ANALIS MARKET (17/9/2019) : IHSG Berpeluang Bergerak Mixed Cenderung Melemah

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, sentiment yang menjadi sorotan pelaku pasar diperdagangan hari ini, Selasa (17/9/2019) di awali dengan berita dari Arab Saudi.

Pada penyelidikan Arab Saudi, temuan awal mereka menunjukkan bahwa drone yang digunakan dalam penyerangan tersebut merupakan senjata milik Iran.

Namun Arab Saudi tidak serta merta langsung menyalahkan Iran dalam hal tersebut.

Investigasi yang masih berlangsung lewat puing puing yang berserakan memperlihatkan bahwa senjata itu milik Iran.

Arab Saudi juga mengatakan bahwa serangan itu tidak diluncurkan dari Yaman, dan tentu saja hal ini bertentangan dengan klaim yang disampaikan oleh pemberontak Houthi yang dimana pemberontak tersebut didukung oleh Iran.

Donald Trump mengatakan bahwa Dia tidak akan terburu buru untuk menanggapi serangan yang sudah direncanakan dengan baik yang merusakkan industry minyak di Arab Saudi kemarin.

Trump menyampaikan bahwa, “Saya tidak ingin perang dengan siapapun, tetapi kami lebih siap dari siapa pun”. Kami memiliki banyak opsi, tetapi kami tidak melihat opsi itu sekarang. Itu adalah serangan yang sangat besar, namun kita harus mencari tahu terlebih dahulu siapa yang melakukannya.

Presiden Iran, Hassan Rouhani mengatakan bahwa serangan tersebut merupakan respon timbal balik terhadap agresi yang terjadi di Yaman.

Juru bicara Kementrian Luar Negeri di Teheran segala macam tuduhan tidak akan dapat diterima dengan baik dan merupakan tuduhan yang tidak berdasar.

Rusia, sekutu Iran untuk Timur Tengah juga mengatakan bahwa semua Negara jangan terburu buru untuk menyimpulkan siapa yang bertanggung jawab, hal ini disampaikan oleh juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov.

Meskipun tampaknya Amerika telah siap menyerang dengan mengatakan bahwa Amerika telah bersiap, “Locked and Loaded”, kapanpun dibutuhkan.

Marilah kita berharap yang terbaik, karena sebetulnya pekan ini merupakan pekan yang baik dimana ada pertemuan FOMC meeting dan RDGI yang berlangsung pada tanggal 19 September nanti.

Namun, berbicara FOMC meeting pada pekan ini, tiba tiba ada ekspektasi yang muncul bahwa The Fed tidak akan memangkas tingkat suku bunganya, akibat dari kenaikkan harga energi akibat serangan yang terjadi di Arab Saudi, sehingga The Fed mungkin tidak akan terburu buru untuk memotong tingkat suku bunga.

Ditengah kenaikkan harga minyak sebesar 14%, mungkin akan mendorong inflasi di Amerika untuk mengalami kenaikkan, sehingga The Fed akan lebih cenderung untuk mengetatkan kebijakan.

Meskipun kami melihat bahwa dorongan inflasi dari harga minyak ke inflasi inti memberikan dampak yang kecil, namun kenaikkan harga secara keseluruhan dan dikombinasikan dengan pasar tenaga yang kuat, memberikan indikasi bahwa The Fed akan mempertimbangkan kembali penurunan tingkat suku bunganya.

Hal ini menjadi menarik, lantaran sebelumnya The Fed memiliki potensi yang lebih besar untuk menurunkan tingkat suku bunganya.

Apa yang akan terjadi selanjutnya? Kita jalan jalan ke China sebelum mengakhiri research kita di pagi hari ini. Perlambatan ekonomi China kian menjadi kenyataan dan dalam.

Industrial production YoY kembali turun menjadi 4.4%, sebagai informasi ini merupakan yang terendah sejak 2012. Begitupun dengan Retail Sales YoY yang mengalami penurunan kembali menjadi 5.6%.

Kami berharap bagi Bank Sentral China melakukan secepatnya sebuah tindakan untuk memberikan stimulus terhadap perekonomiannya. Dalam hal kebijakan dan alat, kami menyakini bahwa Bank Sentral China memiliki lebih dari cukup untuk menjaga pertumbuhan ekonominya.

Pertanyaannya sangat sederhana. Mau atau tidak China menggunakan semua perlengkapannya untuk memberikan stimulus terhadap perekonomiannya?

Tidak hanya itu saja, dengan diserangnya tempat produksi minyak di Arab kemarin, akan membuat China mengalami kesusahan akibat lonjakan harga minyak.

Arab merupakan sumber tunggal terbesar dalam mengirimkan minyak ke China, yang dimana memasok sekitar 70% dari total permintaan. Dan yang harus kita ingat juga adalah, Amerika punya cadangan minyak yang luar biasa untuk bisa mensupply kekurangan tersebut.

Pertanyaan lagi, akankah China meminta Amerika untuk mulai memasok minyak untuk menggantikan supply Arab Saudi, yang dimana perang dagang tengah terjadi saat ini?

Perlambatan ekonomi China juga disampaikan oleh Perdana Menteri China Li Keqiang yang mengatakan sangat sulit bagi perkeoomian China untuk tumbuh pada level 6% atau lebih.

Perlambatan ini ada karena tekanan tertentu yang dimana munculnya proteksionisme dan unilateralisme.

Semua sentiment telah berada di atas meja, tinggal mencermati sentiment mana yang akan memberikan pengaruh lebih besar.

Seperti yang juga kami sampaikan pada morning research hari Senin, pelaku pasar dalam negeri merespon cepat terkait rilis data neraca perdagangan bulan Agustus.

Meskipun neraca perdagangan membukukan surplus sebesar US$ 80 juta namun pelaku pasar terlihat kurang puas karena realisasi tersebut berada di bawah proyeksi konsensus.

Penurunan ekspor kali ini disebabkan adanya koreksi pada harga sejumlah komoditas andalan seperti batu bara -44% YoY, kelapa sawit -19.42% YoY dan karet -6.25% YoY.

Sejauh ini, kinerja ekspor Indonesia masih ditopang oleh komoditas dan penurunan yang terjadi pada ketiga komoditas tersebut dapat berdampak pada kinerja ekspor Indonesia.

“Secara teknikal, kami melihat saat ini IHSG memiliki peluang bergerak mixed cenderung melemah dan ditradingkan pada level 6.190 - 6.263,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Selasa (17/9/2019).