ANALIS MARKET (29/1/2020) : Pasar Obligasi Berpotensi Melemah Terbatas

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, ditengah tengah penurunan harga pasar obligasi, dan kekhawatiran akan virus Corona, pasar obligasi masih mencatatkan total penawaran yang masuk luar biasa.

Meskipun lebih rendah dari lelang sebelumnya, namun kami melihat masih dalam hal yang wajar, karena lelang tersebut berbeda dengan lelang konvensional sebelumnya.

Lelang kemarin lebih kepada sukuk, namun tetap mendapatkan total penawaran sebesar Rp 46 T, tentu hal ini memberikan sisi yang sangat positif terkait dengan perkembangan pasar obligasi dalam Negeri.

Itu artinya, pasar obligasi masih diminati, meskipun kami melihat secara valuasi harga pasar obligasi sudah mulai kemahalan.

“Sejauh ini kami melihat, para pelaku pasar dan investor masih masuk ke dalam tenor pendek, apalagi ditengah tingginya tingkat ketidakpastian saat ini yang membuat para pelaku pasar dan investor memilah untuk masuk ke dalam durasi jangka waktu pendek karena memiliki tingkat volatilitas yang rendah. Meskipun kami melihat minat di obligasi jangka waktu panjang masih terjaga dengan baik,” ungkap analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Rabu (29/1/2020).

Lebih lanjut, analis Pilarmas menilai, diperdagangan Rabu (29/1) pagi ini, pasar obligasi diperkirakan akan dibuka melemah dengan potensi melemah terbatas.

Pergerakan pasar obligasi masih akan berada dalam rentang yang sempit, namun ruang penurunan saat ini masih sangat terbuka lebar.

Oleh sebab itu kami masih merekomendasikan jual hari ini, tidak ada salahnya untuk mengambil keuntungan terlebih dahulu sebelum masuk kembali.  

Adapun cerita hari ini akan kita mulai dari;

1.PANGKAS THE FED ?

Lagi lagi untuk kesekian kalinya, Trump melancarkan serangan terhadap The Fed untuk menurunkan tingkat suku bunganya pada rapat FOMC meeting yang akan berlangsung esok hari. Trump, melakukan langkah tersebut agar The Fed dapat menurunkan tingkat suku bunganya agar dapat membantu Amerika untuk membayar utang nasionalnya yang sedang mengalami kenaikkan. Trump juga kembali mengatakan bahwa, Bank Sentral harus memangkas tingkat suku bunganya agar lebih sesuai dengan Bank Sentral Negara lain, selain itu Trump mendesak juga bahwa The Fed harus menjadi lebih pintar dan membuat tingkat suku bunga menjadi kompetitif dengan Bank Sentral Negara lain. Meskipun The Fed melakukan pelonggaran kebijakan, namun menurut Trump hal tersebut masih sangat lambat. Sejauh ini utang nasional telah membengkak selama Pemerintahan Trump yang menjadi $23.2 T, atau naik sebesar 16.4%. Sehingga hal ini menyebabkan Amerika mengalami deficit fsikal lebih dari $1 T untuk tahun 2019. CBO sendiri memperkirakan bahwa dalam kurun waktu hngga 2030 mendatang, utang nasional Amerika diperkirakan akan berada di $31.4 T. Kami sendiri melihat The Fed tidak akan mengubah tingkat suku bunganya dalam waktu dekat, namun pandangan terkait perekonomian Amerika, Global, serta mungkin terkait virus Corona yang sedang hype saat ini mungkin bisa dijadikan acuan oleh para pelaku pasar dan investor. Tidak hanya The Fed saja, para pelaku pasar dan investor juga menanti data GDP Amerika yang akan keluar esok hari. Diperkirakan masih akan sama seperti sebelumnya secara YoY di 2.1%. Begitupun dengan penantian akan data GDP dari Eropa yang diperkirakan akan mengalami penurunan dari sebelumnya 1.2% menjadi 1.1%, namun marilah kita berharap yang terbaik bahwa GDP Eropa bisa mengalami kenaikkan setelah usaha dan jerih payah yang dilakukan oleh Bank Sentral Eropa. Data inflasi Eropa juga dinanti, meskipun secara consensus pasar mengindikasikan bahwa Inflasi di Eropa juga akan mengalami penurunan.

2.PARTISIPASI INDONESIA DALAM PERDAGANGAN DUNIA

Partisipasi Indonesia dalam Global Value Chain dinilai masih perlu ditingkatkan, dimana saat ini pengembangan produk dari komoditas diharapkan dapat ikut menopang pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Selain itu biaya pelabuhan yang tidak efisien juga perlu dikaji kembali. Keikutsertaan Indonesia pada Global Value Chain memiliki sejumlah sisi yang cukup bertolak belakang dimana saat ini Indonesia sebagai negara eksportir komoditas mentah yang memiliki peran cukup besar terhadap perdagangan dunia, namun pada lain sisi Indonesia merupakan importir bahan baku yang dinilai memiliki peran yang kecil. Bank dunia menggaris bawahi bahwa partisipasi ke depan pada komoditas mentah menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan. Sementara itu, lemahnya partisipasi ke belakang di industri manufaktur mencerminkan tidak efektifnya upaya menopang transisi ke industri manufaktur dan jasa pada tahap yang lebih maju. Kelemahan Indonesia dalam memanfaatkan Global Value Chain juga semakin dipersulit oleh tingginya biaya transportasi. Hal tersebut disebabkan oleh peraturan yang membebani dan distorsi dalam harga pelabuhan. Proses reformasi kebijakan yang tengah dimulai di Indonesia berpotensi meningkatkan partisipasinya di rantai nilai global. Dalam hal ini ada dua risiko yang berpotensi muncul, yang pertama adalah reformasi kebijakan ini mungkin tidak dapat menjawab hambatan-hambatan kunci dari lemahnya partisipasi Indonesia dalam rantai nilai global. Kedua, negara-negara di dunia terkadang memperlemah perlindungan sosial dan lingkungan untuk menarik rantai nilai global. Hal ini dapat memfasilitasi partisipasi dalam Global Value Chain dan mencegah dampak negatifnya.

“Kami merekomendasikan jual hari ini,” sebut analis Pilarmas.