ANALIS MARKET (16/3/2020) : Pasar Obligasi Diperkirakan Bergerak Variatif

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, seperti lirik lagu “Naik-naik ke puncak gunung, tinggi tinggi sekaliiiii… #miripobligasi..

Eitt, tapi ini bukan masalah harga lho, tapi ternyata yang mengalami kenaikkan itu imbal hasil obligasi yang kian semakin nyata.

Ditengah situasi dan kondisi dalam Negeri yang terus mengalami krisis, baik krisis kepercayaan, krisis keyakinan, krisis ketenangan, pasar obligasi kian ditinggal oleh para pelaku pasar dan investor, khususnya oleh Asing.

Hingga per hari ini, Senin (16/3), secara year to date, investor asing telah keluar sebanyak -47.4 T, angka yang luar biasa karena telah terjadi dalam waktu yang sangat singkat.

Meskipun secara year on year, kalau kita tarik dari tahun lalu, kita masih mencatakan surplus bahwa Asing masih menaruh obligasinya di Indonesia.

“Memang kalau kita lihat, selalu ada nilai positifnya, namun memang harus kita akui bahwa tahun ini memang dana asing yang keluar dari pasar asing baik saham maupun obligasi sudah keluar dalam jumlah yang cukup besar. Memang sisi positif yang lain, bahwa itu semua terjadi secara global, bukan hanya di Indonesia saja. Nilai CDS kita baik yang 5y, 10y, dan 15y juga sudah mengalami lonjakan tertingginya, hal ini memberikan pengertian bahwa nilai resiko berinvestasi di Indonesia tengah mengalami kenaikkan. Sedikit banyak hal ini akan memberikan pengaruh terhadap potensi capital inflow yang akan terjadi di Indonesia,” ungkap analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Senin (16/3/2020).

Lebih lanjut, analis Pilarmas menilai, diperdagangan Senin (16/3) pagi ini, pasar obligasi diperkirakan akan dibuka bervariatif.

Mengawali awal pekan, akan kita awali dari;

1.THE FED, ANTARA PASRAH DENGAN PUTUS ASA

The Fed memangkas tingkat suku bunganya di hari Minggu kemarin. The Fed mengatakan bahwa wabah virus corona terus merugikan masyarakat dan menggangu kegiatan ekonomi di banyak Negara, termasuk di Amerika Serikat, hal inilah yang membuat The Fed pada akhirnya memangkas tingkat suku bunganya menjadi NOL pada hari Minggu kemarin serta meluncurkan program pelonggaran kuantitatif besar besaran senilai $700 miliar untuk melindungi ekonomi dari dampak yang diberikan oleh virus corona. Tidak hanya itu saja, tingkat suku bunga Fed Fund Rate yang baru, yang digunakan untuk patokan pinjaman jangka pendek untuk Lembaga keuangan dan sebagai patokan untuk tingkat konsumsi juga mengalami penurunan hingga 0% - 0.25%. Menghadapi situasi dan kondisi yang kian semakin memberikan tekanan, The Fed juga memangkas tingkat suku bunga pinjaman darurat menjadi 0.25% dan memperpanjang jangka waktu pinjaman menjadi 90 hari. Kami melihat apa yang dilakukan oleh The Fed saat ini diluar dugaan kami, karena kami meyakini bahwa The Fed akan mampu bertahan hingga pertemuan Bank Sentral tiba yang dilaksanakan pekan ini. Dan besarannya pun diluar dugaan kami juga, karena kami tadinya berfikir The Fed hanya akan memangkas tingkat suku bunga sebanyak 50 bps, tidak sampai 100 bps. Pemikiran kami sama dengan Presiden The Fed Cleveland, Loretta Mester, yang dimana dirinya tidak memilih, karena dirinya memilih untuk menetapkan tingkat suku bunga sebesar 0.5% - 0.75%, yang dimana itu artinya bekurang sebanyak 50 bps. Menurut The Fed, Jendela Diskon saat ini memainkan peran yang sangat penting dalam mendukung likuiditas dan stabilitas system perbankan dan implementasi kebijakan moneter yang efektif serta mendukung kelancaran aliran kredit ke dalam rumah tangga dan bisnis. Jendela diskon juga merupakan bagian dari fungsi The Fed sebagai pemberi pinjaman terakhir untuk industry perbankan. Lembaga keuangan dapat menggunakan jendela diskon tersebut untuk memenuhi kebutuhan likuiditas, meskipun beberapa enggan untuk melakukannya karena dapat menunjukkan bahwa mereka sedang mengalami masalah keuangan dan akan menjadi interpretasi yang buruk. The Fed juga tengah memangkas persyaratan cadangan bagi ribuan bank menjadi nol, yang dimana langkah tersebut telah dilakukan koordinasi dengan bank Sentral Canada, Inggris, Jepang, Eropa, dan Swiss untuk melakukan pengambilan tindakan untuk meningkatkan likuiditas dollar di seluruh dunia melalui pengaturan pertukaran Dollar yang ada saat ini. Tindakan The Fed tampaknya merupakan lompatan besar dalam satu hari yang paling besar yang bisa diambil dari sebuah bank, baik pemangkasan tingkat suku bunga maupun Quantitative Easing, semua dilakukan satu hari. Pelonggaran kuantitatif akan mengambil $500 miliar dari Treasury dan $200 miliar dari sekuritas hipotek, dan tidak hanya itu saja, The Fed akan melakukan pembelian pada hari Senin dengan nilai $ 40 miliar. The Fed memangkas tingkat suku bunganya karena The Fed ingin yakin bahwa ekonomi dapat melewati goncangan yang disebabkan oleh wabah virus corona, yang dimana itu artinya dapat menjaga lapangan kerja dan stabilitas harga. Langkah The Fed ini disambut sukacita oleh Trump, dirinya mengatakan bahwa hal tersebut membuat saya bahagia dan ingin memberikan ucapan selamat kepada The Fed, dan menurut Trump orang orang di pasar haruslah senang. Apakah benar demikian? Dow Jones Industrial Futures mengalami turun lebih dari 900 poin, dan S&P 500 Futures turun lebih dari 4%. Itu artinya apa? Bahwa meskipun The Fed memangkas tingkat suku bunga, namun tampaknya para pelaku pasar dan investor cenderung ingin melihat dan mengamati virus corona mencapai puncaknya dan pada akhirnya selesai. Karena disaat virus corona usailah, maka investor dapat mengambil resiko dan membeli saham kembali.

