Kementerian LHK Pastikan UU Cipta Kerja Tak Mengubah Peraturan AMDAL

Foto : istimewa

Pasardana.id - Disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) pada tanggal 5 Oktober 2020 lalu, memunculkan beragam tafsir di masyarakat, terkait pengaturan terhadap perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pun memberi penjelasan soal diaturnya analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) di dalam UU Cipta Kerja. 

Penjelasan yang dirangkum dalam acara virtual Bincang Undang-Undang dengan tema "AMDAL untuk Perlindungan Lingkungan", di Jakarta, Rabu, (14/10/2020) itu, untuk meluruskan beragam tafsir di masyarakat terkait pengaturan terhadap perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

"Pengaturan amdal (di UU Cipta Kerja) secara prinsip dan konsep tidak berubah dari konsep pengaturan dalam peraturan sebelumnya," kata Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan KLHK, Ary Sudijanto.

Ary menegaskan, aturan rinci mengenai amdal yang ada di UU Cipta Kerja tetap sejalan dengan UU sebelumnya, yakni UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

Ary lantas menjelaskan, jika ada perubahan, lebih diarahkan pada penyempurnaan kebijakan dalam aturan pelaksanaannya.  

Karena menurutnya, sesuai dengan tujuan UU Ciptaker, yaitu memberi kemudahan kepada setiap orang dalam memperoleh Persetujuan Lingkungan, namun dengan tetap memenuhi ketentuan yang ditetapkan.

"Pelaku usaha tidak perlu mengurus banyak perizinan, cukup mengurus perizinan berusaha," kata dia.

Persetujuan lingkungan yang merupakan hasil keputusan dokumen amdal, lanjut dia, menjadi syarat dikeluarkannya perizinan berusaha tersebut.

Amdal hanya diterapkan pada usaha atau kegiatan dengan risiko tinggi.

Untuk usaha berisiko menengah, pemohon izin cukup melengkapi dokumen upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UKL-UPL). Kemudian, untuk usaha berisiko rendah, pemohon cukup mendaftarkan nomor induk berusaha (NIB).

"Kriteria usaha atau kegiatan itu juga masih mengacu pada peraturan-peraturan sebelumnya," kata dia. 

Hal ini, kata Ary, sekaligus menjawab kekhawatiran publik terkait isu bahwa perlindungan lingkungan tidak ditegaskan dalam keputusan Izin usaha.

Selanjutnya, Ary juga menjelaskan hal yang berkaitan dengan isu dihapusnya sembilan kriteria usaha atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan. Ia membantah hal itu.

"Pasal 22 dan Pasal 23 UU PPLH masih tetap berlaku dalam UU Cipta Kerja," kata dia.

Kemudian, terkait isu dihapuskannya izin lingkungan, Ary pun membantahnya. Menurutnya, perizinan lingkungan bukan dihilangkan, namun tujuan dan fungsinya yang diintegrasikan ke dalam perizinan berusaha.

"Dipastikan bahwa hanya nomenklatur izin lingkungan yang hilang, namun substansi, tujuan, dan fungsinya tetap ada," ujarnya.

Isu lainnya bahwa dengan adanya UU Ciptaker maka penilaian amdal akan dimonopoli oleh pemerintah pusat juga dipastikan Ary tidak berdasar.

"Penilaian Kelayakan Lingkungan atau amdal yang selama ini dilakukan oleh Komisi Penilai Amdal (KPA) baik yang ada di pusat, provinsi dan kabupaten/kota, hanya diubah menjadi penilaian Kelayakan Lingkungan dilakukan oleh pemerintah pusat dengan membentuk suatu lembaga yang bernama Lembaga Uji Kelayakan (LUK)," katanya.

Dalam melaksanakan tugasnya untuk melakukan uji kelayakan amdal, LUK menugaskan Tim Uji Kelayakan baik yang bertugas di pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Hasil penilaian uji kelayakan kemudian diserahkan kepada menteri, gubernur, bupati/wali kota sesuai kewenangan yang diatur dalam peraturan pemerintah (PP) untuk kemudian dapat diterbitkan persetujuan lingkungannya.

KLHK juga menyatakan, tim uji kelayakan tetap melibatkan unsur ahli atau pakar yang kompeten serta unsur pemerintah pusat dan daerah.

Pemerintah daerah melalui gubernur atau bupati/wali kota mengusulkan pembentukan tim uji kelayakan kepada LUK untuk menjadi tim uji kelayakan daerah.

"Dibentuknya LUK dan tim uji kelayakan merupakan jawaban kekhawatiran publik atas hilangnya Komisi Penilai Amdal," katanya.

Bahkan, kata Ary, dengan kebijakan baru ini daerah dapat mengusulkan untuk membentuk lebih dari satu tim uji kelayakan. Tujuannya adalah untuk mempercepat proses penilaian kelayakan lingkungan bagi para pengusaha yang mengajukan izin berusaha. 

"Sebelumnya tiap provinsi atau kabupaten/kota hanya dimungkinan untuk dapat membentuk satu KPA saja. Hal ini menjadi salah satu bottleneck lambatnya pengurusan Izin Lingkungan yang memperlambat pengurusan izin berusaha di Indonesia," ungkap Ary.

Terakhir, Ary meminta masyarakat tak khawatir mengenai isu pelemahan penegakan hukum lingkungan akibat dihapusnya izin lingkungan.

"Pengintegrasian izin lingkungan ke dalam perizinan berusaha justru akan lebih memperkuat penegakan hukum lingkungan dalam rangka perlindungan terhadap lingkungan hidup," tandasnya.