dan 1.194 juta kaki kubik per hari.

Adapun realisasi investasi tahun 2017 sebesar 9,33 miliar dolar AS dari kesepakatan dalam WP&B yang sebesar 12,29 miliar dolar AS.

Dari jumlah tersebut, investasi untuk blok eksplorasi hanya sebesar 180 juta dolar AS, sebesar 9,15 miliar dolar AS untuk blok eksploitasi.

Sementara itu, pengembalian biaya operasi (Cost Recovery) sebesar 11,3 miliar dolar AS atau 106 persen dari Target APBN-P 2017 sebesar 10,7 milliar dolar AS (unaudited).

Adapun alokasi biaya terbesar cost recovery untuk mendukung aktivitas operasi sebesar 47 persen dan depresiasi sebesar 29 persen.