2.STIMULUS BANK CENTRAL DARI ASIA

Bank sentral di wilayah Asia bergerak cepat dalam menanggapi wabah virus corona yang menekan perekonomian di wilayah Asia. Mereka bahu membahu untuk mendorong likuiditas ke dalam system keuangan dan melakukan pertemuan untuk melawan ancaman pelemahan ekonomi global sejak krisis keuangan. Bank Sentral Rakyat China telah menuntikkan $79 miliar ke dalam perekonomiannya melalui pengurangan rasio cadangan di bank. Bank Sentral Korea mempertimbangkan untuk mengadakan pertemuan khusus untuk membatasi pergerakan liar di pasar valuta asing, dan Bank Sentral Jepang juga menawarkan untuk menyediakan dana sebanyak 2.2 triliun yen atau $20.8 miliar untuk menjaga likuiditas dalam 3 operasi yang berbeda. Aksi jual di pasar pada hari Jumat lalu menjadi hari terburuk dalam sejarah Wall Street sejak 1987 karena investor khawatir ekonomi global akan mengalami resesi, hal ini yang mendorong para Bank Sentral di kawasan Asia melawan pelemahan ekonomi tersebut. Tidak hanya itu saja, Bank Sentral Australia menyuntikkan dana sebesar Australia $ 8.8 miliar atau $5.5 miliar dalam operasi pasar terbuka, yang dimana angka tersebut merupakan yang terbesar dalam kurun waktu 7 tahun. Bank Sentral Indonesia juga tidak mau kalah, Bank Sentral kebanggaan dalam Negeri ini membeli obligasi Pemerintah sebanyak IDR 6 T atau $ 405 juta untuk menopang pasar keuangan, menambah IDR 8 T yang telah dikeluarkan sebelumnya. Bank Sentral India juga menambah 250 miliar rupee atau $3.4 miliar melalui operasi pasar terbuka. Tindakan beberapa Bank Sentral Global ini merupakan sesuatu yang ramai terjadi akhir akhir ini yang dimana hal ini mendorong untuk menenangkan pasar yang dimana wabah virus corona terus melebarkan sayapnya dan menekan perekonomian global. Ketika The Fed menurunkan tingkat suku bunganya, itu artinya memberikan potensi yang lebih besar kepada Bank Sentral lainnya untuk memangkas tingkat suku bunganya tidak terkecuali Indonesia. Kami melihat bahwa Bank Sentral Indonesia memiliki ruang untuk menurunkan tingkat suku bunga sebanyak 25 bps kembali dalam waktu dekat ini, dan itu kemungkinan akan terjadi pada pertemuan Bank Sentral Bank Indonesia pekan ini. Tidak hanya Bank Sentral Indonesia lho, tapi Bank Sentral Jepang, Filipina, dan The Fed juga akan melakukan pertemuan Bank Sentral di tanggal yang sama yaitu 19 Maret 2020. Sejauh ini kami melihat bahwa The Fed terus melakukan suntikan likuiditas dalam jumlah yang besar kedalam pasar keuangan pada hari Kamis kemarin untuk melawan wabah virus corona. The Fed bagian New York melakukan operasi pasar atas nama Bank Sentral The Fed dengan jumlah triliunan dollar dalam beberapa minggu mendatang untuk meredakan ketegangan karena investor juga mulai menjual obligasi Pemerintah dan mulai mengumpulkan uang tunai. Hal ini yang terjadi saat ini yang dimana US Treasury dan emas mungkin sudah tidak bisa diandalkan sehingga para pelaku pasar dan investor mulai mengumpulkan uang tunai. Operasi pasar tersebut dilakukan sebagai bagian dari komitmen The Fed untuk mengatasi apa yang mereka katakan sebagai gangguan sementara. Karena The Fed telah memangkas tingkat suku bunganya, ada potensi yang lebih besar diatas 50% bagi Bank Sentral wilayah Asia, khususnya Indonesia untuk memangkas tingkat suku bunganya sebesar 25 bps – 50 bps. Tentu hal ini memberikan indikasi bahwa akan ada kenaikkan harga obligasi, karena tingkat suku bunga yang mengalami penurunan. Permasalahannya adalah, apakah hal tersebut mampu untuk mendorong optimisme investor untuk membeli obligasi ditengah situasi dan kondisi yang menekan perekonomian saat ini? Kami merekomendasikan beli namun dalam porsi yang kecil ya, jangan bertindak gegabah saat ini. Beli obligasi jangka panjang yang memiliki tingkat kupon tinggi.

