ANALIS MARKET (07/8/2020) : Pasar Obligasi Berpotensi Menguat Terbatas
Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pelan tapi pasti pasar obligasi masih mengalami kenaikkan meskipun dalam situasi dan kondisi yang cukup rapuh.
Dalam artian pasar obligasi tidak memiliki fondasi yang kuat yang dimana seharusnya didukung oleh volume yang kuat untuk mengalami kenaikkan. Sehingga pelaku pasar dan investor diharapkan dapat berhati hati terkait dengan penguatan pasar obligasi karena sewaktu waktu, kapan saja pasar obligasi bisa berbalik arah mengalami pelemahan secara harga.
Fokus perhatian pelaku pasar dan investor hari ini adalah adanya pengumuman cadangan devisa yang dimana tentu akan memberikan dampak yang positif atay negatif terhadap pergerakan pasar.
Sejauh ini, kami melihat bahwa pasar masih membutuhkan trigger untuk bisa mendorong harga obligasi bergerak, baik untuk mengalami kenaikkan atau mengalami penurunan.
Yang harus diperhatikan saat ini adalah potensi pengeluaran utang yang akan dikeluarkan oleh pemerintah, dengan aktualisai nilai utang tersebut. Karena sejauh ini kalau kita perhatikan, dengan kebutuhan utang yang hampir IDR 900 T, yang dimana itu artinya setiap lelang mengharuskan pemerintah menyerap sekitar IDR 75T.
Namun posisi situasi dan kondisi saat ini seperti yang kita ketahui tentu pemerintah tidak akan menyerap sebanyak itu dalam lelang pemerintah.
Berarti, itu artinya akan ada potensi penerbitan utang ditempat lain, ini yang harus dicermati bersama. Karena investor asing pun hingga sejauh ini masih belum kembali ke dalam pasar obligasi dalam negeri.
Kami melihat dalam beberapa waktu kedepan pasar obligasi masih akan begini begini saja, namun situasi dan kondisi sekarang jauh lebih baik karena pasar obligasi mampu berada di bawah 7% untuk imbal obligasi pemerintah 10y.
“Pagi ini pasar obligasi diperkirakan akan dibuka menguat dengan potensi menguat terbatas,” jelas analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Jumat (07/8/2020).
Adapun cerita menjelang akhir pekan ini akan kita awali dari;
1.BANK OF ENGLAND
Pada akhirnya Bank Sentral Inggris kembali mempertahankan tingkat suku bunganya ditambah dengan tidak merubah nilai pembelian obligasi yang sudah ada sebelumnya sembari memberikan peringatan bahwa proses pemulihan ekonomi mungkin akan jauh lebih lambat dari yang diperkirakan sebelumnya. Semua anggota Komite Kebijakan Moneter memilih untuk mempertahankan tingkat suku bunga pinjaman utama yang berada di 0.1% yang dimana sebelumnya tingkat suku bunga Bank Sentral telah mengalami penurunan sebanyak 2x sebesar 0.75%. Komite juga sudah memberikan suara bulat untuk tidak memperpanjang program pembelian obligasi, setelah sebelumnya Bank Sentral England juga melakukan tambahan untuk melakukan pembelian sebesar $131.4 miliar pada bulan June lalu yang dimana nilai tersebut membuat total pembelian asset mengalami kenaikkan menjadi £745 miliar. Sejauh ini Bank Sentral mengatakan bahwa mereka memang tidak berharap terlalu banyak terhadap perekonomian Inggris, apalagi setelah mereka juga memproyeksikan GDP Inggris akan kembali normal seperti pada tahun 2019 silam pada semester ke 2 tahun depan. Dalam jangka waktu pendek, para pembuat kebijakan tampaknya lebih optimis terhadap tingkat pertumbuhan GDP yang sebelumnya telah mengalami penurunan sebesar 9.5% pada tahun 2020 ini dengan nilai kontraksi sebesar 14% pada bulan May. Pemulihan ekonomi akan bangkit sebanyak 9% pada tahun 2021 dan akan kembali tumbuh sebesar 3.55% pada tahun 2022. Bank of England mengatakan bahwa pemulihan ekonomi Inggris akan sangat bergantung terhadap evolusi pandemic, dan bagaimana pemerintah menanggapi masalah tersebut. Bank Sentral juga akan terus memantau situasi dan kondisi yang terjadi saat ini dan akan melakukan penyesuaian terhadap kebijakan moneter yang sesuai kebutuhan. Bank Sentral juga akan terus mengamati dan mengukur sejauh mana tingkat pengangguran mengalami peningkatan, karena pada bulan October stimulus mengenai skema cuti juga akan berakhir. Beberapa proyeksi mengatakan bahwa para pekerja yang sebelumnya diberhentikan ada kemungkinan tidak dapat diserap kembali oleh perusahaan, oleh sebab itu Bank Sentral Inggris mengatakan bahwa ada kemungkinan angka pengangguran mengalami kenaikkan hingga 7.5% pada akhir tahun 2020, proyeksi tersebut lebih rendah dari sebelumnya yang dimana 10%, dan tingkat pengangguran tersebut sedikit demi sedikit akan mengalami penurunan kedepannya. Kami melihat bahwa Inggris masih memiliki beberapa hambatan diantaranya adalah terkait dengan negosiasi masa transisi keluarnya Inggris dari uni Eropa pada akhir tahun. Negosiasi tersebut menjadi sangat penting karena akan mempengaruhi perdagangan antara England dengan Uni Eropa yang dimana apabila ternyata negosiasi tersebut gagal, tentu hal tersebut akan membuat situasi dan kondisi perekonomian Inggris akan semakin mengalami ketidakpastian kedepannya.
