Jangan Sebatas Angka, Target Ekonomi Prabowo Harus Jadi Nyata
Pasardana. Id – Target ekonomi Presiden Prabowo Subianto tahun 2026 mendapat dukungan penuh dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) khususnya Komisi XI.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Hanif Dhakiri mengatakan, target Prabowo mencerminkan optimisme sekaligus keberanian pemerintah dalam membawa Indonesia melangkah lebih cepat menuju kemandirian dan kemakmuran rakyat.
Meski begitu, dirinya memiliki harapan agar target tersebut tidak sebatas angka-angka makro saja.
Menurutnya, jauh lebih penting adalah bagaimana angka itu berubah menjadi kesejahteraan nyata.
"Angka-angka makro memang penting, tapi jauh lebih penting adalah bagaimana angka itu berubah menjadi kesejahteraan nyata. Pertumbuhan ekonomi tidak boleh berhenti sebagai statistik, melainkan harus tercermin pada pekerjaan yang layak, harga kebutuhan pokok yang stabil, dan pemerataan kesejahteraan," ungkap Hanif dalam keterangan di Jakarta, Senin (18/8).
Bagi Hanif, target boleh saja ambisius, akan tetapi harus dibarengi dengan realitis, terukur dan berpihak pada rakyat kecil.
Karena itu, Komisi XI akan terus mengawal dengan kritis agar setiap janji pertumbuhan benar-benar hadir di dapur, di sawah, dan di kehidupan sehari-hari rakyat Indonesia.
Wakil Ketua Umum DPP PKB itu pun memberi catatan atas target ekonomi Prabowo pada 2026.
Pertama, pertumbuhan ekonomi 5,4 persen.
Pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen selalu jadi harapan besar rakyat. Namun, angka 5,4 persen dinilai tidak akan tercapai dengan pola lama.
Menurut Hanif, dibutuhkan industrialisasi yang menghasilkan lapangan kerja berkualitas, hilirisasi yang konsisten agar Indonesia tidak hanya menjual bahan mentah, serta pemangkasan birokrasi yang sering jadi penghambat investasi.
"Pertumbuhan 5,4 persen bukan hadiah, tapi buah dari industrialisasi yang nyata dan birokrasi yang efisien," ucap Hanif.
Ia pun melanjutkan, kalau inflasi rendah hanya punya arti kalau harga kebutuhan pokok terkendali di pasar.
Stabilitas harga beras, minyak goreng, cabai, dan energi adalah indikator sesungguhnya yang dirasakan rakyat.
"Inflasi 2,5 persen hanya berarti bila rakyat bisa belanja kebutuhan pokok dengan tenang," ujar Hanif.
Sedangkan, soal target nilai tukar Rp16.500/USD, menurut Hanif, bisa diterima, tapi yang lebih penting adalah mencegah gejolak.
Pemerintah perlu menjaga cadangan devisa, mengendalikan defisit transaksi berjalan, dan memastikan arus modal tetap sehat.
"Yang rakyat butuhkan bukan angka kurs Rp16.500, tapi rupiah yang stabil dan tidak mudah diguncang," sambungnya.
Tak hanya itu, ia juga menyoroti target pengangguran 4,44–4,96 persen dan kerja formal 37,95 persen.
Ia mengatakan, jika pemerintah serius memperluas lapangan kerja formal melalui digitalisasi, industrialisasi, dan dukungan UMKM naik kelas, maka angka pengangguran bisa turun signifikan.
“Tapi jika tidak, generasi muda hanya akan terjebak di pekerjaan informal dengan upah murah” sebutnya.
Begitu juga dengan target angka kemiskinan 6,5–7,5 persen dan kemiskinan ekstrem 0–0,5 persen.
Ia mengatakan, target menekan kemiskinan ekstrem mendekati nol adalah ambisi besar yang layak diapresiasi.
Namun, itu tidak bisa tercapai hanya dengan bantuan sosial. Ia menilai perlu kebijakan yang presisi, pemberdayaan ekonomi desa, akses ke permodalan, dan program yang menghubungkan warga miskin ke dunia kerja produktif.
"Kemiskinan ekstrem nol persen harus menjadi wajah nyata keadilan sosial, bukan sekadar janji politik," tegas Hanif.
Terakhir, pihaknya (Komisi XI) menegaskan, bahwa target ekonomi 2026 adalah agenda besar bangsa, bukan sekadar hitungan statistik.
"Komisi XI akan berdiri di barisan depan: memberi dukungan penuh, mengawal dengan kritis, dan memastikan setiap capaian benar-benar dirasakan rakyat banyak. Ukuran keberhasilan ekonomi bukan angka di kertas, tapi perubahan nyata di meja makan, di lapangan kerja, dan di dompet rakyat," tandasnya.

