Fintech dan Dukungan Terhadap Inklusi Keuangan Nasional

foto : istimewa
foto : istimewa

Pasardana.id - Industri Fintech telah mengalami kemajuan yang begitu pesat secara global. Fenomena ini dalam dua tahun terakhir juga telah terlihat di Indonesia.

Pergeseran preferensi masyarakat pada layanan digital dengan memanfaatkan penggunaan teknologi computer, handphone, smartphone, dan penggunaan mobile internet telah memicu berkembangnya Industri Fintech di Indonesia. 

Potensi yang dapat digarap oleh industri FinTech ini pun diyakini sangat besar, terutama dalam mendukung program Inklusi Keuangan Nasional.

Tak heran, pemerintah terus mendorong terbangunnya kolaborasi dan sinergi antara Industri FinTech dengan perusahaan telekomunikasi dan industri jasa keuangan.

Dilansir laman Fintechweekly.com belum lama ini, disebutkan bahwa finansial teknologi atau fintech adalah suatu bidang berbasis bisnis yang menggunakan software untuk men-support servis finansial.

Perusahaan teknologi finansial biasa nya adalah startup yang dibentuk yang bertujuan untuk mengganggu kewajiban dari suatu sistem finansial dan juga suatu perusahaan yang masih tidak bergantung dengan teknologi software.

Investasi global dalam finansial teknologi menjadi 3x lebih besar, dari 930 USD di tahun 2008 menjadi 4 milliar USD di tahun 2013.

Misalnya saja, industri finansial teknologi Nascent telah berkembang sangat signifikan dalam beberapa tahun terakhir, berdasarkan kantor utama di London. Sebanyak 40% pekerja di London telah di pekerjakan oleh perusahaan yang berbasis teknologi financial tersebut.  

Di Eropa sendiri, sebesar 1,5 juta USD telah di investasikan ke dalam perusahaan finansial tekonologi di tahun 2014, dengan berbasiskan perusahaan London menerima 539 juta USD, sedangkan perusahaan berbasis Amsterdam sebesar 306 juta USD, dan perusahan basis Stockholm sebesar 266 juta USD dalam perinvestasian. Dalam 10 tahun terakhir, Stockholm menduduki posisi kedua sebagai negara dengan dana terbesar setelah London di negara bagian Eropa.

Sedangkan di Asia, perkembangan finansial teknologi mulai di buka di Sydney, Australia, pada April 2015. Sudah cukup banyak perusahaan yang bisa dibilang cukup kuat di pasar, seperti antara lain; Tyro Payments, Nimble, Stockspot, Pocketbook dan SocietyOne, dan akan terus berkembang dalam bidang finansial teknologi.

Sedangkan finansial teknologi juga berkembang dan di luncurkan di Hongkong untuk membantu inovasi dalam bidang finansial dengan bantuan teknologi.

Di Indonesia sendiri, perkembangan Fintech terus menjadi perhatian regulator. Sehingga, manfaatnya dapat diraih dan meminimalkan potensi risiko yang mungkin terjadi.

Oleh sebab itu, pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, telah melakukan berbagai inisiatif. Salah satunya, dengan membentuk Satgas Pengembangan Inovasi Digital Ekonomi dan Keuangan.

OJK juga menetapkan batas modal minimal sebesar Rp2 miliar bagi pelaku industri jasa keuangan berbasis teknologi informasi yang baru merintis usaha (start up). 

Aturan tersebut akan berlaku bagi perusahaan start up FinTech yang memiliki kegiatan bisnis sederhana, seperti pembiayaan kredit, modal ventura (venture capital) hingga bisnis pinjam meminjam (peer to peer lending).

Sementara itu, banyak kalangan meyakini pengembangan industri Fintech ke depan tidak akan berjalan baik tanpa koordinasi, kolaborasi dan sinergi yang baik dari berbagai pemangku kepentingan. Yakni, regulator, institusi keuangan, investor, startup, inkubator, asosiasi industri dan juga dari kalangan akademis.

Kolaborasi pemangku kepentingan ini menjadi penting mengingat banyak hal yang perlu dipersiapkan bagi pengembangan industri Fintech kedepan. (Stevandy Clawira)