ANALIS MARKET (03/2/2020) : Pasar Obligasi Masih Berpotensi untuk Menguat

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pasar obligasi mulai ‘ababil’ tampaknya dalam kurun waktu 1 minggu terakhir.

Meskipun kami melihat hal ini sudah merupakan hal yang wajar karena kenaikkan harga obligasi yang cukup massif, tanpa adanya penurunan membuat pasar obligasi menjadi rawan terkoreksi.

Selain itu memang secara valuasi pasar obligasi saat ini sudah berada dalam taraf mahal yang membuat para pelaku pasar dan investor cenderung untuk melakukan profit taking.

Permasalahannya adalah, pasar obligasi merupakan salah satu instrument investasi yang jauh lebih aman ketimbang saham, dan saat ini capital inflow baik asing maupun lokal, cukup deras mengalir ke dalam pasar obligasi.

Hal ini lah yang membuat pasar obligasi seakan akan tidak tertandingi untuk mengalami kenaikkan.

Lebih lanjut, analis Pilarmas menilai, diperdagangan Senin (03/2) pagi ini, pasar obligasi diperkirakan akan dibuka dibuat bervariasi dengan rentang pergerakan harga 30 – 50 bps, lebih dari itu maka akan menjadi arah pergerakan obligasi selanjutnya.

“Namun secara teknikal Analisa, kami melihat besar potensi pasar obligasi untuk mengalami penurunan. Oleh sebab itu, apabila masih ada diposisi saat ini, jual merupakan pilihan yang baik. Apabila terjadi rebound pun, merupakan salah satu moment terbaik untuk menjual,” jelas analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Senin (03/2/2020).

Adapun untuk perdagangan hari ini, informasi akan kita awali dari;

1.BADAI CHINA

China akan menyiapkan injeksi dana sebesar $21.7 miliar ke pasar China pada hari ini untuk mencegah saham dan mata uang mengalami penurunan yang mungkin akan extreme pada hari ini. Hal ini disampaikan oleh Bank Sentral China dan regulator lainnya yang memberikan langkah untuk menopang kejatuhan pasar saham dan mata uang yang berpotensi besar untuk terjadi pada hari ini yang dimana hari ini pasar keuangan China akan dibuka kembali setelah liburan tahun baru Imlek. Bank Sentral mengatakan akan menggunakan perjanjian buyback untuk memasok 1.2 Triliun yuan untuk menjaga likuiditas dengan angka mencapai 150 miliar yuan atau $21.7 miliar. Dalam scenario melemahnya pasar keuangan China, hal ini dapat memberikan dampak terhadap melemahnya pertumbuhan ekonomi China secara kuartal pertama yang diperkirakan akan menjadi 4.5% YoY. Angka ini kembali turun dari sebelumnya 6% dan merupakan yang terendah sejak 1992 silam. Sampai dengan per 2 February kemarin, total infeksi bertambah menjadi 14.380 dengan 350 kematian, dan sampai saat ini sudah banyak Negara yang memblokir kedatangan warga negara dari China.

2.BADAI INDIA

Menteri Keuangan India pada akhirnya memangkas pajak untuk perorangan, membatalkan retribusi dividen serta memperluas target deficit anggaran untuk membantu mendorong perekonomian India yang tengah melambat. Namun ternyata hal itu semua tidak membuat para investor cukup terhibur. Pemerintah lagi lagi akan mengalami deficit untuk tahun ke 3 yang dimana deficit menjadi 3.8% dari sebelumnya tahun ini yang direncanakan sebesar 3.3%. Menteri Keuangan Nirmala Sitharaman mengatakan bahwa target deficit untuk tahun mendatang adalah 3.5%. Sejauh ini penurunan tarif pajak pribadi tersebut dimaksudkan untuk mendorong konsumsi dalam ekonomi yang akan membuatnya tumbuh menjadi 5% tahun ini, namun merupakan yang terlemah dalam kurun waktu lebih dari satu decade. Sejauh ini respon pasar masih negative terkait dengan rencana tersebut, hal ini yang membuat indeks acuan S&P BSE Sensex turun sebanyak 2.4%, yang dimana penurunan tersebut merupakan yang terbesar dalam kurun waktu lebih dari 3 tahun. Pemerintah juga akan memberikan investor asing akses yang lebih besar untuk masuk dan berinvestasi pada Surat Utang Negara. Sejauh ini Pemerintah India akan mengalokasikan dana tersebut sebesar 1.7 T rupee untuk Infrastruktur transportasi, 3.6 T rupee untuk proyek air, dan 220 miliar rupee untuk energi terbarukan.

3.SAYONARA UNI EROPA

Inggris pada akhirnya pergi meninggalkan Uni Eropa pada Jumat malam kemarin setelah sebelumnya 47 tahun menjalani keanggotan bersama Uni Eropa. Brexit pada akhirnya usai setelah sebelumnya 3.5 tahun berjibaku terhadap gejolak yang telah menyebabkan kekacauan pada politik Inggris, ketidakpastian ekonomi dan meningkatnya ketegangan antara Inggris dan Uni Eropa. Selama masa transisi, Inggris tidak akan memiliki hak suara untuk permasalahan yang terjadi di Uni Eropa, namun Inggris masih akan terikat oleh peraturan Uni Eropa. Inggris sekarang akan tetap menjadi anggota pasar tunggal Uni Eropa hingga 2020, selama kurun waktu 1 tahun Inggris dan Uni Eropa akan mencoba mencapai kesepakatan perdagangan, meskipun timeline waktu yang singkat membuatnya tidak akan efektif. Sejauh ini yang pasti, yang selalu dikatakan oleh Uni Eropa adalah bahwa hubungan ekonomi dan politik akan berubah dan Inggris mungkin tidak akan menikmati perdagangan tanpa kemelut yang selama ini telah dinikmati oleh anggota Uni Eropa dan anggota pasar tunggal.

“Kami merekomendasikan wait and see hari ini dengan potensi jual dan beli apabila melewati rentang batas pergerakan bps point,” sebut analis Pilarmas.