3.MINYAK OH MINYAK

Seperti yang sudah kita sampaikan sebelumnya, ketika harga kesepakatan antara OPEC tidak kunjung sepakat hingga bulan ini usai, maka per tanggal 1 April 2020 nanti, para Negara anggota berhak untuk memproduksi minyak sebanyak banyaknya tanpa adanya batasan produksi. Hal ini yang membuat supply semakin bertambah yang mendorong harga minyak mengalami penurunan, dan ketika harga minyak mengalami penurunan, maka perang harga menjadi sesuatu yang tidak akan terhindarkan yang ujung ujungnya mendorong harga minyak untuk mengalami penurunan kembali. Permasalahannya adalah satu, ketika supply bertambah, apakah demandnya ada? Karena ketika demandnya tidak ada ditambah lagi dengan adanya wabah virus corona, hal ini akan membuat konsumsi minyak global juga akan mengalami kejatuhan, dan berpotensi untuk menuju penurunan harga tahunan terbesar sepanjang sejarah. Wabah virus corona sedikit banyak membuat harga minyak mengalami penurunan, mulai dari larangan perjalangan hingga rantai pasokan yang terganggu membuat konsumsi bahan bakar berkurang. Sejauh ini harga minyak telah turun hampir 50% pada tahun ini, tekanan kiri kanan depan belakang membuat harga minyak menjadi salah satu perhatian untuk saat ini. Dua hal yang pasti kita rasakan tentu salah satunya adalah penurunan harga minyak karena posisi kita sebagai importir minyak yang akan membuat postur anggaran menjadi lebih ringan, disatu sisi emiten kita yang bergerak di bidang sector minyak mungkin akan mengalami tekanan. Untuk pasar minyak itu sendiri, kita ambil contoh yang terjadi di China beberapa waktu yang lalu pada saat wabah terjadi dalam skala yang lebih luas, membuat permintaan minyak di China mengalami penurunan setidaknya kurang lebih 20% atau sekitar 3 juta barel per hari. Sejauh ini Amerika, Jerman, Prancis, Italia, Spanyol, Inggris dan Kanada hampir mengkonsumsi 31 juta barel per hari, hal ini memberikan pengeritan bahwa persentase penurunan konsumsi akan sama dengan yang dierita China sebelumnya, yang dimana puncaknya mengurangi permintaan minyak sekitar 6 juta barel per hari. Atas dasar hal ini, tentu akan semakin menekan harga minyak yang membuat Supply akan semakin bertambah banyak. Sejauh ini potensi penurunan konsumsi harga minyak akan berada dikisaran 10 juta barel per hari atau 10% dari permintaan global terkait dengan wabah yang terjadi saat ini. Sejauh ini kami melihat bahwa hal ini berpotensi akan terjadi dalam kurun waktu yang realtif cepat, yang dimana indeks IHS Markit dalam hal konsumsi akan jatuh sebanyak 1.42 juta barrel per hari dan kemungkinan terburuknya sebanyak 2.8 juta barel per hari.

“Kami merekomendasikan wait and see. Rekomendasi beli dalam porsi kecil boleh saja terjadi namun untuk obligasi jangka panjang dengan tingkat kupon tinggi,” sebut analis Pilarmas.