ANALIS MARKET (20/12/2021) : Pasar Obligasi Berpotensi Melemah Terbatas
Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pasar obligasi tampaknya tertahan pelemahannya akibat intervensi, namun apakah intervensi ini selamanya?
Sementara kita tahu pasar obligasi masih akan mengalami penurunan kembali? Sejauh mana kekuatan untuk menahan penurunan ini akan kita rasakan?
Tampaknya, menurut kami tidak akan lama, karena pasar obligasi akan kembali menciptakan level baru yang dimana pasar obligasi tentu akan melakukan penyesuaian akan hal ini. Jual sudah merupakan pilihan yang terbaik, sembari kita menantikan sejauh mana level pasar obligasi yang paling nyaman untuk saat ini dan nanti.
Kami melihat pasar obligasi tampaknya mulai akan mereda volatilitasnya mengingat liburan penghujung tahun sudah di depan mata. Tampaknya hal tersebut dapat kita katakan cukup baik untuk sementara waktu untuk mengurangi tekanan jual yang saat ini mulai sangat terasa, bahkan imbal hasil obligasi 10y sudah mencapai 6.4% - 6.5%, dan apabila sudah berada di atas 6.5%, mungkin pasar obligasi mulai sedikit tenang volatilitasnya.
“Pasar obligasi diperkirakan akan dibuka melemah besok dengan potensi melemah terbatas. Akan ada penguatan penguatan kecil, namun masih dalam rentang yang wajar, dan tidak akan mampu mengubah arah pasar obligasi yang sedang berada di trend penurunan. Kami merekomendasikan jual,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Senin (20/12/2021).
Adapun cerita hari ini akan kita awali dari;
1.SINGAPURA, APA KABAR?
Lama tak bersua, kali ini kita akan membahas sedikit tentang perekonomian Singapore yang tengah berjuang untuk kembali pulih, secepat yang mereka bisa untuk mengejar ketertinggalan mereka. Hampir 1 tahun telah berlalu sejak Perdana Menteri Lee Hsien Loong mengatakan bahwa pandemi akan berakhir, dan cahaya mulai terlihat di ujung terowongan ketika vaksin di temukan. Namun sebelum vaksin diberikan, Singapore terkena kenaikkan jumlah korban yang terinfeksi Covid 19 dengan cepat ditambah lagi adanya variant baru yang membuat perekonomian Singapore harus bertahan di tengah tekanan. Apalagi mengusung tema, hidup bersama virus, membuat jumlah kenaikkan angka terinfeksi bergerak lebih cepat. Namun sama seperti judul lagi, Badai Pasti Berlalu, begitupun dengan Covid 19 kala itu yang saat ini tengah mulai terkendali. Sayangnya, Omicron muncul menggangu prospek pemulihan ekonomi yang terjadi di Singapore. Para pembuat kebijakan di Singapore akan terlihat sibuk saat ini ditengah kenaikkan inflasi yang terjadi ditambah pemulihan ekonomi yang melambat. Pelaku pasar dan investor juga akan mencoba menerawang sejauh mana para pembuat kebijakan mampu mengatasi tantangan jangka panjang. Pembukaan kembali perekonomian Singapore lagi lagi kembali mendapatkan tantangan setelah munculnya Omicron sehingga kembali terjadi pembatasan aktivitas yang menyebabkan perekonomian Singapore akan melambat dan berada di kisaran 3% - 5% pada tahun depan. Turun dari pertumbuhan ekonomi saat ini yang berada di 7%, namun meskipun demikian prospek tetap optimis meskipun sekali lagi harus realistis. Ada ruang yang sangat besar terkait dengan vaksin booster untuk menghadapi Omicron, sehingga memberikan sebuah kesempatan untuk mengejar ketertinggalan melalui industry pariwisata yang paling merasakan dampak dari Covid 19. Tingkat pengangguran pun diprediksi mengalami penurunan menjadi 1.9% pada tahun depan, turun dari sebelumnya 2.3%. Dari sisi inflasi, Singapore terlihat lebih mampu mengendalikan hal tersebut sekalipun adanya hambatan dari rantai pasokan dan krisis energi global yang mendorong harga makanan dan listrik mengalami kenaikkan. Banyak proyeksi yang mengatakan bahwa Bank Sentral Singapore akan tetap menaikkan tingkat suku bunga pada tahun depan setelah inflasi terlihat konsisten berada di ketinggian. Inflasi inti konsisten mengikuti inflasi tahunan, ini yang membuat pergerakan inflasi menjadi terlihat menarik. Pandangan, kebijakan, dan keputusan Otoritas Moneter Singapore akan menjadi cerita yang menarik sejauh mana mereka akan mampu menstimulus perekonomian untuk menjaga proses pemulihan ekonomi, namun disatu sisi juga menjaga potensi dampak dari inflasi yang tengah mengalami kenaikkan. Pemerintah Singapore akan mencoba focus terhadap kebijakan fiscal yang dimana akan memprioritaskan pengembalian anggaran dengan kenaikkan pajak yang dimana sudah hampir 2 tahun terjadi deficit akibat Covid 19. Lho ini kurang lebih sama seperti Jepang lho, namun tentu saja perekonomian Singapore setingkat jauh lebih baik dari Jepang, lantas bagaimana dengan Jepang?
