Belum Bayar Uang Paksa, APT Tuntut BFIN Rp80 Miliar
Pasardana.id - PT Aryaputra Teguhharta (APT) menggugat PT BFI Finance Tbk (BFIN) senilai Rp80 miliar. Nilai tuntutan itu berdasarkan putusan Mahkamah Agung nomor PK No. 240/20106.
Dalam satu amar putusan tersebut, BFIN diharuskan membayar uang paksa atau dwangsom kepada APT sebesar Rp20 juta perhari atas keterlambatan pengembalian 32,32% saham BFIN kepada APT.
Asido M Panjaitan dari HHR Lawyers selaku kuasa hukum APT mengatakan, kliennya telah mendaftarkan gugatan terkait dwangsom di PN Jakarta Pusat dengan Nomor Registrasi Perkara: 521/PDT.G/2018/PN.JKT.PST tertanggal 19 September 2018.
“APT sangat menyayangkan bahwa walaupun sudah diperingatkan, ternyata BFIN dengan arogan dan semena-mena begitu saja menolak kewajiban hukumnya,” kata dia di Jakarta, Senin (24/9/2018).
Ia menambahkan, BFIN bahkan secara tidak patut mengatakan dan menyebarluaskan kepada masyarakat bahwa Putusan PK No. 240/2006 adalah putusan yang tidak berkekuatan hukum tetap.
“Tentu hal tersebut tidak benar,” tegas Asido.
Selain itu, dalam gugatan tersebut, APT juga mengajukan fakta bahwa BFIN tidak mau secara sukarela sebagai pihak yang dihukum mengembalikan saham-saham milik APT.
“Bukan karena mereka tidak mampu, melainkan memang BFIN dengan sengaja “tidak mau” mengembalikan saham-saham milik APT tersebut,” ucap dia.
Asido beralasan, dari penelusuran Laporan Keuangan BFIN, memiliki treasury stock sejumlah 1.002.732.000 saham atau setara 6,28%. Adapun tergugat berikutnya, Francis Lay Sioe Ho memiliki sebanyak 389.885.080 saham atau setara 2,44%, Cornellius Henry Kho sebanyak 121.719.980 saham atau setara 0,76% dan pada tahun 2014, Yan Peter Wangkar sebanyak 2.137.000 saham atau 0,14%.
"Anehnya, walaupun jelas-jelas mereka memiliki saham di BFIN dan telah dihukum oleh pengadilan mengembalikan saham ke APT, mereka tetap tidak mau sukarela untuk menyerahkan saham-saham tersebut kepada klien kami,” papar Asido.