2.PHILLIPINES PUN AKHIRNYA……
Setelah sebelumnya pada kuartal pertama Philippines mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi, sekarang di kuartal kedua pun Philippines merasakan sakit yang sama yang dimana pada akhirnya secara teknis Philippines memasuki fase resesi. Resesi di Philippines memang tidak terhindarkan, khususnya sejak pemerintah menutup perekonomian dan membatasi ruang gerak kegiatan usaha sepanjang April dan May, dan meskipun kembali di buka pada bulan June namun hal tersebut masih kurang mampu untuk menjadi dorongan bagi perekonomian Philippines untuk bangkit. Bank Sentral Philippines terus berusaha mendukung perekonomian dengan memberikan stimulus dengan memberikan kebijakan yang agresif meskipun secara kebijakan fiscal masih bersifat terbatas karena kekhawatiran para pembuat kebijakan terhadap ruang fiscal Philippines. Sehingga hal tersebut tentu memberikan indikasi bahwa pemulihan perekonomian Philippines akan menjadi jauh lebih lama dibandingkan dengan negara lainnya. Meskipun sejauh ini kami melihat ada potensi yang lebih besar bagi Philippines untuk mengalami kebangkitan pada kuartal ke 3 nanti. Sebagai informasi Bank Sentral Philippines juga sudah melakukan pemangkasan tingkat suku bunga untuk mendorong perekonomian untuk dapat bangkit dengan melakukan pemangkasan tingkat suku bunga sebanyak 175 bps atau 1.75%, dan penurunan giro wajib minimum sebanyak 200 bps. Tidak hanya itu saja, Bank Sentral Philippines juga terus melakukan pembelian obligasi pemerintah sebagai upaya untuk menjaga stimulus perekonomian. Gubernur Bank Sentral Philippines, Benjamin Diokno mengatakan bahwa Bank Sentral kemungkinan akan mempertahankan kebijakan yang akomodatif dalam kurun waktu 2 tahun mendatang untuk membantu pemulihan ekonomi yang lebih cepat. Meskipun Benjamin mengatakan bahwa tidak ada ruang lagi bagi Bank Sentral untuk menurunkan tingkat suku bunga lanjutan, karena Bank Sentral akan beralih kepada kebijakan kebijakan non tarif untuk mendukung pertumbuhan. Yang kami khawatirkan seperti yang sudah kami sampaikan sebelumnya adalah masih terbatasnya ruang fiscal bagi Philippines, hal ini yang membuat pemerintah enggan untuk mengambil pinjaman untuk membantu perekonomian. Dan ketika pemerintah serta kebijakan Bank Sentral berusaha untuk mengambil kebijakan dengan ruang yang terbatas, tentu hal tersebut akan menimbulkan polemic sejauh mana mereka akan memanfaatkan ruang terbatas untuk dapat menopang perekonomian yang dapat kita katakan sedang berada dalam situasi dan kondisi yang juga cukup sulit.
“Menyikapi beragam kondisi tersebut diatas, kami merekomendasikan wait and see, dan akan berubah menjadi rekomendasi beli apabila obligasi bergerak naik di atas 75 bps,” sebut analis Pilarmas.