2.SEBUAH CERITA DARI JEPANG
Ada sebuah kisah yang berbeda kali ini dari antara semua Bank Sentral lainnya di seluruh dunia. Kisah itu datang dari Bank Sentral Jepang. Sementara Bank Sentral Jepang dan Inggris mengambil langkah yang aggressive untuk mulai mengurangi stimulus dan menaikkan tingkat suku bunga, Gubernur Haruhiko Kuroda dan dewannya berjalan sangat lambat, namun mereka memutuskan untuk memberikan bantuan kepada bisnis kecil yang dimana masih berjuang untuk melawan pemulihan selama 6 bulan kedepan, namun Bank Sentral Jepang akan mengurangi bantuan terhadap perusahaan besar mulai April 2022 mendatang. Dalam jumpa pers, Kuroda mengakui bahwa Bank Sentral Jepang terlihat ketinggalan sementara yang lain bergerak dengan sangat cepat. Namun meskipun Bank Sentral lainnya bergerak dengan sangat cepat, hal itu tidak akan mempengaruhi keputusan Bank Sentral Jepang. Meskipun saat ini Bank Sentral Jepang memiliki perbedaan yang mencolok dalam hal membuat keputusan, tapi Kuroda yakin bahwa saat ini masih banyak permasalahan yang belum selesai dalam pemulihan perekonomian Jepang. Kuroda mengatakan bahwa setiap negara memiliki hak untuk memutuskan kebijakan moneter mereka karena mereka ingin mencari stabilitas dalam perekonomian dan inflasi. Dan itu semua wajar apabila ada perbedaan arah. Saat ini Bank Sentral di seluruh dunia, sebagian diantaranya akan terus maju untuk melakukan normalisasi kebijakan pada tahun 2022 mendatang. Komunikasi akan menjadi hal yang sangat penting saat ini bagi Kuroda dalam kepemimpinannya, apalagi Fumio Kishida memiliki pilihan untuk mengganti Gubernur Bank Sentral. Pemilu akan dilakukan pada bulan July 2022 nanti, setelah itu siapa pemimpin Bank Sentral Jepang akan menjadi sebuah perbincangan berikutnya. Di Jepang saat ini inflasi terlihat jauh lebih lemah dibandingkan negara lain, oleh sebab itu dibutuhkan stimulus yang lebih lanjut untuk menopang perekonomian dan menjaga pemulihan untuk terus berjalan hingga akhir, apalagi Jepang saat ini tengah terfokus terhadap Covid 19 Omicron version. Bank Sentral Jepang akan memberikan insentif yang akan mendorong perbankan untuk memberikan pinjaman kepada usaha kecil yang saat ini tengah dalam keadaan rapuh akibat pandemi, oleh sebab itu Bank Sentral Jepang akan akan menyiapkan dananya. Fasilitas pinjaman itu akan diberikan hingga bulan Maret 2022 mendatang. Namun yang lebih mencengangkan adalah Bank Sentral Jepang mengatakan akan secara bertahap menurunkan kepemilikkan obligasi korporasi dan surat berhaga kembali kepada tingkat pra – pandemi sekitar 5 triliun yen atau $44 miliar mulai April 2022 mendatang. Kuroda mengatakan bahwa penarikan utang dari Perusahaan akan memakan waktu sekitar 5 tahun. Bank Sentral Jepang memberikan pernyataan yang sangat jelas bahwa inflasi mungkin belum akan terjadi di Jepang dalam waktu dekat, sehingga tampaknya pemulihan ekonomi di Jepang akan selesai jauh lebih lama. Saat ini harga kebutuhan pokok mulai mengalami kenaikkan, dan inflasi inti diperkirakan akan mengalami kenaikkan hingga 2% pada awal tahun depan. Hal ini bisa memberikan spekulasi terhadap pasar, karena ada kemungkinan Bank Sentral Jepang akan melakukan normalisasi kebijakan pada tahun depan. Meskipun kami yakin, hal itu tidak akan semudah kelihatannya pemirsa. Kuroda pun kami juga yakin bahwa dirinya memahami betul perekonomian yang saat ini terjadi di Jepang. Sekalipun inflasi atau inflasi inti mengalami kenaikkan, bukan berarti hal tersebut akan konsisten. Kunci dari inflasi selain mengalami kenaikkan adalah konsisten dalam kurun waktu tertentu, sehingga menunjukkan pemulihan ekonomi yang tidak hanya mengalami kenaikkan namun berkelanjutan, dan itu tampaknya masih jauh dari yang direncanakan. Well, yuk kita nantikan langkah selanjutnya dari Bank Sentral Jepang, bagaimana kolaborasi antara Pemerintah Jepang yang baru dengan Bank Sentral Jepang untuk mendorong perekonomian mereka menjadi lebih baik.

