ANALIS MARKET (05/2/2020) : Pasar Obligasi Berpotensi Mengalami Penurunan Harga
Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, lagi-lagi, lelangnya luar biasa!
Hal ini lah yang mendorong harga obligasi mengalami kenaikkan, yang memberikan implikasi terhadap penguatan Rupiah pada hari ini.
Kenaikkan harga obligasi dan penguatan Rupiah sebetulnya dapat dikatakan mampu melawan arus, namun tidak serta merta mengubah arah obligasi dalam waktu singkat.
Yang harus diperhatikan disini adalah sejak tanggal 24 January 2020 hingga 3 Februar 2020, kepemilikkan asing di pasar obligasi mengalami penurunan yang cukup tajam, dari sebelumnya 39.3% menjadi 38.4%, dapat dilihat table pada halaman 3.
Tentu hal ini memberikan indikasi bahwa sebetulnya penurunan harga obligasi masih berpotensi terjadi kembali.
Satu sisi kenaikkan harga obligasi yang luar biasa, mendorong para pelaku pasar dan investor untuk profit taking, sembari menunggu ketidakpastian global dan local kembali reda.
Justru ini yang membuat pasar obligasi sehat, karena ada volatilitas disana, sehingga tidak didominasi oleh kenaikkan harga obligasi secara terus menerus.
Lebih lanjut analis Pilarmas menilai, diperdagangan Rabu (05/2) pagi ini, pasar obligasi diperkirakan akan dibuka bervariasi dengan rentang pergerakan 35 – 70 bps, lebih dari itu akan menjadi arah selanjutnya bagi pasar obligasi.
Tetap hati-hati atas kenaikkan pasar obligasi yang terjadi, karena potensi terjadinya penurunan masih sangat besar.
Adapun cerita pagi hari ini akan kita awali dari;
1.TINGKAH AMERIKA
Pemerintahan Amerika masih terus melaksanakan aturan baru yang kontroversial, yang dimana aturan tersebut akan memberikan jalan bagi Amerika untuk mulai menerapkan hukuman untuk Negara Negara yang dituduh memiliki mata uang undervalued. Langkah ini akan memberikan dampak baru terhadap Amerika tentang manipulasi mata uang dan dapat mengubah pasar uang lebih dari $ 6 T perhari dan tentu saja perang mata uang akan menjadi pertempuran baru antar Negara. Cara seperti ini akan memberikan Amerika kesempatan untuk mengenakan bea balik atas barang barang yang masuk dari Negara Negara yang dituduh memanipulasi mata uang mereka. Kami melihat Pemerintahan sebelumnya telah menyampaikan bahwa mereka menolak seruan tersebut karena beberapa Industri khawatir akan menyebabkan perang mata uang. Sebagai informasi, setelah informasi krisis keuangan global satu decade lalu, para pembuat kebijakan di Negara Negara seperti Brazil, telah menuduh Amerika dan The Fed menggunakan kebijakan moneter untuk mendorong pelemahan dollar dan membantu mempercepat fase recovery yang terjadi di Amerika. Sebelumnya Presiden Trump juga telah lama menuduh China dan Negara Negara lainnya melakukan hal yang sama. Wilbur Ross mengatakan bahwa, aturan mata uang ini merupakan langkah penting dalam memastikan bahwa praktik perdagangan yang tidak adil ini dapat berubah menjadi lebih baik. Aturan baru tersebut sebelumnya ditentang oleh Departemen keuangan saat pertama kali diusulkan dimana hal itu yang terjadi pada bulan May 2019 dan akan memberikan kesempatan kepada Perusahaan Perusahaan yang berada di Amerika untuk mengajukan keluhan kepada Departemen perdagangan apabila menemukan mata uang yang undervalued. Aturan baru ini tampaknya bertentangan dengan apa yang disampaikan sebelumnya oleh Departemen Keuangan yang mengatakan bahwa kerangka kerja setiap penilaian mata uang akan dengan konsisten dilaporkan dalam semi tahunan kepada Congress. Kami melihat bahwa hal ini akan membuat hubungan antar Negara khususnya dengan Amerika Serikat menjadi renggang, karena ini merupakan kebijakan yang sepihak. Dan hal ini juga disampaikan oleh beberapa mantan para pejabat Amerika, karena ini melanggar komitmen Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO, meskipun di satu sisi tidak ada aturan WTO yang melarang pengenaan bea balik terhadap subsidi yang telah diberikan sebelumnya.
2.DAMPAK CORONA
Dampak virus corona yang terjadi di China menjadi perhatian World Bank dan IMF. Menyikapi wabah virus di China, World Bank meminta semua negara meningkatkan upaya untuk memerangi wabah Virus Corona. Mereka mengimbau agar negara-negara di dunia meningkatkan program yang dapat memerangi penyebaran wabah tersebut, disisi lain World Bank akan meninjau dampak virus tersebut terhadap perekonomian China. Presiden World Bank mengatakan wabah ini dapat merugikan pertumbuhan ekonomi global. Dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global bisa terdampak antara satu hingga sepuluh persen. Sementara IMF pekan lalu bahwa dampak negatif terhadap ekonomi mungkin saja terjadi pada semester awal 2020, tetapi saat ini masih terlalu dini untuk memberikan dugaan kerugian. Kodisi tersebut tentunya memberikan kecemasan akan pertumbuhan perekonomian China yang dampaknya beroptensi membahayakan ekonomi global.
3.GDP INDONESIA
Pertumbuhan GDP Indonesia kuartal IV 2019 menjadi hal yang dinantikan oleh para pelaku pasar dalam negeri. Rencananya BPS akan mengeluarkan rilis pertumbuhan GDP untuk kuartal IV 2019 dan satu tahun penuh selama 2019 pada hari ini. Berdasarkan consensus yang dihimpun oleh tradingeconomics, terdapat perlambatan secara kuartal pada kuartal 4 dimana consensus memperkirakan adanya perlambatan sebesar -1.67% QoQ. Hal tersebut memberikan tekanan perlambatan pada Raihan GDP untuk satu tahun penuh di tahun 2019. Perlambatan terjadi sejak kuartal II 2018 dimana depresiasi Rupiah serta penurunan kinerja ekspor menjadi tekanan pada neraca perdagangan Indonesia. Jika mengacu pada tahun lalu 2019 menjadi tantangan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia, dimana perdagangan global mengalami permasalahan yang berlarut-larut sehingga memberikan tekanan pertumbuhan pada ekonomi negara maju. Namun menariknya, kebijakan moneter dan fiscal dari pemerintah cukup berdampak positif bagi rupiah yang dinilai cukup stabil dan Indonesia masih mampu bertahan di pertumbuhan pada angka 5%. Kami berharap pertumbuhan GDP pada kuartal 4 tahun 2019 naik tipis, sehingga pertumbuhan GDP sepanjang 2019 dapat berada pada 5.05%
“Kami merekomendasikan wait and see dengan rentang pergerakan 35 – 70 bps, tetap hati hati dan cermati sentiment yang ada,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Rabu (05/2/2020).

