Sistem Ekonomi yang Berlandaskan Nilai Syariah Diyakini Mampu Atasi Ketimpangan

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id - Meski indikator ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi dan stabilitas nilai tukar rupiah sudah membaik, Pemerintah dinilai masih memiliki pekerjaan rumah berupa masih besarnya tingkat ketimpangan pengeluaran di masyarakat.

Asal tahu saja, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio adalah sebesar 0,393.

Menurut Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo, tingkat ketimpangan antara masyarakat kaya, menengah, dan miskin harus terus diturunkan, mengingat hal itu menjadi syarat pertumbuhan ekonomi berkualitas dan inklusif. 

“Meskipun (ekonomi) banyak prestasi, namun belum diikuti dengan distribusi hasil pembangunan ekonomi yang baik," jelas Agus, di Jakarta, kemarin.

Ditambahkan, salah satu solusi untuk menurunkan ketimpangan adalah sistem ekonomi dan keuangan yang inklusif yakni ekonomi keuangan syariah, yang mengedepankan keadilan, kebersamaan dan keseimbangan manfaat ekonomi, sehingga dapat membantu untuk menurunkan tingkat ketimpangan kesejahteraan.

“Kami meyakini sistem ekonomi yang berlandaskan nilai syariah yang menjunjung tinggi keadilan, kebersamaan, dan keseimbangan dalam pengelolaan sumber daya alam merupakan salah satu jawaban tepat," ujarnya.

Dari hasil diskusi BI dan MUI, terang Agus, terdapat tiga pilar ekonomi keuangan syariah yang harus ditumbuhkan.

Pertama, pilar pemberdayaan ekonomi syariah yang menitikberatkan pengembangan sektor usaha syariah. 

Kemudian, pilar kedua yakni pendalaman pasar keuangan syariah. Pilar kedua ini mendorong peningkatan manajemen likuiditas serta pembiayaan syariah.

Adapun pilar ketiga, yakni penguatan riset, asesmen, dan edukasi termasuk sosialisasi dan kominikasi.

Saat ini, lanjut Agus, pangsa pasar keuangan syariah baru sebesar 5,17% dari total pasar keuangan di Indonesia.

“Ini menjadi tantangan kita bersama, tandasnya.