Bloomberg Luncurkan Buyside Forum untuk Pertama Kalinya di Indonesia

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id – Industri reksadana dan investasi Indonesia memiliki potensi pertumbuhan yang sangat besar dan perlu memanfaatkan teknologi agar mampu menarik perhatian para investor mancanegara.

Hal ini dikemukakan Bloomberg Asia Pacific Head of Sales, Taran Khera yang hadir di Jakarta pada tanggal 7 Agustus lalu, dalam rangka mengikuti acara peluncuran Forum Buyside pertama Bloomberg di Indonesia.

“Sektor reksadana merupakan pilar utama dalam sektor keuangan Indonesia, dan memiliki peran penting dalam mendorong dinamisme dan inovasi dalam perekonomian,” ujar Khera dalam sambutannya.

“Total aset reksadana telah naik dua kali lipat dalam kurun waktu lima tahun terakhir, namun angka ini masih 12% dari total kapitalisasi pasar dalam IHSG. Hal ini menunjukkan bahwa industri manajemen dana memiliki potensi pertumbuhan yang besar,” jelas dia.

Ditambahkan, total assets under management (AUM) di Indonesia selama lima bulan pertama pada tahun 2018 telah naik 10% hingga Rp 504 triliun yang didorong oleh peningkatan dana ekuitas, meskipun belakangan ini arus keluar modal dari pasar-pasar negara berkembang juga semakin meningkat.

“Indonesia semakin menarik hati para investor, dan Bloomberg memiliki peran yang unik dalam menghubungkan Indonesia dengan para pemain industri keuangan yang paling berpengaruh di dunia,” ujar Khera.    

Adapun Asia Managing Director Aberdeen Standard Investment, Hugh Young, juga turut hadir sebagai pembicara utama dalam acara tersebut yang dihadiri oleh lebih dari 100 pelaku industri professional.

Dalam diskusi mengenai pandangan para investor mancanegara terhadap Indonesia, Young mengatakan, bahwa Indonesia memiliki fondasi yang kuat serta perekonomian yang berpotensi tumbuh sebesar 7%. Sektor “yang sudah ada sejak dahulu,” seperti di bidang telekomunikasi, perbankan, konsumen, dan semen lebih diminati oleh investor global.

Sementara itu, pada tanggal 1 Juni 2018 lalu, utang dalam denominasi rupiah Indonesia masuk dalam Indeks Bloomberg Global Aggregate untuk pertama kalinya. Hal ini memunculkan respon yang baik karena dapat memberikan pengaruh positif terhadap obligasi bernilai rupiah dalam jangka menengah dan mendorong lebih banyak investor asing agar mau bergabung dalam pasar obligasi. Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati mengatakan, bahwa dirinya berharap arus modal masuk (capital inflow) meningkat $5 hingga $7 milyar, dan dapat membantu Indonesia menjadi lebih kompetitif dalam hal penjualan obligasi ke depannya.    

Adapun para pengelola asset di Indonesia masih fokus di pasar dalam negeri. Karena semakin banyak pembeli buyside Indonesia yang hendak berekspansi ke luar negeri, Khera menyatakan bahwa Indonesia perlu mengikuti best practice berstandar global dalam mengelola prortofolio, risiko, dan juga likuiditas agar mampu menarik para investor mancanegara.

Menurut white paper Bloomberg, para pengelola aset terdepan di dunia mulai mengimplementasikan pendekatan berbasis data yang berjangka panjang agar mampu mencapai target dan meningkatkan efisiensi operasional.

Sejak didirikan pada tahun 1999, Bloomberg Indonesia telah menunjukkan pertumbuhan signifikan dalam penjualan produk-produk keuangannya. Pada tahun 2017, penjualan terminal Bloomberg bertumbuh sebesar 6.5% per tahun. Pertumbuhan tersebut terdorong oleh peningkatan permintaan dari lembaga keuangan dan perusahaan-perusahaan Indonesia serta lembaga pemerintah terhadap instrumen data dan analisa serta sistem perdagangan yang efisien dalam melakukan hedging, perdagangan serta pengelolaan risiko.

Bloomberg telah bekerja sama dengan Bank Indonesia dan industri keuangan dalam negeri untuk meningkatkan transparansi di pasar keuangan Indonesia. Baru-baru ini, Bloomberg bekerja sama dengan Money Market Working Group dan Derivatives Working Group di dalam Indonesia Foreign Exchange Market Committee dalam rangka mendukung Indonesia Overnight Index Average (IndONIA) dan perkembangan 

“Dengan semakin berkembangnya pasar bunga overnight serta tenor yang lebih panjang yakni satu hingga enam bulan, Indonesia akan mampu mengembangkan kurva imbal hasil yang bebas risiko untuk melihat true cost dalam peminjaman rupiah di pasar lokal,” tandas Taran Khera.