Kemendagri : Omnibus Law Untuk Meningkatkan Investasi
Pasardana.id - Kementerian Dalam Negeri menjamin kewenangan pemerintah daerah atas perizinan tidak akan terpangkas akibat adanya omnibus law.
Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah III Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah (Ditjen Bangda) Kemendagri Eduard Sigalingging mengatakan bahwa omnibus law yang saat ini terus dimatangkan adalah untuk mempermudah perizinan dan menggenjot investasi.
"Pada prinsipnya adalah mendukung untuk memberikan pelayanan yang lebih cepat dan lebih transparan," ujar Eduard, Selasa (17/9/2019).
Dari 72 UU yang akan direvisi melalui omnibus law, UU yang akan direvisi antara lain UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal.
Poin dari UU Pemerintahan Daerah yang hendak direvisi antara lain mengenai norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK).
Eduard mengatakan NSPK sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Pemerintahan Daerah akan dirancang agar mampu mengontrol sekaligus mempermudah proses perizinan di daerah.
Untuk diketahui, NSPK adalah pedoman yang dirancang oleh kementerian dan lembaga (K/L) bagi Pemda untuk melaksanakan urusan pemerintah yang didesentralisasikan ke daerah.
Revisi UU Pemerintahan Daerah akan dibarengi dengan revisi dari UU masing-masing sektor karena revisi NSPK dalam rangka mengakomodir Online Single Submission (OSS) selama ini masih terbentur oleh ketentuan dalam UU sektor.
Kedua, UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah juga turut direvisi. Merujuk pada UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pemerintah daerah berhak mendapatkan retribusi dari perizinan tertentu serta menentukan tarif.
Jenis retribusi perizinan yang berhak ditarik oleh pemerintah daerah antara lain retribusi izin mendirikan bangunan (IMB), izin tempat penjualan minuman beralkohol, izin gangguan, izin trayek, dan izin usaha perikanan.
Tarif retribusi ditentukan oleh kepala daerah melalui peraturan kepala daerah dan harus ditinjau setiap 3 tahun sekali dengan mempertimbangkan indeks harga dan perkembangan ekonomi.
Terakhir, UU tentang Penanaman Modal juga akan direvisi terutama terkait keberadaan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) sebagaimana yang diamanatkan dalam UU tersebut.
Eduard mengatakan PTSP yang tersebar di berbagai daerah akan tetap eksis. Meski demikian, akan ada deregulasi atas institusi tersebut yang selama ini.
Eduard menerangkan bahwa selama ini masih timbul tumpang tindih aturan antara UU Sektor dan Peraturan Daerah (Perda) sehingga menghambat investasi.
Dalam UU Penamaman Modal, pemerintah daerah telah diminta untuk membentuk PTSP. Merujuk pada aturan turunan dari UU Penanaman Modal yakni Perpres No. 97/2014 tentang Penyelenggaraan PTSP, pemerintah telah mewajibkan kepada daerah untuk membentuk pelayanan secara elektronik atau PSE.
Dua kota besar yang menjadi objek penilaian Ease of Doing Business (EoDB) yakni Jakarta dan Surabaya pun masing-masing sudah memiliki PSE-nya masing-masing yakni JakEVO dan Surabaya Single Window (SSW). Meski PP No. 24/2018 telah terbit, kedua sistem perizinan tersebut masih belum sepenuhnya terintegrasi dengan OSS.
Sekedar mengingatkan, Omnibus Law merupakan aturan perundangan yang dapat mengamandemen beberapa Undang-Undang (UU) sekaligus. Pemerintah rencananya bakal mengamandemen setidaknya 72 UU yang memiliki pasal dan ketentuan terkait perizinan dan dituangkan ke dalam Omnibus Law.
Sekretaris Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, pemerintah perlu melakukan penataan kewenangan sebelum membenahi pasal-pasal perizinan dalam UU melalui Omnibus Law.
“Untuk awal, kita lakukan penataan kewenangan dulu. Bagaimana posisi presiden sebagai penyelenggara kekuasaan tertinggi, kewenangan menteri dan kepala lembaga, sampai pada kewenangan kepala daerah seperti apa,” tutur Susiwijono dalam konferensi pers, Selasa (17/9).
Sementara pada kesempatan yang sama, Staf Ahli bidang Hubungan Ekonomi dan Politik, Hukum, dah Keamanan Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Elen Setiadi menambahkan, penataan kewenangan menjadi langkah yang sangat penting dalam mereformasi ekosistem perizinan.
Tanpa penataan kewenangan yang jelas, implementasi Omnibus Law bisa jadi tidak efektif, layaknya pengalaman implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (OSS).
“Seluruh persoalan perizinan ini muaranya kewenangan yang selalu dianggap tumpang tindih dan tidak sinkron antara pemerintah pusat, presiden, menteri, kepala lembaga dengan pemerintah daerah,” tandas Elen.

